Tanah Suci

istilah yang digunakan oleh orang Yahudi, Kristen, dan Muslim untuk menggambarkan Tanah Israel dan Palestina
(Dialihkan dari Tanah Perjanjian)

Tanah Suci (bahasa Ibrani: ארץ הקודש‎; Eretz HaQodesh ; Arab: الأرض المقدسة Al-Ard Al-Muqaddasah; bahasa Latin: Terra Sancta) adalah istilah yang merujuk pada wilayah geografis di Levant yang penting bagi agama Yudaisme, Kekristenan (baik Katolik maupun Ortodoks), Islam dan Bahá'í. Tanah Suci tidak memiliki batas yang pasti, dan kini secara kasar meliputi wilayah Israel, Palestina, dan sebagian Yordania dan Lebanon.[3] Tanah Suci telah menjadi tujuan peziarahan keagamaan sejak zaman dulu.[3]

Tanah Suci
Nama asli
bahasa Ibrani: אֶרֶץ הַקּוֹדֶשׁ
bahasa Latin: Terra Sancta
bahasa Arab: الأرض المقدسة
Peta Tanah Suci (Terra Sancta), Pietro Vesconte, 1321.[1]
JenisTempat suci
LetakKawasan di antara Sungai Jordan dan Laut Tengah
Kegunaan awal
Kegunaan saat iniTempat peziarahan utama bagi agama-agama Abrahamik

Menurut Alkitab Perjanjian Lama, tanah suci atau tanah perjanjian merupakan tanah yang Allah janjikan kepada bangsa Israel sewaktu mereka berada di Mesir.[4] Allah berjanji melalui Abraham dan keturunannya untuk memberikan tanah tersebut, yang disebut tanah Kanaan.[4] Janji tersebut tidak diberikan kepada Abraham dalam waktu yang singkat, bahkan Abraham pun belum dapat mengklaim tanah itu menjadi miliknya sewaktu ia hidup.[4] Abraham dan keturunannya, termasuk bangsa Israel, selalu menunggu penggenapan janji itu, agar hidup mereka yang selama ini nomaden dapat segera berakhir.[4]

Signifikansi

sunting

Saat ini, istilah "Tanah Suci" biasanya merujuk pada wilayah yang kini menjadi negara Israel dan Palestina modern. Umat Yahudi, Kristen, Muslim, dan Baha'i menganggapnya suci.[5]

Signifikansi tanah suci umumnya tersebut berasal dari signifikansi keagamaan Yerusalem (kota tersuci bagi Yudaisme, dan lokasi Bait Suci Pertama dan Kedua), serta signifikansi historisnya sebagai latar bagi sebagian besar kisah Alkitab, lokasi historis pelayanan Yesus, lokasi Kiblat pertama sebelum Ka'bah di Mekah dan lokasi peristiwa Isra dan Mi'raj dalam Islam, dan lokasi tempat ziarah yang paling dihormati dalam Agama Baha'i.

Kesucian tanah tersebut sebagai tujuan ziarah Kristen turut memicu Perang Salib, karena umat Kristen Eropa berusaha merebut kembali Tanah Suci dari tangan umat Muslim, yang merebutnya dari Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 630 M. Pada abad ke-19, Tanah Suci menjadi subjek pertikaian diplomatik karena tempat-tempat suci tersebut memainkan peran dalam Permasalahan Timur yang berujung pada Perang Krimea pada tahun 1850-an.

Banyak tempat di Tanah Suci telah lama menjadi tujuan ziarah bagi penganut agama Abrahamik, termasuk Yahudi, Kristen, Muslim, dan Baha'i. Para peziarah mengunjungi Tanah Suci untuk menyentuh dan melihat manifestasi fisik dari iman mereka, untuk menegaskan keyakinan mereka dalam konteks suci dengan kegembiraan kolektif,[6] dan untuk terhubung secara pribadi dengan Tanah Suci.[7]

Referensi

sunting
  1. ^ Nordenskiöld, Adolf Erik (1889). Facsimile-atlas to the Early History of Cartography: With Reproductions of the Most Important Maps Printed in the XV and XVI Centuries. Kraus. hlm. 51, 64. 
  2. ^ "Bahá'i Holy Places in Haifa and the Western Galilee". 
  3. ^ a b Schweid, Eliezer. 1985. The Land of Israel: National Home Or Land of Destiny. Terj. Deborah Greniman. Fairleigh Dickinson Univ Press. Hal. 56.
  4. ^ a b c d Karman, Yonky. 2012. Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 77.
  5. ^ "Palestine | History, People, & Religion | Britannica". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-10-23. 
  6. ^ Harris, David (2005). "Functionalism". Key Concepts in Leisure Studies. Sage Key Concepts series (edisi ke-reprint). London: Sage. hlm. 117. ISBN 978-0-7619-7057-6. Diakses tanggal 9 March 2019. Tourism frequently deploys metaphors such [as] pilgrimage [...] Religious ceremonies reinforce social bonds between believers in the form of rituals, and in their ecstatic early forms, they produced a worship of the social, using social processes ('collective excitation'). 
  7. ^ Metti, Michael Sebastian (2011-06-01). "Jerusalem - the most powerful brand in history" (PDF). Stockholm University School of Business. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-01-26. Diakses tanggal 1 July 2011.