Tumabicara butta merupakan jabatan tertinggi kedua dalam tatanan birokrasi dalam persekutuan Kerajaan Gowa-Kerajaan Tallo. Tumabicara butta secara etimologi berarti "jurubicara negeri". Jabatan ini secara tradisi dipegang oleh Karaeng (penguasa) Kerajaan Tallo yang wilayahnya disatukan dalam federasi bersama Kerajaan Gowa pada masa pemerintahan raja Gowa Tumapaqrisiq Kallonna. Posisi tumabicara butta dapat disamakan dengan mangkubumi atau mahapatih.[1]

Wewenang dan tugas

sunting

Jabatan tumabicara butta berada setingkat di bawah sombaya atau maharaja, gelar yang digunakan oleh para Karaeng Gowa dalam konteks kepemimpinan Kerajaan Gowa-Kerajaan Tallo.[1] Jika putra mahkota Gowa belum mencapai usia dewasa, seorang tumabicara butta juga dapat merangkap menjadi pelaksana tugas sombaya; seperti ketika Karaeng Matoaya memimpin Makassar atas nama I Manngarangi (nantinya masuk Islam dan menjadi Sultan Ala'uddin) yang saat itu masih berusia tujuh tahun.[2]

Secara umum, tumabicara butta merupakan penasihat bagi sombaya. Ia juga memiliki wewenang untuk memperingati sombaya apabila ia tidak mengikuti hukum adat dalam memerintah dan memberi hukuman.[2] Tugas seorang tumabicara butta, selain dari memberi nasihat, adalah mengawasi pemerintahan dan memberi pendidikan bagi anak-anak raja dan anaknya sendiri, agar mereka memahami hukum adat dan mampu menjadi pemimpin yang baik kelak.[2]

Lihat juga

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ a b (Sewang 2005, hlm. 127)
  2. ^ a b c (Sewang 2005, hlm. 128)

Referensi

sunting