Taman Hutan Raya Abdul Latief

Taman Hutan Raya (Tahura) Abdul Latief di Sinjai Borong, Sulawesi Selatan, merupakan kawasan konservasi seluas 720 hektare yang berfungsi sebagai pusat penelitian, pengembangan, dan pelestarian keanekaragaman hayati. Terletak di Desa Batu Belerang pada ketinggian 900-1200 meter di atas permukaan laut, kawasan ini merupakan hutan hujan tropis dengan vegetasi yang beragam. Sejak ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 2008, Tahura Abdul Latief juga berperan sebagai sumber mata air utama di Kabupaten Sinjai dan menjadi destinasi edukasi serta rekreasi alam. Keunikan flora dan fauna di kawasan ini menjadikannya area penting untuk penelitian biodiversitas, terutama karena keterkaitannya dengan ekosistem Gunung Lompobattang.[1][2][3]

Sejarah

sunting

Taman Hutan Raya (Tahura) Abdul Latief di Kabupaten Sinjai awalnya diusulkan oleh Bupati Sinjai setelah keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 890/Menhut-II/1999, yang menunjuk kawasan hutan lindung di Sulawesi Selatan seluas ±3.299.005,2 hektar, termasuk Hutan Lindung Bulu Pattiroang seluas 720 hektar. Usulan ini bertujuan untuk melestarikan biodiversitas, mengembangkan ekowisata flora dan fauna, serta mempertahankan fungsi hutan sebagai penyedia tata air. Berdasarkan hasil kajian lapangan pada 4 November 2006, kawasan ini direkomendasikan sebagai taman hutan raya sesuai dengan Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, dan masyarakat sekitar mendukung pembentukan Tahura untuk meningkatkan manfaat ekonomi melalui program pembangunan kehutanan seperti agroforestri dan hutan penyangga kopi.[3]

Letak, Batas dan Luas Wilayah

sunting

Taman Hutan Raya (Tahura) Abdul Latief, yang sebelumnya merupakan bagian dari kawasan hutan lindung Bulu Pattiroang dari Kelompok Hutan Lompobattang, terletak di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Aparang, mulai dari Hulu Jeppara hingga Dusun Kalimbu. Dengan luas sekitar 720 hektare, Tahura ini terletak di ketinggian 1.200–2.000 mdpl, sehingga memiliki iklim sejuk sepanjang hari dan berperan penting dalam mendukung perlindungan tata air sebagai "Hutan Konservasi". Secara administratif, Tahura Abdul Latief berada di Desa Batu Belerang, Kecamatan Sinjai Borong, Kabupaten Sinjai, dan berbatasan dengan hutan lindung Pattiroang di sebelah barat, lahan pertanian masyarakat di sebelah timur, Dusun Jeppara di sebelah utara, serta Kabupaten Bulukumba di sebelah selatan. Kawasan ini berjarak 12 km dari ibu kota Kecamatan Sinjai Borong dan 60 km dari pusat Kabupaten Sinjai.[3]

Zonasi

sunting

Taman Hutan Raya (Tahura) Abdul Latief di Sinjai Borong dibagi menjadi lima blok yang masing-masing memiliki karakteristik flora dan fauna yang berbeda, berdasarkan potensi sumber daya alamnya. Pembagian blok ini diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015, yang menetapkan kriteria zona pengelolaan taman nasional dan blok pengelolaan kawasan konservasi.[1][3]

  1. Blok Perlindungan (403,13 ha) fokus pada konservasi dan perlindungan ekosistem alami, termasuk kegiatan penelitian, pengamanan, dan pemantauan.
  2. Blok Pemanfaatan (225,05 ha) digunakan untuk wisata alam, edukasi, dan pemanfaatan sumber daya lingkungan seperti air dan energi.
  3. Blok Koleksi (40,23 ha) menyimpan koleksi flora dan fauna untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
  4. Blok Tradisional (30,24 ha) dikelola oleh masyarakat lokal untuk pertanian dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
  5. Blok Rehabilitasi (21,5 ha) berfungsi untuk memulihkan ekosistem, termasuk pelepasliaran satwa liar dan pengelolaan jasa lingkungan.

Fasilitas

sunting
 

Taman Hutan Raya (Tahura) Abdul Latief menawarkan beragam panorama alam, termasuk hutan, taman bunga, air terjun, danau, serta bukit hijau yang menarik bagi pengunjung. Untuk mendukung aktivitas wisata, berbagai fasilitas telah dibangun, seperti jalan setapak, tribun perkemahan, kantor pengelola, musala, rumah kaca, toilet, villa, kolam, kandang satwa endemik, menara pengawas, dan area parkir. Fasilitas ini dirancang untuk memfasilitasi pengalaman wisata dan edukasi pengunjung di kawasan konservasi tersebut.[4]


Flora dan Fauna

sunting
 
Kondisi Taman Hutan Raya Abdul Latief

Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Abdul Latief memiliki vegetasi yang beragam, mulai dari tumbuhan obat hingga vegetasi tingkat bawah. Komposisi vegetasinya meliputi kemiri (Aleurites mollucana), jenitri (Elaeocarpus ganitrus), kayu manis (Cinnamomum sp.), pinus (Pinus mercusi), sengon (Paraserianthes falcataria), spatodea (Spatodea campanulata), pakis (Cyatea contaminans), jati putih (Gmelina arborea), mahoni (Switenia mahagoni), lento-lento (Arthophylum sp.), pulai (Alstonia scholaris), beringin (Ficus sp.), serta berbagai jenis anggrek endemik Sulawesi. Fauna di kawasan ini meliputi kuskus beruang (Ailurops ursinus), babi hutan (Sus vittatus), ayam hutan (Gallus sp.), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), rusa (Babyrousa babyrussa), dan anoa (Bubalus sp.).[3]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Turrahmi, Mawadda; Hasyimuddin; Sijid, St. Aisyah (September 2020). "Komposisi Makrofauna Tanah di Taman Hutan Raya Abdul Latief Sinjai". Prosiding Seminar Nasional Biologi di Era Pandemi COVID-19 Gowa. Vol. 6 (No. 1): 469–474. doi:: https://doi.org/10.24252/psb.v6i1.16948 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  2. ^ Sribianti, Irma; Sultan; Muthaminnah, M.; Daud; Nirwana (2022). "Estimasi Biomassa, Cadangan Karbon, Produksi O2 dan Nilai Jasa Lingkungan Serapan CO2 Tegakan Hutan di Taman Hutan Raya Abdul Latief". Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 14 (No. 1): 12–26. doi:https://doi.org/10.24259/jhm.v14i1.18022 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  3. ^ a b c d e Hasyimuddin; Sijid, St. Aisyah; Masriany; Zulkarnain; Amrullah, Syarif Hidayat (2022). Fauna Taman Hutan Raya Abdul Latief (Eksplorasi Biodiversitas). Gowa: Alauddin University Press. ISBN ISBN: 978-602-328-470-2 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  4. ^ Azizah, Nurfaiqah; Rahayu, Irma; Nursyam (2020). "Pendekatan Arsitektur Biomimikri Desain Taman Hutan Raya Abdul Latief di Sinjai". TIMPALAJA: Architecture Student Journal. Vol. 2 (No. 2): 127–135. doi:http://doi.org/10.24252/timpalaja.v2i2a5 Periksa nilai |doi= (bantuan).