Eisa (エイサー) adalah tari tradisional Okinawa yang terutama dipertunjukkan pada masa perayaan Obon. Di daratan Jepang, tarian perayaan Obon disebut Bon Odori.

Eisa dari kelompok pemuda Seragaki di Onna.

Pemuda-pemudi di setiap komunitas penduduk di Okinawa membentuk kelompok-kelompok eisa yang masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Pada malam perayaan Obon, grup-grup eisa menyambut kedatangan kembali arwah leluhur ke dunia (Unke, ウンケー), dan mengantarkannya kembali seusai perayaan Obon (Ukui, ウークイ). Pemuda-pemudi berkeliling menarikan eisa di jalan-jalan sekitar tempat tinggal mereka sambil diiringi lagu dan musik. Bergantung kepada daerahnya, kesenian ini disebut juga yaisaa (ヤイサー), ensaa (エンサー), shichiguwachi mooi (七月舞), atau ninbuchi maai (念仏廻り). Eisa umumnya dibawakan oleh puluhan pemuda-pemudi yang terdiri dari 7-8 orang pemain ōdaiko, sekitar 20 orang pemain shimedaiko atau paaranku, dan para pemudi sebagai penari.[1]

Sebagian besar organisasi pemuda-pemudi di Okinawa bagian tengah membentuk taiko eisa yang menggunakan taiko berukuran besar atau disebut ōdaiko (大太鼓) dan taiko berukuran sedang yang disebut shimedaiko (締太鼓). Namun di Yonashiro dan Katsuren, eisa menggunakan paaranku (パーランクー) atau taiko berukuran kecil dengan membran pada kedua sisinya dan dipegang memakai kedua belah tangan. Di Okinawa bagian utara terdapat teodori (手踊り) yang merupakan bentuk tertua eisa dan tidak diiringi taiko.

Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, grup-grup eisa yang menyebut diri sebagai eisa kreatif atau sōsaku eisa (創作エイサー) menjadi populer setelah mengadopsi berbagai bentuk eisa. Mereka mengubah eisa menjadi sebuah seni pertunjukan dengan memasukkan unsur-unsur musik pop, serta ditampilkan dengan memakai kostum-kostum unik.

Etimologi

sunting

Kata eisa berasal dari seruan "eisa, eisa, hiyagaeisaa" sewaktu menyanyikan lagu Nenbutsu dari aliran Jōdo-shū. Kata eisa juga kemungkinan berasal dari kata esaomoro dalam antologi lagu kuno Kepulauan Ryukyu Omoro Sōshi (omoro berarti lagu).

Sejarah

sunting

Pada zaman Edo, biksu Jōdo-shū kelahiran wilayah Tohoku bernama Taichū Jōjin tiba di Kerajaan Ryukyu atas undangan Raja Shō Nei. Taichū Jōjin menetap di Shuri selama tiga tahun dari tahun 1603 hingga 1606 untuk menyebarkan agama Buddha. Taichū Jōjin memperkenalkan pelafalan Nenbutsu di Ryukyu, mulai dari keluarga kerajaan dan kalangan bangsawan. Asal usul eisa adalah Nenbutsunyaa (念仏にゃー) atau Ninbuchaa yang melafalkan nama Buddha (Nenbutsu) pada upacara pemakaman atau upacara peringatan hari meninggalnya seseorang. Pada pertengahan abad ke-18, di permukiman-permukiman penduduk di Shuri terdapat tradisi takuhatsu yang dilakukan Ninbuchaa untuk mengenang arwah leluhur sewaktu menyambut perayaan Obon.

Pada zaman Meiji, eisa meluas di kalangan rakyat dalam bentuk eishō (nyanyian) nenbutsu yang dibawakan oleh pemuda warga desa. Unsur-unsur musik rakyat setempat eisa banyak dimasukkan ke dalam eisa sejalan dengan mulai dikenalnya eisa oleh penduduk bagian tengah hingga utara Pulau Okinawa dan kemudian oleh seluruh penduduk Prefektur Okinawa. Sebelum Perang Dunia II, eisa jarang menggunakan taiko. Eisa waktu itu umumnya ditarikan dengan pakaian sehari-hari seperti yukata dan tenugui sebagai penutup kepala.[2] Kesenian nenbutsunyaa punah hampir seluruhnya sekitar akhir zaman Taisho.

Eisa berubah secara besar-besaran dalam hal gaya berkesenian seusai Perang Dunia II, dimulai dari Kota Okinawa dan bagian tengah Pulau Okinawa. Bagian tengah Pulau Okinawa yang berpusat di Kota Okinawa mengalami pertambahan pesat penduduk usia muda. Kontes Eisa Seluruh Okinawa (Zentō Eisa Concours) yang sekarang bernama Okinawa Zento Eisa Matsuri pertama kali diselenggarakan pada tahun 1956 di Kota Koza[3] yang berada di bagian tengah Pulau Okinawa (sekarang termasuk wilayah Kota Okinawa). Dimulai sejak Kontes Eisa Seluruh Okinawa yang pertama, eisa yang dibawakan organisasi pemuda di Okinawa tengah mulai memasukkan unsur-unsur seni pertunjukan. Eisa dibawakan di hadapan penonton oleh para penari yang mengenakan kostum mencolok dan membawa taiko. Meskipun demikian, bentuk tradisional eisa masih bertahan di bagian utara Pulau Okinawa seperti di Kota Nago dalam bentuk teodori.

Grup-grup eisa yang dipimpin oleh seniman kelahiran Okinawa bermunculan di seluruh Jepang pada dekade 1990-an. Eisa lalu meluas tidak hanya di kalangan orang kelahiran Okinawa, grup-grup eisa yang bukan berasal dari Okinawa mulai bermunculan. Eisa juga ditarikan di luar Jepang, seperti di Amerika Serikat, Prancis.

Formasi

sunting

Peran anggota dalam taiko eisa

sunting
 
Taikouchi / teekuuchi yang menari sambil memukul taiko.

Mayoritas eisa di Prefektur Okinawa adalah taiko eisa. Distrik Nakagami dan Kota Okinawa dan Semenanjung Katsuren adalah tempat berasal grup-grup taiko eisa yang terkenal di Okinawa. Sebuah grup taiko eisa memiliki anggota sebanyak puluhan orang hingga kadang-kadang lebih dari seratus orang.

  • Hatagashira (旗頭) adalah sebutan untuk anggota pembawa bendera yang berada di barisan paling depan. Bendera dipasang di tiang bambu, tingginya tiga hingga empat meter, dan bertuliskan nama tempat asal grup eisa. Bila terjadi eisa oorasee (エイサーオーラセー) atau berpapasannya dua grup eisa, bendera diangkat tinggi-tinggi untuk menunjukkan nama kelompok, atau bendera dibenturkan ke bendera lawan.
  • Taikouchi (太鼓打ち) atau teekuuchi (テークウチ) adalah sebutan untuk pria yang menari sambil membawa taiko. Tiga jenis taiko yang umum dipakai adalah ufudeekuu (大太鼓) yang berdiameter sekitar 50 cm dan sering dipakai di pentas Bon Odori, shimedeekuu (締太鼓) yang berdiameter sekitar 30 cm, dan paranku (パーランクー) yang hanya memiliki membran di satu sisi (diameter sekitar 20 cm). Bergantung tempat asalnya, ada grup taiko yang hanya memakai taiko ukuran kecil (paranku) atau hanya taiko ukuran besar (ufudeekuu) dan sedang (shimedaiko). Penari taiko memakai penutup kepala yang disebut zukin (mansaaji). Seragam kelompok berupa uchikake dan haori, serta knickerbockers atau celana putih yang panjangnya selutut berikut penutup betis belang-belang hitam putih. Tabi dikenakan sebagai alas kaki. Di Semenanjung Katsuren penari memakai kostum yugyōzō yang mirip pakaian biksu: pakaian dalam berwarna putih dan kimono berwarna hitam.
  • Teodori (手踊り) atau timooi (ティモーイ)/teemooyaa (テーモーヤー) adalah sebutan untuk penari wanita yang tidak membawa apa-apa, dan ditampilkan sebagai pendamping penari pria pembawa taiko. Bergantung kepada daerahnya, penari wanita ada yang membawa peralatan tari seperti yotsutake (yuchidaki) dan tenugui (tisaji), atau kipas lipat (sensu). Seperti penari pria pembawa taiko, penari wanita juga memakai kimono dari kain kasuri.
  • Jiutai (地謡) atau jigata/jiutee adalah sebutan kelompok penyanyi dan pemusik yang memainkan shamisen. Kelompok ini berada pada barisan paling belakang. Anggotanya terutama berasal dari tetua atau warga senior/orang terkenal dari daerah tempat grup eisa berasal. Di dalam kelompok ini biasanya ada dua hingga enam orang jiutai. Pada zaman dulu, kelompok jiutai berjalan kaki. Namun sekarang ini, jiutai banyak yang menaiki kendaraan seperti mobil bak terbuka.
  • Chondara (京太郎) atau disebut sanajaa, sandaa, dan sanraa (三郎) adalah sebutan untuk penari pria yang wajahnya dirias putih, dan memukul taiko dengan gagahnya sambil berperan sebagai badut di samping penari teodori. Mereka juga kadang-kadang berperan sebagai pengatur barisan para anggota. Chondara dulunya adalah sebutan untuk kesenian nenbutsu yang berasal dari Pulau Honshu, tetapi sejak dulu sudah menjadi bagian penting dalam eisa.

Referensi

sunting
  1. ^ "エイサーとは ??". Shinjuku Eisa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-03-15. Diakses tanggal 2012-12-11. 
  2. ^ Nakatsugawa, Sachiko (2007). "Okinawa Igai no Chiiki ni Okeru Eisa Dantai ni Tsuite (沖縄以外の地域におけるエイサー団体について)". Ochanomizu no Ongaku-ronshū (9): 31–45. 
  3. ^ "What is Okinawa Zento Eisa Matsuri?". Okinawa Zento Eisa Matsuri. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-12-06. Diakses tanggal 2012-12-11. 

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting