Pembuatan profil DNA

(Dialihkan dari Tes DNA)

Pembuatan profil DNA (bahasa Inggris: DNA profiling), juga dikenal sebagai penyidikan genetik/DNA atau penyidikjarian genetik/DNA (genetic/DNA fingerprinting), adalah suatu pengujian forensik yang melibatkan teknik biologi molekuler untuk mendapatkan profil DNA sejumlah materi uji yang merupakan bahan biologis. Profil DNA ini biasa disebut sebagai sidik jari DNA (DNA fingerprint). Melalui suatu alur penalaran tertentu, profil DNA dari berbagai sumber dapat dicocokkan untuk menunjukkan keterkaitan biologis berbagai materi uji, sehingga dapat mendukung suatu pembuktian forensik.

Penampilan khas uji DNA. Dua kolom paling kiri dan kanan adalah penunjuk ukuran (panjang) berkas DNA. Enam kolom di tengah berasal dari enam individu yang berbeda. Terlihat variasi ukuran berkas-berkas DNA yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Kasus yang paling umum memperoleh keuntungan dari pengujian DNA adalah penentuan orang tua atau penyelidikan pemerkosaan/pembunuhan. Namun demikian, penerapan teknik ini juga dipakai untuk materi uji dari hewan maupun tumbuhan, khususnya bila keduanya dapat masuk dalam skenario pembuktian, seperti dalam kasus penyelundupan atau narkotika.[1]

Metode pengujian ini pertama kali dilaporkan pada publikasi 1986 oleh Sir Alec Jeffreys dari Universitas Leicester, Inggris;[2][3] konon penemuannya terjadi secara kebetulan. Teknik ini dikomersialkan pada tahun 1987 ketika perusahaan teknik kimia ICI membuka pusat pengujian DNA di Inggris. Metode ini sekarang menjadi prosedur forensik rutin di banyak negara.

Kerangka pemikiran

sunting

Prinsip dasar pengujian DNA adalah pencocokan data (genetik) sebelum dan sesudah kejadian yang diselidiki. DNA adalah molekul yang stabil dan tidak mudah terurai oleh gangguan fisik atau kimia. Selain itu, DNA yang dimiliki oleh suatu individu selalu sama profilnya, tidak peduli dari bagian tubuh mana sampel diambil, asalkan terdapat sel tubuh terikut pada sampel tersebut. Ini memberikan keunggulan uji DNA daripada sidik jari ataupun sidik gigi dalam kasus yang melibatkan bagian-bagian tubuh yang terpencar.

Tergantung dari kasusnya, sampel-sampel tersebut dapat dikumpulkan dari tempat kejadian perkara (TKP), dari tubuh korban serta tersangka (suspect) maupun barang pribadinya (seperti sikat gigi atau sisir pribadi), dari kerabat vertikal (kakek, nenek, orang tua kandung, anak kandung maupun tiri tetapi bukan anak angkat, serta cucu) maupun horizontal (saudara kandung atau tiri), atau dari bank sampel (seperti bank sperma atau bank jaringan) yang menyimpan jaringan pihak-pihak yang terlibat. Sampel hewan juga diperoleh dengan cara mirip manusia, sedangkan sampel tumbuhan diambil dari sisa tumbuhan yang menjadi barang bukti.

Untuk melakukan profiling DNA harus dilakukan ekstraksi DNA dari sampel materi uji. Sumber yang paling umum adalah ekstrak atau sisa dari tubuh manusia, seperti darah, sperma, kulit, sisa jaringan epitel dari ludah atau dinding mulut, pangkal rambut yang membawa sel kulit, dan sebagainya.

Profil-profil DNA dari berbagai sampel akan dicocokkan sesuai dengan alur pembuktian yang akan dibangun dan metode profiling (penanda genetik) yang digunakan. Pada kasus yang melibatkan jasad yang mati, sampel-sampel yang diambil dari barang pribadi atau kerabat korban serta terduga pelaku (sebagai barang bukti ante mortem atau "sebelum kematian") akan dicocokkan dengan sampel-sampel yang diambil dari TKP, bagian jasad korban, atau tubuh terduga pelaku (sebagai barang bukti post mortem atau "setelah kematian").

Profil DNA merupakan barang bukti sekunder, yang akan dipakai untuk mendukung barang bukti primer (yaitu sidik jari dan sidik gigi).

Prosedur

sunting

Sampel jaringan biologis yang mengandung sel diproses untuk diekstrak DNA-nya. DNA merupakan molekul yang relatif stabil, tidak cepat terurai meskipun sel-sel yang membawanya telah mati. Dengan demikian, penggunaannya sebagai alat forensik dapat diandalkan. Pada teknik profiling selain RFLP, sejumlah sangat kecil DNA sudah mencukupi untuk dilakukannya pengujian.

 
Diagram pengujian DNA untuk penentuan ayah genetis. X adalah sampel ibu, Z adalah sampel anak, dan Y* adalah sampel terduga ayah. Z memiliki alel dari X dan Y*, mengindikasikan bahwa Y* adalah ayah genetisnya.

DNA yang telah dimurnikan akan dipaparkan pada teknologi penanda (marker/marka) genetik tertentu untuk melihat pola-pola khas yang dimiliki oleh setiap individu. Karena DNA bersifat baka dan semua sel pada satu individu berasal dari zigot yang sama, pola-pola penanda ini tetap sama untuk semua bagian tubuh dan relatif tidak berubah sampai individu tersebut mati. Pola-pola inilah yang disebut sebagai profil DNA atau sidik jari DNA (DNA fingerprint, karena mirip fungsinya sebagai penciri khas individu seperti sidik jari). Teknologi penanda genetik yang baik adalah yang "kodominan", maksudnya adalah dapat membedakan berkas DNA asal tetua betina (ibu) dari berkas DNA asal tetua jantan (bapak). Penanda genetik yang memiliki ciri ini contohnya adalah RFLP, STR atau SSR (mikrosatelit), dan SNP.

Pola-pola penanda orang-orang yang berkerabat akan memiliki derajat kemiripan lebih tinggi daripada yang tidak berkerabat. Lebih jauh lagi, mengingat bahwa setiap individu memiliki separuh DNA dari ayah dan separuh dari ibunya, dapatlah dipastikan adanya hubungan kekerabatan di antara sampel-sampel.

Uji kekerabatan

sunting

Termasuk dalam uji kekerabatan misalnya adalah penentuan tetua (paternity test) dan identifikasi korban (tewas).

Forensik kriminal

sunting

Kasus kriminalitas yang dapat dibantu dengan uji DNA forensik misalnya adalah pemerkosaan, pembunuhan dengan perusakan tubuh korban (misalnya mutilasi), dan penculikan bayi.


Rujukan

sunting
  1. ^ Zaya DN, Ashley MV. 2012. Plant genetics for forensic applications. Methods Mol Biol. 2012; 862:35-52. doi: 10.1007/978-1-61779-609-8_4
  2. ^ Joseph Wambaugh, The Blooding (New York: A Perigord Press Book, 1989), 83.
  3. ^ Jeffreys A.J., Wilson V., Thein S.W. (1984). "Hypervariable 'minisatellite' regions in human DNA". Nature 314: 67–73. DOI:10.1038/314067a0.