Takhta episkopal, umumnya di Indonesia disebut takhta uskup, dalam pengertian yang biasa adalah semua daerah yang termasuk dalam yurisdiksi (wilayah hukum) gerejawi seorang uskup.[1][2]

Kursi atau cathedra Uskup Roma di Basilika Santo Yohanes Lateran.

Berbagai kalimat menyangkut tindakan-tindakan yang terjadi di dalam atau di luar suatu takhta episkopal menunjukkan arti penting secara geografis atas istilah tersebut, sehingga menjadikannya identik dengan istilah "keuskupan".[3][4][5][6]

Kata "takhta" (bahasa Inggris: see) berasal dari bahasa Latin sedes, yang mana dalam pengertian tepat atau aslinya merujuk pada kursi atau tempat duduk; dalam hal seorang uskup, kursi merupakan simbol yang paling awal atas otoritas atau kewenangan uskup.[7] Kursi simbolis ini juga dikenal sebagai katedra (bahasa Latin: cathedra uskup tersebut, dan ditempatkan di gereja (gedung) utama keuskupannya, sehingga karenanya disebut katedral sang uskup, dari bahasa Latin ecclesia cathedralis yang berarti gereja dari katedral tersebut. Istilah "singgasana" (bahasa Inggris: throne), yang dalam bahasa Indonesia maknanya sama dengan "takhta", juga digunakan terutama dalam Gereja Ortodoks Timur untuk merujuk pada kursi ataupun wilayah yurisdiksi gerejawi.[8]

Istilah "takhta" juga digunakan pada kota di mana katedral atau tempat kediaman sang uskup berada.[7] Sementara tahta episkopal Paus, yang adalah Uskup Roma, dikenal sebagai "Takhta Suci"[9] atau "Takhta Apostolik".[10]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting