Test of Arabic as a Foreign Language

TOAFL (Test of Arabic as a Foreign Language) atau al-Ikhtibârât fi alLughah al-Arabiyyah al-Dirasat al-Islâmiyyah merupakan salah satu tes profisiensi bahasa Arab standar di lingkungan pendidikan tinggi Islam di Indonesia. Dalam tujuh tahun terakhir, TOAFL telah menjadi salah satu instrumen penting untuk menguji dan mengukur tingkat kemampuan calon peserta dan calon lulusan Program S1, S2, dan S3 di banyak perguruan tinggi Islam negeri di Indonesia. Kemunculan TOAFL ini cukup menarik, karena perkembangan bahasa Arab di tanah air selama ini cenderung stagnan atau berjalan di tempat. Tempat yang kerap dijadikan sebagai lokasi test adalah di kawasan edukasi Kampung Arab Pare. Dengan adanya lingkungan edukasi bahasa asing, kawasan ini kerap menjadi tujuan para pelajar yang ingin mempersiapkan diri sebelum test TOAFL.

Sejarah

sunting

TOAFL dilatarbelakangi oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang merupakan upaya serius untuk meningkatkan standar mutu kelulusan secara akurat dan jelas, sehingga tingkat kemampuan bahasa Arab lulusan dapat diukur dengan standar tertentu secara pasti. Penyusunan TOAFL juga disemangati oleh usaha "memasukkan" unsur-unsur keislaman dalam materi tes, sehingga peserta tes berkenalan denganwawasan dan dunia Islam secara umum. TOAFL lahir dengan visi: "Menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa studi Islam dan sains".

TOAFL didesain untuk menguji tingkat kompetensi dan kehamarian reseptif (maharah istiqbaliyyah), bukan keterampilan produktif (maharah intâjiyyah) seseorang dalam bahasa Arab. TOAFL termasuk jenis proficiency test (ikhtibâr al-kafâ‟ah), bukan tes pemerolehan (ikhtibâr tahshîlî atau achievement test). Karena itu, bahan atau materi yang diujikan bersifat umum, terbuka, dan tidak terkait secara langsung dengan apa yang pernah dipelajari oleh peserta tes dalam studi mereka secara formal, baik di sekolah, madrasah maupun di perguruan tinggi, meskipun nuansa keislamannya lebih menonjol.

Dibandingkan TOEFL yang sudah mendunia sejak 1963, usia TOAFL relatif masih muda, terbit pertama kali pada tahun 1999. Gagasan untuk membuat TOAFL diilhami oleh TOEFL. Namun substansi kebahasaaan dalam TOAFL tidak sepenuhnya sama dengan TOEFL. Tema-tema keislaman, seperti: ilmu kalam, tafsir, hadis, fiqh, tasawuf, filsafat, pendidikan, ekonomi, politik, sejarah peradaban Islam, dan sebagainya cukup dominan dalam TOAFL. Jika TOEFL tidak menguji penguasaan gramatika secara spesifik, TOAFL menguji kemampuan nahwu dan sharaf, jabatan kata atau mawqi‟al-i‟râb (infleksi), bentuk kata (shighat, binyah al-kalimah) dan makna beberapa makna adawât (partikel) yang digunakan dalam teks.

Komponen

sunting

Sebagai sebuah media untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam bidang bahasa Arab, maka di dalam TOAFL terdapat tiga komponen soal yaitu Istima' (Mendengarkan), Qira'ah (Membaca), dan Tarakib (Tata Bahasa). Ketiga Komponen tersebut memiliki perhitungan sendiri pada setiap soalnya sehingga menghasilkannilai akhir sebagai nilai total TOAFL yang sah.

Istima’

sunting

Di dalam bagian istima’ terdapat beberapa pembagian jenis soal:

  • Pada bagian pertama, peserta tes akan diminta untuk memahami makna, pengertian, penalaran dan kesimpulan mengenai sebuah pernayataan atau sebuah kalimat yang diperdengarkan. Akan terdapat 25 soal seputar bagian ini.
  • Pada bagian kedua, peserta akan diminta untuk memahami maksud, tema, menalar dan menyimpulkan makna yang tersirat dari dialog (percakapan dua orang). Jumlah soal untuk bagian ini sebanyak 15 soal.
  • Pada bagian ketiga, peserta tes akan diperdengarkan sebuah teks pendek. Peserta diminta untuk memahami maksud, topik, menalar dan menyimpulkan teks pendek tersebut. Pada bagian ini terdapat 10 soal.

Pada umumnya, di bagian istima’ terdapat dua sistem, pertama, soal-soal hanya diperdengarkan satu kali. Kedua, soal-soal yang ditanyakan dapat diulang-ulang. Sedangkan waktu yang dialokasikan untuk mengerjakan bagian istima’ adalah sekitar 30 – 40 menit. Dengan jumlah soal sebanyak 50 soal. Tentu saja peserta tes diminta utuk memaksimalkan waktu yang tersedia untuk menjawab soal-soal dengan baik dan benar.

Qira’ah

sunting

Pada bagian qira’ah terdapat beberapa bagian soal-soal:

  • Bagian pertama, peserta tes diminta untuk memahami judul dan pokok pikiran dalam bacaan. Jumlah soal untuk bagian ini sebanyak 10 soal
  • Bagian kedua. Peserta tes diminta untuk memahami isi, topik dan makna yang tersirat dalam beberapa paragraf atau wacana. Jumlah soal untuk bagian ini sebanyak 20 soal.
  • Bagian ketiga, peserta tes diminta untuk memahami arti atau sinonim beberapa kata dalam bacaan. Jumlah soal untuk bagian ini sebanyak 20 soal.

Pada umumnya, waktu yang dialokasikan untuk mengerjakan soal qira’ah adalah 30-40 menit dengan jumlah soal keseluruhan 50 soal. Oleh karenanya, peserta diminta untuk dapat memanfaatkan waktu yang terbatas tersebut untuk menjawab soal-soal dengan baik dan benar.

Tarakib

sunting

Sama dengan bagian istima’ dan qira’ah, tarakib pun juga terbagi menjadi beberapa bagian:

  • Bagian pertama, peserta tes diminta untuk melengkapi kalimat dengan ungkapan atau struktur yang sesuai. Jumlah soal untuk bagian pertama ini sebanyak 20 soal.
  • Bagian kedua, peserta dituntut untuk mampu memahami dan menganaisis penggunaan kata, ungkapan dan struktur yang salah dalam sebuah kalimat. Jumlah soal untuk bagian ini terdapat 10 soal.
  • Bagian ketiga, peserta diminta untuk memahami penggunaan, kedudukan i’rab, derivasi, bentuk kata dan istilah-istilah seputar nahwu dan sharaf. Jumlah soal untuk bagian ini sebanyak 10 soal.

Untuk bagian tarakib waktu yang dialokasikan adalah sekitar 30 – 40 menit. Dengan jumlah soal keseluruhan 40 soal. Jadi peserta tes dapat mengalokasikan waktu selama satu menit untuk mengerjakan sebuah soal.

Pranala luar

sunting