Asura Taraka (Sanskerta: तारकासुर; Tārakāsura) adalah nama seorang raja asura (raksasa) dalam mitologi Hindu, putra Bajrangga dan Waranggi. Ia merupakan bapak bagi Tarakaksa, Kamalaksa, dan Widyumalika. Menurut Purana, Taraka terlahir untuk memberikan bencana kepada para dewa. Menurut Matsyapurana, Waranggi melahirkannya setelah mengandung selama seribu tahun. Kelahirannya ditandai oleh gempa bumi dan gelombang besar di lautan.

Tapasya Taraka

sunting

Taraka bercita-cita menaklukkan para dewa. Untuk mewujudkan cita-citanya, ia melakukan tapa (tapasya) memuja Siwa agar memperoleh kesaktian dan hidup abadi. Taraka memilih gunung Paripatra sebagai lokasi tapanya. Selama beberapa hari, ia melakukan puasa. Beberapa hari kemudian, ia hanya minum dan makan daun-daunan. Setiap hari ia memotong dagingnya sendiri untuk dipersembahkan kepada api sebagai wujud ketaatannya. Tapa yang berat tersebut membuat Dewa Siwa terkesan sehingga muncul di hadapan Taraka. Taraka memohon agarSiwa memberikannya kesaktian serta hidup abadi, tetapi permohonan untuk hidup abadi ditolak oleh Siwa sebab seluruh makhluk hidup wajib mengalami kematian. Akhirnya Taraka memohon agar ia hanya bisa dibunuh oleh anak yang berumur tujuh tahun. Permohonan tersebut pun dikabulkan oleh Siwa.

Perang melawan para dewa

sunting

Setelah Taraka sakti, ia mengerahkan tentara raksasa untuk menggempur swargaloka, kediaman para dewa. Angkatan perangnya terdiri dari ribuan gajah, kuda, kereta, dan infanteri. Ia juga menunjuk para raksasa yang kuat sebagai jendral perangnya, yaitu: Jamba, Kujamba, Mahisa, Kunjara, Mega, Kalanemi, Matana, Sumba, Jambaka, dan Nimi. Semuanya memiliki senjata yang mengerikan. Kekuatan pasukan ini diimbangi dengan pasukan para dewa yang dipimpin oleh Yama, Indra, Agni, Baruna, Candra, dan Surya.

Konon perang antara pasukan Taraka melawan pasukan para dewa sangat mengerikan. Banyak pasukan kedua pihak yang gugur. Serangan para dewa pun mengalami kemunduran. Setelah mengetahui bahwa pasukan para dewa dipukul mundur, Dewa Wisnu turun tangan. Ia membantu pasukan para dewa dan membunuh para jendral pasukan raksasa. Tak lama kemudian, Taraka terjun ke medan pertempuran. Tidak ada yang mampu mengalahkannya, sebab ia memperoleh anugrah istimewa dari Siwa. Melihat lawannya tak bisa mati, para dewa memilih untuk mundur dan menghentikan peperangan.

Kematian

sunting

Untuk membunuh Taraka, para dewa meminta bantuan Dewa Wisnu. Wisnu berkata bahwa yang akan membunuh Taraka adalah putra Dewa Siwa. Pada saat itu, istri Siwa, yaitu Sati (Daksayani), telah bunuh diri dalam yadnya dan bereikarnasi menjadi Parwati. Maka, para dewa pun berusaha membuat Siwa menikah dengan Parwati agar lahir seorang putra yang dapat membunuh Taraka. Setelah Siwa menikah dengan Parwati, lahirlah Kartikeya alias Skanda. Kartikeya dianugerahi berbagai senjata oleh para dewa, dan mereka menunjukknya sebagai pemimpin. Akhirnya, para dewa mengumumkan peperangan melawan Taraka. Taraka menyerang Kartikeya dengan berbagai senjata, tetapi tidak satu pun yang bisa membuat Kartikeya terluka. Pada serangan terakhir, Kartikeya menusuk Taraka dengan tongkatnya. Serangan tersebut mengakhiri riwayat Taraka. Para raksasa pun melarikan diri setelah melihat pemimpinnya gugur.

Pranala luar

sunting