Teguh Santosa adalah seorang penulis cerita bergambar asal Indonesia. Trilogi 'Shandora' merupakan karya Teguh yang sangat terkenal.Teguh Santosa lahir di Gondanglegi, Malang, pada tahun 1942 dan meninggal karena penyakit kankernya 25 Oktober tahun 2000 di rumahnya, di Kepanjen-Malang. Semasa hidupnya Teguh adalah seorang cergamis yang produktif. Cergam pertamanya diterbitkan tahun 1966, sampai menjelang tahun 2000 Teguh menghasilkan tidak kurang dari 92 judul cergam dan komik strip, serta 12 judul novel, dan itu belum terhitung dengan pasti jumlah halaman cergam yang dibuat karena jumlah jilid per judulnya sangat bervariasi. Sebagian besar karyanya ber-genre roman sejarah dan dongeng klenik, serta wayang dan dongeng anak-anak. Ada juga beberapa judul silat dan horor. Sedangkan 12 novelnya bertema silat.[1][2] [3]

Teknik

sunting

Almarhum Teguh Santosa dengan keterbatasan teknik cetak dan alat-alat gambarnya ternyata mampu berkarya secara eksploratif dan inspiratif pada masanya. Namun bagi seorang seniman memang tak ada yang tak mungkin.

Sebagai cergamis lawas, Teguh tampaknya memang mempunyai wawasan cukup luas. Dalam karyanya sering muncul ungkapan-ungkapan yang diambilnya dari dunia sastra, atau memasukkan background music klasik sebagai inspirasinya. Eksperimen semacam ini tidak biasa pada zaman itu. Teguh sadar, sebagai cergamis tugasnya adalah menghibur pembacanya, tentu saja dengan jenis cerita yang dipilihnya ‘sang pendongeng’ haruslah cerdas dan punya wawasan luas, agar ceritanya logis dan masuk akal. Istilah moderennya ‘make real’, agar pembaca merasa seolah cerita yang dibacanya memang pernah terjadi.

Teknik chiaroschuro yang dipakai Teguh merupakan puncak kreatifitasnya sebagai seorang cergamis. Pada masa itu tidak banyak yang mampu mengembangkan teknik ini, bahkan pada masa komik modern sekarang ini. Teknik ini memungkinkan tampilan panel-panelnya terasa hidup dan bersuasana.

Sedangkan dari sisi desain, rupanya Teguh juga berusaha menampilkan adegan-adegan filmis yang dijaman  sekarangdikenal sebagai mise-en-scene, dimana cergamis ini meng-komposisi adegan seperti layaknya sebuah setting di atas panggung lengkap dengan karakter, blocking danproperties.

Sekuensial dalam komik tetaplah hal penting, karena merupakan bagian dari hiburan itu sendiri. Tanpa sekuen-sekuen menarik sebuah komik akan terasa kering. Biarpun bidang gambar yang diolah cukup kecil, cergamis tetap harus mampu memanfaatkannya semaksimal mungkin. Kemampuan artistik seorang cergamis ditantang untuk mengeksplorasi ruang sempit.

Referensi

sunting
  1. ^ Santosa, T. (1970). Kraman. Jakarta: UP Sastra Kumala.
  2. ^ Lent, J. A. (2015). Asian Comics. Misisippi: University Press of Mississippi.Mateu-Mestre, M. (2010). Frame Ink-Drawing and Composition for Visual Storytellers. Design Studio Press.
  3. ^ Masdiono, T,(2016).MEMAHAMI SISI SEKUENSIAL CERGAM,Studi Kasus Cergam “Kraman” Karya Teguh Santosa.(Laporan Riset Teguh Santosa di STDI)

Pranala luar

sunting