Tjoa Tek Swat (29 September 1911 – 12 Desember 1944) adalah seorang pendeta Kristen yang terlibat dalam gerakan perlawanan terhadap penjajahan Jepang melalui sebuah gerakan bawah tanah yang dinamai "Piet van Dam". Organisasi ini bergerak di Bogor dan di Jakarta. Selain Tjoa Tek Swat sendiri, dua orang anggota lainnya adalah Wernick dan Lie Beng Giok (yang belakangan berganti nama menjadi LBG Suryadinata).

Pendidikan dan pekerjaan

sunting

Tjoa Tek Swat menempuh pendidikan teologi di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, yang saat itu masih bernama Hoogere Theologische School (HTS) dan terletak di kota Bogor. Ia adalah salah seorang dari produk pertama sekolah ini. Kemudian ia melayani di sebuah gereja di Jakarta, yang jemaatnya terdiri atas orang-orang Tionghoa dan Belanda. Tjoa Tek Swat menikah dengan Lauw Tjoei Nio, memperoleh 3 anak Max, Martha dan Peter.

Aktivitas

sunting

Bersama dengan kedua temannya, Tjoa Tek Swat mengumpulkan berbagai informasi penting tentang tentara Jepang, penjagaan, transportasi, pemindahan para tahanan, gerakan kapal, dll. yang semuanya diteruskan lewat pemancar radio mereka ke markas tentara Sekutu di Australia. Di samping itu mereka juga menyediakan dan mengantarkan senjata, suku cadang radio, pemancar dan berbagai surat keterangan.

Namun karena kelompok ini kurang berpengalaman, pada akhir Desember 1942 organisasi ini berhasil terbongkar dan mereka semua ditangkap oleh Kempeitai Jepang. Di tahanan, mereka disiksa dengan hebat, dan Tjoa Tek Swat dihukum penggal pada tanggal 12 Desember 1944. Lie Beng Giok selamat, sementara Wernick tak diketahui nasibnya. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, oleh pihak Sekutu jenazah Tjoa dikebumikan di Kuburan Belanda Ancol, Jakarta Utara.

Pranala luar

sunting