Ti'i langga

Topi khas dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Indonesia

Ti'i langga adalah sejenis topi bertepi lebar yang terdapat di Kepulauan Rote, Indonesia bagian timur. Pulau Rote adalah pulau berpenghuni paling selatan di Indonesia, terletak di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak jauh dari Timor. Ciri khas topi ini adalah adanya semacam cula yang aneh mirip unikorn setinggi 40 sampai 60 sentimeter atau hiasan jambul yang melekat di bagian depan. Cula/jambul tersebut sering disebut dengan istilah ‘antena’ yang mempunyai sembilan tingkat.[1] Bagian yang meruncing pada topi tersebut makin lama tidak akan tegak, tetapi cenderung miring dan sulit untuk ditegakan kembali. Konon hal tersebut melambangkan sifat asli orang Rote yang cenderung keras.[2] Bersama-sama sasando, ti'i langga adalah identitas budaya dari Kepulauan Rote.

Seorang pria mengenakan ti'i langga.

Bentuk dan model

sunting
 
Foto para penduduk Kepulauan Rote pada awal abad ke-20 mengenakan ti'i langga dengan berbagai bentuk jambulnya.

Kini, ti'i langga berupa topi dengan tepi melebar, sisinya menghadap ke atas. Dengan "antena" mirip cula setinggi 40 cm (16 inci) menempel di bagian depan. Warnanya bisa polos atau dicat pewarna. Ti'i langga dibuat dengan menganyam daun lontar muda (Borassus flabellifer),[3] dimana pohon lontar memang banyak ditemui di wilayah NTT.[2]

Antena pada ti'i langga diyakini terinspirasi dari antena pada topi orang-orang Portugis. Bangsa Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang mencoba mengendalikan perdagangan rempah-rempah di kepulauan Indonesia melalui kolonisasi pada awal abad ke-16.[4] Dili di Timor Leste yang rempah-rempahnya melimpah, dijadikan sebagai salah satu basis permanen kekuatan Portugis. Pulau Rote meski bukan tujuan perdagangan rempah-rempah, dikuasai oleh Portugis. Warisan bangsa Portugis di pulau-pulau tenggara Indonesia tetap ada bahkan sampai saat ini.[5]

Tepian dari ti'i langga terdiri dari lapisan ganda anyaman palem, sehingga kuat. Dianyam sedemikian rupa untuk memberi kesan seperti dipotong dari sisi-sisinya. hal ini disebut sebagai bukti bagaimana penduduk asli Rote meniru penutup kepala orang Eropa. Pada penutup kepala orang Eropa bentuknya disebabkan oleh tuntutan material, sedangkan pada topi di Rote bentuknya ditiru tanpa sebab. Hal ini menunjukkan kemampuan pengamatan oleh orang-orang Rote serta keterampilan dalam meniru dengan sarana yang terbatas. Mengapa peniruan ini hanya terjadi di Rote dan tidak di pulau-pulau lain yang dikunjungi oleh Portugis atau Spanyol tetap tidak dapat dijelaskan.[3]

Bentuk ti'i langga – terutama antenanya – telah berevolusi dari asalnya. Foto-foto awal abad ke-20 tidak selalu menunjukkan ti'i langga dengan antena mirip cula. Banyak ti'i langga menunjukkan antena yang berbentuk aneh. Dapat dikatakan hal ini sebagai upaya untuk menciptakan variasi dari bentuk antena penutup kepala orang Eropa (misalnya topi atau helm) menggunakan bahan yang tersedia (daun lontar). Foto-foto juga memperlihatkan adanya ti'i langga yang dirancang polos tanpa antena.[3]

Kebiasaan

sunting

Saat ini, ti'i langga dipakai oleh para pria, meskipun di masa lalu para wanita muda terkadang memakainya.[4] Mereka dapat dikenakan sebagai pakaian sehari-hari atau pada acara-acara seremonial.[3]

Bagi orang Rote, Ti’i Langga melambangkan jiwa kepemimpinan, kewibawaan dan percaya diri. Awalnya Ti’Langga hanya digunakan oleh para petinggi yang ada di Pulau Rote, sekarang Ti’i Langga sudah menjadi pelengkap untuk pakaian tradisonal laki-laki di Rote dan juga sering dipakai untuk acara-acara adat.[2]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ (Indonesia) Rafsanjani, Helmy (2017). "Mengenal Topi Tradisional Khas Indonesia". Newswantara. 
  2. ^ a b c (Indonesia) Suciadi, Amin (2017). "Makna Topi Ti'i Langga, Lambang Masyarakat Rote". Sportourism.id. PT Epic Media Niskala. [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ a b c d CIBA Limited 1939.
  4. ^ a b Turner 1998.
  5. ^ "Ti'i langga". The World of Hat - Ethnic Museum. Ethnic World Hats Museum. 2014. Diakses tanggal November 7, 2017.