Taman Nasional Tambora

taman nasional di Indonesia

Taman Nasional Tambora (sering juga dinamakan Taman Nasional Gunung Tambora) adalah sebuah taman nasional yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Taman Nasional ini secara administratif termasuk dalam Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Penunjukan kawasan Taman Nasional Tambora dilakukan dengan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 111/MenLHK-II/2015 tanggal 7 April 2015. Taman nasional ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 11 April 2015, bertepatan dengan peringatan 200 tahun letusan besar Gunung Tambora pada 11 April 1815. Status kawasan sebelum menjadi taman nasional terdiri dari cagar alam seluas 23.840,81 hektare, suaka margasatwa seluas 21.674,68 hektare, dan taman buru seluas 26.130,25 hektare. Kawasan konservasi Gunung Tambora memilikikeanekaragaman hayati yang banyak. Vegetasi yang tumbuh disana terdiri dari 106 jenis pohon, 18 jenis epifit, 6 jenis herba, 39 jenis liana, dan 49 jenis perdu. Potensi wisata alam Gunung Tambora berupa panorama dari hutan daratan rendah hingga hutan pegunungan.

Taman Nasional Tambora
IUCN Kategori II (Taman Nasional)
Peta memperlihatkan letak Taman Nasional Tambora
Peta memperlihatkan letak Taman Nasional Tambora
TN Tambora
Letak di Pulau Lombok
LetakSumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia
Kota terdekatBima
Koordinat8°16′S 117°58′E / 8.267°S 117.967°E / -8.267; 117.967
Luas71.645,74 hektare (716,45 km²)
Didirikan11 April 2015
Pihak pengelolaKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Situs webtntambora.org

Landasan hukum

sunting

Awalnya, kawasan Taman Nasional Tambora ditetapkan sebagai hutan tutupan yang dipelihara. Penetapannya berdasarkan keputusan ZB Nomor 8 tanggal 12 Februari 1937 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Setelah itu, status hutan tutupan ditetapkan lagi melalui surat keputusan RB No. 45/XII/ZBZ tanggal 5 Juni 1937. Pada tahun 1979 dan 1980, batas-batas kawasan mulai diukur dan ditentukan. Kegiatan penentuan batas-batas ini selesai pada tahun 1984. Hasilnya kemudian diumumkan pada tanggal 29 Februari 1984 dan 6 Maret 1985 oleh Departemen Kehutanan dalam Berita Acara Tata Batas Kawasan. Luas wilayah ditetapkan 134.247,75 Hektare. Penataan batas fungsi kawasan diadakan pada tahun 1996 dan 1997. Dasar hukum adalah berita acara tata batas yang sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 756/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982. Isinya tentang Rencana Tata Guna Hutan Kesepakatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Keputusan ini ditegaskan kembali melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 418/Kpts-II/1999 tanggal 5 Juni 1999. Isinya tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dari hasil penataan batas fungsi, kawasan Gunung Tambora dibagi menjadi cagar alam seluas 23.840,81 Ha, suaka Margasatwa seluas 21.674,68 Ha dan taman buru seluas 26.130,25 Ha. Usulan perubahan fungsi menjadi taman nasional diberikan pada tahun 2013. Alasan pengusulan adalah destinasi pariwisata dan potensi keankeragaman hayati. Pada tanggal 7 April 2015, Taman Nasional Tambora ditetapkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK. 111/Menlhk-II/2015. Kawasan cagar alam, suaka margasatwa dan taman buru disatukan sehingga luas Taman Nasional Tambora menjadi 71.645,64 Ha.[1]

Ekosistem

sunting

Ekosistem di Taman Nasional Tambora terbagi menjadi ekosistem hutan dataran rendah, ekosistem hutan pegunungan dan ekosistem savana. Tumbuhan hidup dalam hutan musim, hutan hujan tropis dan hutan savana. Tumbuhan yang tumbuh subur di dalam wilayahnya antara lain Lepidagathis eucephala, Achyranthes bidentata, Colocasia gigantea, dan Dichrocephala chrysanthemifolia. Di dalam Taman Nasional Tambora terdapat primata, reptil, mamalia, hingga burung. Jenis burung endemiknya yaitu kakatua kecil jambul kuning. Spesies burung yang telah diketahui sedikitnya 43 jenis. Ekosistem yang beragam menjadi Taman Nasional Gunung Tambora menjadi kawasan pariwisata alam. Taman nasional ini juga dijadikan sebagai tempat wisata geologi yang mengenalkan sejarah letusan Gunung Tambora.[2]

Kawasan Taman Nasional Tambora juga dihuni oleh satwa yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi. Jenis burung yang dapat ditemukan adalah kakatua kecil jambul kuning, nuri kepala merah, kirik-kirik australia, ayam hutan hijau, srigunting, bentet kelabu, punglor kepala hitam, isap madu australia, isap madu topi sisik, alap-alap layang, dan elang bondol. Beberapa jenis mamalia yang dapat ditemui adalah rusa timor. kera abu-abu, dan babi hutan. Terdapat pula jenis reptil seperti biawak dan ular piton. Bagian dari ekosistem yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat adalah lebah madu yang diambil madu dari sarangnya.[3]

Pemanfaatan

sunting

Dalam pembagian administratif, Taman Nasional Tambora masuk dalam wilayah Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu. Wilayahnya ditetapkan sebagai Kawasan Taman Nasional pada tanggal 7 April 2015 dengan lahan seluas 71.645,74 Ha. Taman Nasional Tambora diresmikan oleh Presiden Indonesia pada tanggal 11 April 2015. Vegetasi di dalamnya menjadi sistem pendukung kehidupan satwa liar dan penduduk setempat. Kawasan Taman Nasional Tambora dibagi dalam 6 zona pengelolaan yaitu zona inti (8.400 ha), zona rimba (39.417,38 ha), zona pemanfaatan (15.677,30 ha), zona rehabilitasi (4.059,32 ha), zona tradisional (3.059,98 ha )dan zona khusus (1.030 ha). Tujuan pembagian zonasi ini untuk menjaga kelestarian ekologi pada kawasan tersebut.[4]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ KSDAE, Datin. "Gallery - Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem". ksdae.menlhk.go.id. Diakses tanggal 2021-06-14. 
  2. ^ Widiaryanto, P. dan Kineta Gisela Dionia (2015). Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Indonesia. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air. hlm. 33. 
  3. ^ "Taman Nasional Gunung Tambora, Sumbawa | Balai KSDA NTB" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-14. Diakses tanggal 2021-06-14. 
  4. ^ Hidayatullah, M. "Potensi Savana di Kawasan Gunung Tambora Pulau Sumbawa - Provinsi Nusa Tenggara Barat" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas Savana Nusa Tenggara: 227–228.