Tan Thiam Hok
Artikel ini membutuhkan penyuntingan lebih lanjut mengenai tata bahasa, gaya penulisan, hubungan antarparagraf, nada penulisan, atau ejaan. |
Prof. DR. Dr.Tan Thiam Hok (atau Haris Otto Kamil Tanzil/ H.O.K Tanzil) (16 Juli 1923 – 19 Oktober 2017) adalah Penemu Teknik pewarnaan Tan Thiam Hok, suatu cara memeriksa kuman TBC pada manusia dan pada hewan yang dikenal sebagai tes Pewarnaan Tan Thiam Hok, sesuai dengan namanya waktu itu. Tanzil dilahirkan di Surabaya. Ia belajar di sekolah menengah Belanda, Surabaya, sampai tahun 1942 dan kemudian melanjutkan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta (1946). Setelah mencapai tingkat drs. Med., ia bekerja di bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Di tempat ini ia melakukan penelitian terhadap kuman TBC. Ternyata ia sendiri terkena penyakit tersebut sehingga harus dirawat di Sanatorium Batu, Malang (1953-1955).
Tan Thiam Hok | |
---|---|
Lahir | Tan Thiam Hok 16 Juli 1923 Surabaya, Hindia Belanda |
Meninggal | 19 Oktober 2017 | (umur 94)
Almamater | Universitas Indonesia |
Dikenal atas | Penemu teknik pewarnaan Tan Thiam Hok dalam Tes TBC |
Suami/istri | Tjan Giok Nio (Elly Chandra Tanzil) |
Anak | 3 |
Karier ilmiah | |
Bidang | Mikrobiologi |
Sekembalinya dari Batu, ia bekerja kembali di laboratorium Mikrobiologi Universitas Indonesia. Ketekunannya melakukan penelitian membuahkan karya yang kemudian dijadikannya tesis. Pada tanggal 22 Mei 1957 ia meraih gelar doktor ilmu kedokteran dari almamaternya, Universitas Indonesia. Ia kemudian mengabdikan diri pada almamaternya sampai tahun 1975. Ia menjadi anggota sejumlah organisasi, seperti Indonesian Medical Association, the Indonesian Associaton for the Advance of Sciences, dan American biographical Institute Research Association. Keanggotaannya dalam organisasi yang terakhir itu berlaku seumur hidup.
Pada tahun 2017, H.O.K Tanzil meninggal di tempat tidurnya di rumah putra ketiganya dengan damai.
Kehidupan Pribadi
suntingBersama istrinya, ia gemar mengadakan perjalanan keliling dunia untuk melewatkan masa-masa pensiunnya sebagai pegawai negeri. Hingga bulan Mei 1991, ia melakukan perjalanan ke luar negeri sebanyak 34 kali dan mengunjungi 213 negara. Ia menerbitkan 11 buku dan sekitar 50 artikel mengenai perjalanannya. Istrinya, Ellia Chandra membuka usaha jasa boga yang cukup terkenal di Jakarta (1945).[1]
Referensi
sunting- ^ Sam Setyautama, Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia, hal.387-388, Kepustakan Populer Gramedia, 2008