Kayu lapis
Kayu lapis atau sering disebut tripleks adalah sejenis papan pabrikan yang terdiri dari lapisan kayu (venir kayu) yang direkatkan bersama-sama. Kayu lapis merupakan salah satu produk kayu yang paling sering digunakan. Kayu lapis bersifat fleksibel, murah, dapat dibentuk, dapat didaur ulang, dan tidak memiliki teknik pembuatan yang rumit. Kayu lapis biasanya digunakan untuk menggunakan kayu solid karena lebih tahan retak, susut, atau bengkok.[1]
Lembaran kayu yang tipis (biasa disebut veneer atau venir) direkatkan bersama dengan arah serat atau urat kayu (grain) yang diatur sedemikian rupa untuk menciptakan hasil yang lebih kuat; biasanya saling bersilangan (90°) antar lapisan yang berdekatan. Lapisan-lapisan ini umumnya ditumpuk dalam jumlah ganjil untuk mencegah terjadinya pembelokan (warping) dan menciptakan konstruksi yang seimbang. Lapisan dalam jumlah genap akan menghasilkan papan yang tidak stabil dan mudah terdistorsi.[1] Saat ini kayu lapis tersedia dalam berbagai ketebalan, mulai dari 0,8 mm hingga 25 mm dengan tingkat kualitas yang berbeda-beda.
Teknik pembuatan
suntingTeknik pembuatan kayu lapis telah ditemukan sejak abad ke-17, tetapi baru sekitar akhir abad ke-19 kayu lapis diproduksi secara komersial untuk pembuatan peti teh.[1] Kayu lapis yang digunakan untuk pembuatan peti memiliki tiga lapisan sehingga biasa disebut three-ply, atau tripleks di Indonesia.
Lapisan atau venir yang mengkomposisi sebuah kayu lapis harus relatif tipis, bila tidak maka kayu lapis cenderung mudah menyusut atau terdistorsi karena kekuatan adhesif perekatnya kalah kuat dibanding beban kayu venir. Karenanya, pembuatan kayu lapis yang lebih tebal tidak dilakukan dengan menebalkan lapisan venir, melainkan menambah jumlah lapisan itu. Kayu lapis yang terdiri lebih dari tiga lapisan biasa disebut multiply (multipleks). Terkadang, kayu lapis yang terdiri dari lima lapisan disebut sebagai five-ply.
Lapisan-lapisan pada kayu lapis harus selalu dibuat dalam jumlah ganjil untuk menciptakan konstruksi kayu yang seimbang. Bagian tengah kayu lapis, atau biasa disebut central core, biasanya relatif lebih tebal dibanding venir sebelah luar namun dengan kepadatan yang lebih rendah agar hasil akhir kayu lapis tidak menjad terlalu berat.[1]
Penyusunan urat kayu (grain) pada setiap lapisan venir harus diatur sedemikian rupa sehingga arah urat lapisan venir yang di sebelah bawah tegak lurus dengan arah urat lapisan venir di atasnya untuk menciptakan kayu lapis yang merekat dengan kuat.[1] Untuk mempermudah pengaturan urat tersebut, biasanya kayu yang menjadi bahan dasar kayu lapis terbuat dari spesies pohon yang sama.[1]
Pemeringkatan dan klasifikasi
suntingKayu lapis diberi peringkat berdasarkan venir terluarnya, yakni venir muka (face veneers) dan belakang (back veneers). Standar pemeringkatan berbeda-beda di setiap negara, dengan dasar pemeringkatan yang berbeda-beda pula, tetapi pada dasarnya pemeringkatan kayu lapis adalah sebagai berikut:[1]
Peringkat | Keterangan |
---|---|
A | Venir di bagian muka dan belakang bebas dari segala cacat |
A/B | Venir di bagian muka bebas dari segala cacat. Bagian belakang memiliki sedikit mata kayu (knot) dan diskolorisasi (perubahan warna) |
A/BB | Bagian muka seperti peringkat A, bagian belakang dapat berupa venir yang disambung (jointed veneers) dan memiliki knot besar dan beberapa plug (penutup knot) |
B | Baik venir di bagian muka maupun bagian belakang memiliki ciri seperti bagian belakang peringkat A/B |
B/BB | Venir di bagian muka memiliki ciri seperti punggung A/B, bagian belakang memiliki ciri seperti sisi belakang A/BB |
BB | Baik venir di bagian muka maupun bagian belakang memiliki ciri seperti bagian belakang peringkat A/BB |
WG | Hanya mendapat jaminan bahwa papan telah direkatkan dengan baik |
X | Papan dengan tingkat cacat yang tinggi |
Selain itu kayu lapis juga biasa diklasifikasikan menjadi kelompok atau tipe berdasarkan kekuatan bahan perekat dan kekuatan kayu yang menjadi bahan dasarnya. Pengelompokan ini sangat beragam dan tidak memiliki standar tertentu.