Tigor Silaban
Tigor Silaban (1 April 1953 – 6 Agustus 2021) merupakan seorang dokter berkebangsaan Indonesia. Ia merupakan lulusan dari Universitas Indonesia dan terkenal karena pengabdiannya sebagai dokter pemerintah di pedalaman Papua, dimana ia bekerja selama hampir empat puluh tahun dari 1979 hingga ia pensiun di tahun 2017.
Tigor Silaban | |
---|---|
Lahir | Bogor, Jawa Barat, Indonesia | 1 April 1953
Meninggal | 6 Agustus 2021 Jayapura, Papua, Indonesia | (umur 68)
Pekerjaan | Dokter |
Kehidupan awal
suntingTigor lahir di Bogor pada 1 April 1953. Ayahnya, Friedrich Silaban, merupakan seorang arsitek terkenal yang mendesain Masjid Istiqlal.[1] Ia lulus dari Kolese Kanisius, Jakarta[2] dan melanjutkan studinya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI). Silaban belakangan mengaku ia hanya mendaftar di fakultas kedokteran karena permintaan ayahnya, dan sebenarnya ingin kuliah teknik. Meski enggan belajar kedokteran, ia berhasil lulus, dan karena itu ia menulis sumpah bahwa ia bekerja di wilayah pedalaman Indonesia yang jauh dari Jakarta, dan tidak bekerja sebagai dokter swasta.[3][4]
Karier
suntingDia mulai aktif di Papua pada tahun 1979, ketika setelah lulus dia ditugaskan di puskesmas di Oksibil yang saat itu termasuk wilayah Kabupaten Jayawijaya. Dia adalah satu-satunya dokter di Oksibil, dan dalam suatu wawancara dia memberikan anekdot ketika desas-desus tentang pembunuhannya hampir memicu perang suku.[3][5]
Karena lokasi kerjanya yang terpencil, bangunan puskesmas seringkali berupa hanya dibangun dari kayu sederhana dengan lantai tanah. Tigor mempersiapkan jaringan radio agar puskesmas yang tersebar dapat saling berkomunikasi.[1] Meski ia merupakan dokter umum, sedikitnya tenaga medis yang ada di Papua memaksanya untuk melakukan operasi yang seharusnya dilakukan dokter spesialis, karena dokter spesialis pada masa itu hanya ada di ibukota provinsi di Jayapura.[6] Ia kemudian dijadikan pegawai negeri formal dan dipindahtugaskan ke Wamena, dan ia menjabat kepala dinas kesehatan kabupaten hingga 1993. Belakangan, ia kembali ke UI studi S2 bidang kesehatan masyarakat.[3]
Tigor kemudian ditunjuk menjadi kepala dinas kesehatan provinsi.[5] Ia mencetuskan layanan kesehatan paralel yang melatih staf non-medis seperti petugas gereja untuk menjalankan perawatan preventif.[4] Ia juga membimbing dokter muda yang bekerja di Papua.[1] Setelah pensiun sebagai pegawai negeri di tahun 2017, ia terus bekerja sebagai konsultan kesehatan masyarakat, dengan fokus sistem informasi perawatan kesehatan dan nutrisi anak.[3] Ia meninggal di RSUD Jayapura pada 6 Agustus 2021 karena COVID-19.[4] Pada saat kematiannya, ia memiliki empat anak.[1]
Referensi
sunting- ^ a b c d Faizin, Eko (10 Agustus 2021). "Sang Pejuang Kesehatan Meninggal, 4 Janji Tulus dr Tigor Silaban Ini Bikin Haru". Suara.com. Diakses tanggal 11 Agustus 2022.
- ^ Choiruman, M (7 Agustus 2021). "Sang Pejuang Kesehatan Warga Papua, Dokter Tigor Silaban Meninggal Dunia". Tribunnews.com. Diakses tanggal 11 Agustus 2022.
- ^ a b c d Ariefana, Pebriansyah (19 Oktober 2015). "Tigor Silaban: Legenda Dokter di Zona Merah Pedalaman Papua". Suara.com. Diakses tanggal 11 Agustus 2022.
- ^ a b c Rachmawati, ed. (12 Agustus 2021). "Tigor Silaban, Dokter Legenda dari Tanah Papua, Janji pada Tuhan untuk Mengabdi di Pedalaman". Kompas.com. Diakses tanggal 11 Agustus 2022.
- ^ a b "Dokter Tigor Silaban, Dari Mapala UI Sampai Meninggal Di Papua". Jubi. 18 Agustus 2021. Diakses tanggal 11 Agustus 2022.
- ^ Bhawono, Aryo (6 Februari 2018). "Tigor Silaban, 'Dokter Barbar' di Wamena". detikcom. Diakses tanggal 11 Agustus 2022.