Tarsius niemitz atau Bunsing, adalah salah satu species tarsius yang teridentifikasi pada tahun 2019 berasal dari Kepulauan Togian, Teluk Tomini, Sulawesi Tengah. Nama spesies ini diberikan untuk mengenang Carsten Niemitz, seorang peneliti evolusi asal Jerman, bersama muridnya Alexandra Nietsch yang pertama kali mengidentifikasikan secara formal populasi tarsius di Kepulauan Togian, berdasarkan informasi dari penjabat pemerintah bernama Rolex Lameanda.[3][1]

Bunsing[1]
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Domain: Eukaryota
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Primata
Subordo: Haplorhini
Famili: Tarsiidae
Genus: Tarsius
Spesies:
T. niemitzi
Nama binomial
Tarsius niemitzi
Shekelle, Groves, Maryanto, Mittermeier, Salim & Springer, 2019

Sejarah identifikasi

sunting
 

Tarsius ini ditemukan di semua pulau di Kepulauan Togean, kecuali Pulau Una-Una. Populasi tarsius di Kepulauan Togean ini pertama kali diidentifikasikan sebagai spesies oleh Nietsch dan Niemitz tahun 1993. Studi lanjutan oleh Nietsch dan Kopp (1998), Nietsch (1999) dan Shekelle et al. (1997) mendukung hipotesa tarsius dapat dibedakan oleh panggilan suara kawin (mating call) oleh Shekelle dan Leksono pada tahun 2004, ada kemungkinan 16 species tarsius yang berbeda termasuk populasi Togean. Ini dikarenakan tarsius jantan dan betina saling menyahut membentuk duet sehingga panggilan suara kawin ini disebut "panggilan duet" (duet call), dan rekaman dari spesies berbeda belum tentu ditanggapi. Studi genetis oleh Shekelle 2003 juga semakin mendukung adanya identifikasi spesies baru dengan kerabat terdekatnya Tarsius lariang.[1]

Karakteristik

sunting

Bunsing memiliki besar yang hampir sama dengan spesies tarsius lainnya kecuali Tarsius pumilus dan Tarsius sangirensis, berat betina sekitar 104-110 g, dan jantan 125-138 g. Panjang betina sekitar 245-261 mm dan jantan 246-258 mm. Warna kulitnya coklat gelap seperti Tarsius dentatus terutama ekornya. Warna rambutnya (pelage) cukup gelap dengan bulu di wajahnya berwarna abu-abu gelap. Ekornya memiliki kuncung dan tetap berbulu berbeda dengan spesies tarsius di pulau terpencil yang berekor botak.[1]

Struktur panggilan duet Tarsius niemitz merupakan yang paling sederhana, satu panggilan dari betina akan direspon oleh dua hingga tiga panggilan jantan. Selain itu populasi tarsius Togean ini berbeda dengan populasi tarsius lainnya, dimana mereka akan menanggapi semua putar balik dari rekaman panggilan spesies tarsius lainnya. Panggilan betina merupakan nada kebawah dengan frekuensi maksimum 13 kHz dan minimum 6 kHz dengan durasi 0,5 detik, panggilan ini akan diulangi setiap 1,5 detik. Panggilan jantan menyerupai panggilan betina yang terkompresi dengan frekuensi maksimum 10-11 kHz dan minimum 5 kHz dengan durasi 0,15 detik. Panggilan ini dilakukan dua hingga tiga kali menanggapi panggilan betina dengan frekuensi semakin meningkat.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e Shekelle, Myron; Groves, Colin P.; Maryanto, Ibnu; Mittermeier, Russell A.; Salim, Agus; Springer, Mark S. (2019). "A new tarsier species from the Togean Islands of Central Sulawesi, Indonesia, with references to Wallacea and conservation on Sulawesi" (PDF). Primate Conservation. 33: 1–9. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-02-10. 
  2. ^ Shekelle, M. (2020). "Tarsius niemitzi". The IUCN Red List of Threatened Species. IUCN. 2020: e.T162337005A171341769. Diakses tanggal 6 December 2021. 
  3. ^ "For Indonesia's newest tarsier, a debut a quarter century in the making". Mongabay Environmental News (dalam bahasa Inggris). 2019-10-08. Diakses tanggal 2024-01-30.