Dorus "Toontje" Poland (20 Januari 1795 – 19 Desember 1857) adalah seorang kolonel berkebangsaan Belanda yang bertugas di Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger.

Toontje Poland

Masa muda

sunting

Poland (nama diri aslinya adalah Dorus) terlahir sebagai anak penjual bahan makanan yang hidup berkecukupan. Semenjak ayahnya meninggal di saat masih kecil, ibunya yang sudah menikah lagi itu tak terlalu memperhatikan dirinya, sehingga di umur 12 tahun Poland berdagang dan setahun kemudian ia gagal mencapai pangkat sersan dari garda pelempar granat Raja Louis Bonaparte sehingga ia ditempatkan sebagai guru murid di sekolah tinggi pelatihan militer di Den Haag (tujuan sekolah pelatihan itu adalah membentuk inti, di mana para serdadu kemudian dapat diambil untuk pasukan). Pada bulan Maret 1810, ia menjadi bagian guru murid di Antwerpen, yang dibagi dalam armada Prancis dan Poland dimasukkan di badan kedua dari pemandu barisan besar. Lalu ia diangkat sebagai kopral pelayan kamar dan tetap di sana hingga akhir tahun 1813, saat Holland memberontak terhadap pemerintahan Prancis dan dikumandangkan komando untuk berbaris ke Brussel. Pasukan Belanda dibagi dalam 6 kompi di Lille, dan Poland ikut dalam barisan yang menuju Limòtges, tempat dikumpulkannya sejumlah tahanan perang. Ia tetap di sana sampai dibuangnya Napoleon Bonaparte ke Elba dan bersama dengan 600 tahanan lainnya, ia dikembalikan ke Belanda, di mana ia mengakhiri tugasnya di infanteri tersebut setelah 8 tahun, dan pada tanggal 3 Juli 1814 berdinas sebagai sukarelawan di Batalyon XV.

Tiba di Hindia Belanda

sunting

Poland kini ikut dengan KNIL namun Brigade Indiannya adalah yang pertama dibentuk untuk menghadapi Napoleon dalam Pertempuran Quatre-Bras, sebelum dikapalkan dan pada tanggal 29 Oktober 1815, kapal berlayar ke Batavia, Hindia Belanda, dan tiba pada tanggal 12 Mei 1817.

Pada tahun 1818, Poland ikut serta dalam ekspedisi ke Cirebon dan kemudian ke Banten dan Riau di bawah pimpinan Kapten Ferdinand P. Vermeulen Krieger. Karena keberaniannya, Ferdinand Vermeulen Krieger mengangkatnya jadi sersan. Pada tahun 1824, huru-hara di Celebes (kini Sulawesi) membawanya ikut dalam ekspedisi ke Bone dipimpin oleh Jenderal Josephus Jacobus van Geen. Poland ikut dalam sejumlah pertempuran sengit, dan atas keberaniannya, Van Geen mengangkatnya menjadi letnan dua. Setelah itu, ia dikirim ke Borneo (di bawah Mayor Sollewijn) untuk mengendalikan permasalahan dengan orang Tionghoa, tetapi sebelum hal tersebut teratasi, pecahlah Perang Diponegoro di Jawa, sehingga pasukan yang baru tiba itu terpaksa ditarik kembali.

Perang Diponegoro

sunting

Poland memperoleh nama besar selama Perang Diponegoro. Nama julukannya "Toontje" didapatkan semasa perang oleh Frans David Cochius, yang saat merasa khawatir, ketika melihatnya berseru, "itu Toontje!" Pada bulan Februari 1829, Poland diangkat sebagai letnan satu dan dianugerahi Militaire Willems-Orde Kelas IV. Semasa perang Poland mengetahui bahwa pasukan dari suku Madura amat ditakuti, pada tahun 1831, ia menjadi ajudan pribadi Sultan Madura; GubJend Dominique Jacques de Eerens menganugerahi Poland dengan keris kehormatan yang diserahkan langsung oleh orang Madura (sebagai sebuah pengecualian) dalam kesempatan resmi. Setelah perang, Poland dipindahkan ke Wonosobo, di mana May. Andreas Victor Michiels memegang komando.

Kampanye di Pesisir Barat Sumatra

sunting

Poland ikut dalam ekspedisi pimpinan Michiels ke Sumatra, di mana ribuan Paderi telah memperkuat diri dan siap memberontak, dan terlibat dalam berbagai pertempuran di sana. Sejak tanggal 24 Agustus 1833, ia Poland diangkat sebagai kapten oleh Jend. Cochius.

Hari-hari terakhir

sunting

Sampai berusia 50-an, ia tetap menjadi ajudan Sultan Madura. Pada tahun 1840, ia ditempatkan di Palembang di mana ia dilimpahi tanggung jawab dengan pemerintahan sipil dan militer di Tebing Tinggi. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi mayor, pada bulan Januari 1845 menjadi letnan kolonel. Pada tahun 1849, ia ikut dalam ekspedisi ke Bali dan terlibat dalam berbagai pertempuran, antara lain dalam pendudukan Kusamba. Untuk itu, ia dianugerahi Militaire Willems-Orde Kelas III. Pada bulan Juni 1853, secara tituler ia diangkat sebagai kolonel dan ia pun pensiun.

Setelah meninggal, Poland dimakamkan di sebuah kerkhof pinggir pantai di Cilacap, yang sampai saat ini masih dapat disaksikan.

Trivia

sunting

Kehidupan Toontje Poland digambarkan dalam cerita roman karangan Johan Fabricius dalam Toontje Poland (1977) dan Toontje Poland onder de tropenzon (1978). Buku pertama mengisahkan petualangannya di Waterloo, sementara yang kedua mengisahkan petualangannya di Nusantara.

Rujukan

sunting