Tawau

kota di Malaysia

Tawau (Standard Malay: [ˈta wau]), sebelumnya dikenal sebagai Tawao, adalah ibu kota Distrik Tawau di Sabah, Malaysia. Ini adalah kota terbesar ketiga[note 1] di Sabah, setelah Kota Kinabalu dan Sandakan. Kota ini terletak di Semenanjung Semporna di pantai tenggara negara bagian di pusat administratif Divisi Tawau, yang berbatasan dengan Laut Sulu di sebelah timur, Laut Sulawesi di sebelah selatan di Teluk Cowie[note 2] dan berbatasan dengan Kalimantan Utara, Indonesia. Kota ini diperkirakan berpenduduk sebesar 113,809 pada tahun 2010,[2] sementara seluruh wilayah kotamadya tersebut berpenduduk 397.673 jiwa (termasuk 47.466 jiwa di Kalabakan, yang kemudian dimekarkan menjadi distrik tersendiri).[2][note 3] Wilayah kotamadya ini memiliki populasi 372.615 jiwa pada Sensus 2020.[3]

Tawau
Bandar Tawau
Transkripsi Lainnya
 • Jawiتاواو‎
 • Mandarin斗湖
Dǒuhú (Hanyu Pinyin)
Dari atas, kiri ke kanan:
Tanda kota, Pemandangan udara ke arah pusat kota, Pemandangan udara ke arah Teluk Cowie
Bendera Tawau
Lambang resmi Tawau
Motto: 
Bumi Peladang
Tawau di Malaysia
Tawau
Tawau
   Tawau di    Malaysia
Koordinat: 04°15′30″N 117°53′40″E / 4.25833°N 117.89444°E / 4.25833; 117.89444
Negara Malaysia
Negara bagian Sabah
DivisiDivisi Tawau
DistrikDistrik Tawau
Kekaisaran BruneiAbad ke-15–1658
Kesultanan Sulu1658–1882
Kesultanan Bulungan1750
Didirikan1893
Ditetapkan oleh North Borneo Chartered Company1898
Kotamadya1 Januari 1982
Pemerintahan
 • Presiden DewanPang Pick Lim @ Joseph
Luas
 • Kota kecil55,9 km2 (216 sq mi)
 • kotamadya2.240 km2 (860 sq mi)
Ketinggian8 m (26 ft)
Populasi
 (Sensus 2020)
 • Kota kecil372.615
 • Kepadatan670/km2 (1,700/sq mi)
Zona waktuUTC+8 (MST)
 • Musim panas (DST)Tidak diamati
Kode pos
91000
Kode area telepon089
Plat kendaraanET (1967-1980), ST (1980-2018), SW (2019-sekarang)
Situs webmpt.sabah.gov.my

Sebelum berdirinya Tawau, wilayah di sekitarnya merupakan subyek perselisihan antara wilayah pengaruh Inggris dan Belanda. Pada tahun 1893, kapal dagang Inggris pertama berlayar ke Tawau, menandai dibukanya pelabuhan laut kota tersebut. Pada tahun 1898, Inggris mendirikan pemukiman di Tawau. North Borneo Chartered Company (BNBC) mempercepat pertumbuhan populasi pemukiman dengan mendorong imigrasi orang Tionghoa. Sebagai konsekuensi dari pendudukan Jepang di Borneo Utara, pasukan Sekutu mengebom kota tersebut pada pertengahan tahun 1944, meratakannya dengan tanah. Setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, 2.900 tentara Jepang di Tawau menjadi tawanan perang dan dipindahkan ke Jesselton. Tawau dibangun kembali setelah perang, dan pada akhir tahun 1947, perekonomian dipulihkan ke status sebelum perang. Tawau juga merupakan titik konflik utama selama konfrontasi Indonesia–Malaysia dari tahun 1963 hingga 1966. Selama periode tersebut, garnisun tersebut dijaga oleh Special Boat Section Inggris, dan dijaga oleh Kapal Perusak dan pesawat tempur Australia. Pada bulan Desember 1963, Tawau dibom dua kali oleh Indonesia dan penembakan terjadi di perbatasan internasional Tawau-Pulau Sebatik. Orang Indonesia ditemukan mencoba meracuni pasokan air kota. Pada bulan Januari 1965, jam malam diberlakukan untuk mencegah penyerang Indonesia melakukan kontak dengan orang Indonesia yang tinggal di kota itu. Sementara pada bulan Juni 1965, upaya invasi lain oleh pasukan Indonesia berhasil dihalau oleh pemboman oleh kapal perusak Australia. Konflik militer akhirnya berakhir pada bulan Desember 1966.

Di antara tempat wisata yang ada di Tawau adalah: the Tawau International Cultural Festival, Tawau bell tower, Makam Perang Jepang, Tugu Peringatan Konfrontasi, Museum Teck Guan Cocoa, Tawau Hills National Park, Bukit Gemok, dan Tawau Tanjung Markets. Kegiatan ekonomi utama kota ini adalah: perkebunan kayu, kakao, kelapa sawit, dan budidaya udang.

Sejarah

sunting

Sejarah Tawau tidak diketahui dengan jelas terutama sebelum tahun-tahun 1890-an. Bagaimanapun Tawau telah memiliki penduduk dengan sebuah perkampungan kecil nelayan dengan 200 orang penduduk pada tahun 1898. Pada saat itu Tawau berada di bawah kekuasaan Kesultanan Sulu. Dalam satu perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 22 Januari ??, Kesultanan Sulu menyerahkan kawasan di sekitar Tawau yang ada sekarang kepada pihak Inggris.

Tawau menjadi sebagian kawasan jajahan orang-orang Inggris melalui Perusahaan Borneo Utara. Menurut catatan The North Borneo Annual Volume (1955-1965) menyatakan sistem administrasi bermula pada tahun 1898, menuruti langkah-langkah pihak Perusahaan Borneo Utara membuka sebuah pos di Tawau dan seterusnya mengadakan dasar-dasar administrasi pemerintahan setempat di situ.

Untuk menghindarkan salah paham dengan pihak Belanda yang memerintah Hindia Belanda pada masa tersebut tidak, disebabkan Tawau berbagi perbatasan dengan Indonesia, pihak pemerintahan Inggris telah mengambil langkah-langkah untuk menetapkan perbatasan. Ini disebabkan perbatasan asal bagi kawasan yang telah diserahkan kepada pihak Inggris oleh kedua Sultan Brunei dan Sultan Sulu ialah di bawah Sungai Sibuco/Sungai Sebuku berdekatan dengan Tarakan (Indonesia) yang mana kawasan tersebut termasuk di bawah pemerintahan Belanda yang saat itu telah menghuni kawasan tersebut. Menyusul hal itu suatu komite perbatasan telah didirikan pada tahun 1912 yang terdiri dari pegawai-pegawai dari Britania Raya dan Belanda.

Sebuah Laporan Bersama telah disediakan beserta dengan peta dan ditandatangani oleh komite masing-masing di Tawau pada tanggal 17 Februari 1913. Kemudian menurut protokol di antara Britania Raya dan Belanda yang telah ditandatangani di London pada tanggal 28 September 1915, kedua pemerintahan tersebut mengesahkan laporan bersama dan peta tersebut.

Geografi

sunting

Daerah Tawau meliputi kawasan seluas 6.125 km persegi atau 612.506 hektare. Kota ini berbagi perbatasan dengan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Indonesia di selatan serta dikelilingi Laut Sulu di timur dan Laut Sulawesi di selatan.

Tawau mempunyai 10 mukim dan 81 kampung yang terhimpun dalam dua kawasan parlemen dan enam Dewan Undangan Negeri (DUN). Parlemen Tawau melingkupi DUN Sri Tanjung, Apas dan Balung sementara Parlemen Kalabakan melingkupi Merotai, Tanjung Batu dan Sebatik. Dahulu berada dalam satu kawasan parlemen (dapil DPR) dengan 4 Dewan Undangan Negeri (dapil DPRD) Sabah yaitu Balung, Merotai, Sri Tanjung dan Kalabakan.

Perekonomian

sunting
 
sebuah truk sedang membawa kayu

Pada 1993, ada 40 pabrik pengolahan kayu dan sejumlah pabrik penggergajian. Pelabuhan Tawau adalah pintu gerbang ekspor dan impor utama untuk kayu terutama dari Kalimantan Utara. [4][5] Sebuah barter trade telah diresmikan antara Kalimantan Kalimantan Utara dan Sabah dengan penciptaan Tawau Barter Trade Association (BATS) pada tahun 1993. Asosiasi menangani perdagangan tunai berbasis bahan baku dari Indonesia, tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah berfokus pada industri kayu. Selain kayu, sejak Inggris mengakhiri ekspor secara tradisional adalah rempah-rempah, kakao dan tembakau.[6] Sarang burung dipanen di Baturong, Sengarung, Tepadung dan Gua Madai oleh suku Idahan.[7][8][9] Tawau adalah salah satu produsen kakao top di Malaysia, dan dunia bersama dengan Pantai Gading , Ghana dan Indonesia.[9]

Demografi

sunting

Hingga 2000, populasi Tawau diperkirakan berjumlah kira-kira 304.888 jiwa.

Statistik Populasi (Sensus 1991)
Jumlah

245.000

Wanita 114.416
Pria 130.312
 
Melayu 11.516
Dusun 921
Kadazan 2.808
Bugis Warga Indonesia Mayoritas
Bajau 17.094
Murut 1.529
Bumiputera Lain 24.946
Tionghoa 35.097
Orang Indonesia 55.057
Bukan Bumiputera Lain 3.727
 
Jumlah Warganegara Malaysia 152.695
Jumlah Warganegara Bukan Malaysia 92.033
 
Sebaran Populasi 14,1%
Kepadatan Penduduk 40/km²

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Malaysia Elevation Map (Elevation of Tawau)". Flood Map : Water Level Elevation Map. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 August 2015. Diakses tanggal 22 August 2015. 
  2. ^ a b "Total population by ethnic group, Local Authority area and state, Malaysia, 2010" (PDF). Department of Statistics Malaysia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 14 November 2013. Diakses tanggal 14 September 2013. 
  3. ^ Dept. of Statistics Malaysia (web).
  4. ^ Krystof Obidzinski (2006). Timber Smuggling in Indonesia: Critical Or Overstated Problem? : Forest Governance Lessons from Kalimantan. CIFOR. hlm. 16 & 28. ISBN 978-979-24-4670-8. 
  5. ^ Yvonne Byron (1995). In Place of the Forest; Environmental and Socio-Economic Transformation in Borneo and the Eastern Malay Peninsula. United Nations University Press. hlm. 219–. ISBN 978-92-808-0893-3. 
  6. ^ "Wayback Machine". web.archive.org. 2010-12-21. Archived from the original on 2010-12-21. Diakses tanggal 2020-06-12. 
  7. ^ Madeline Berma; Junaenah Sulehan; Faridah Shahadan (1–3 December 2010). ""White Gold": The Role of Edible Birds' Nest in the Livelihood Strategy of the Idahan Communities in Malaysia" (PDF). National University of Malaysia. Massey University. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-08-26. Diakses tanggal 11 April 2014. 
  8. ^ Liz Price (27 September 2009). "Local tribesfolk nestling among the Madai Caves". The Brunei Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 April 2014. Diakses tanggal 11 April 2014. 
  9. ^ a b K. Assis, A. Amran, Y. Remali and H. Affendy (2010). "A Comparison of Univariate Time Series Methods for Forecasting Cocoa Bean Prices" (PDF). Universiti Malaysia Sabah. World Cocoa Foundation. ISSN 1994-7933. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-04-13. Diakses tanggal 11 April 2014. 


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "note", tapi tidak ditemukan tag <references group="note"/> yang berkaitan