Surau Menara

masjid di Indonesia

Surau Menara atau Surau Syekh Mustafa terletak di Jorong Lubuk Jaya, Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, Indonesia. Surau ini didirikan pada 1894 oleh Syekh Mustafa Al-Khalidi Sungai Pagu dan awalnya bernama Surau Lubuk. Dinamakan "Menara" karena bentuk bangunannya yang jangkung seperti menara dengan ketinggian sampai puncak sekitar 13 meter. Letaknya berada di tengah perkampungan yang dikenal sebagai Kawasan Seribu Rumah Gadang sehingga dari puncak atap surau ini dapat dilihat pemandangan sekeliling Kawasan Seribu Rumah Gadang.[1][2]

Surau Menara
Surau Menara sekitar tahun 1900
PetaKoordinat: 1°28′57.446″S 101°3′30.884″E / 1.48262389°S 101.05857889°E / -1.48262389; 101.05857889
Agama
AfiliasiIslam
KepemimpinanWakaf
Lokasi
LokasiJorong Lubuk Jaya, Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, Indonesia
Arsitektur
TipeSurau
Gaya arsitekturMinangkabau
Peletakan batu pertama1894
Rampung1900
Spesifikasi
Panjang12 meter
Lebar8 meter
Menara1
Tinggi menara13 meter

Saat ini, bangunan Surau Menara telah menggunakan batu bata dengan atap terbuat dari seng sebagai hasil pemugaran. Sebelum dipugar, bangunannya hanya terbuat dari kayu dengan atap ijuk. Meski demikian, bentuk asli Surau Menara masih tetap dipertahankan.[1][2]

Surau ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya bersama 129 objek lainnya di Kawasan Seribu Rumah Gadang.[3][4]

Sejarah

sunting

Surau Menara didirikan pada 1894 dan mulai digunakan setidaknya sejak 1900. Surai ini merupakan bangunan ibadah umat Muslim tertua di Solok Selatan. Awalnya, surau ini bernama Surau Lubuk. Pendirinya yakni Syekh Mustafa Al-Khalidi Sungai Pagu (wafat 1901), seorang ulama Minangkabau yang menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah di Sungai Pagu. Syekh Mustafa merupakan guru bagi Muhammad Dalil Bayang dari Bayang, Pesisir Selatan dan Syekh Khatib Muhammad Ali dari Padang. Tidak ada catatan apakah kedua murid Syekh Mustafa pernah belajar di surau ini.[5][3]

Ketika berdiri, Surau Menara awalnya hanya memiliki ukuran 6 x 6 meter. Bangunannya semula terbuat dari kayu dengan atap berbahan ijuk. Bentuknya menyatu dengan bangunan bertingkat berbentuk menara setinggi 13 meter sehingga dijuluki sebagai Surau Menara.[1][2][3]

Renovasi

sunting

Pada dekade 1950-an sampai 1970-an, surau ini sempat tidak digunakan. Pada 1980, dilakukan renovasi pertama kali dengan melebarkan ruang salat menjadi 8 x 12 meter. Renovasi dilaksanakan secara swadaya, yang biayanya berasal dari masyarakat sekitar surau dan dikumpulkan pada bulan Ramadhan. Perenovasian dilakukan hanya di bagian bawah surau, seperti dinding kayu yang sekarang diganti tembok, perluasan mimbar yang sekarang, penambahan teras, serta interior ruangan dengan melapisi dinding dengan papan kayu agar tampak lebih asri dan nyaman.[2][6]

Konstruksi

sunting

Surau Menara memiliki puncak berbentuk menara dengan atap berbentuk limas. Tinggi menara sekitar 13 meter, menyatu dengan ruang salat yang denah dasar berukuran 8 x 12 meter.[1][2][6]

Konstruksi bangunan ditopang oleh tiang kayu dengan dinding terbuat dari batu bata, kecuali dinding menara yang sejak didirikan terbuat dari kayu. Jumlah tiang sebanyak 13 buah. Tiang-tiang penyangga saling terhubung sistem pasak, tanpa menggunakan paku. Kayu yang digunakan yakni jenis kayu jua atau sejenis sonokeling. Tiang-tiang bangunan masih asli sampai saat ini kendati sudah banyak yang lapuk dimakan usia. Pada 2002, masyarakat setempat menambahkan lapisan kayu pada tiang-tiang lama agar tetap kokoh.[1][2][6]

Terdapat sebanyak 15 anak tangga di atas loteng yang digunakan untuk mencapai puncak surau. Konstruksi atap hingga puncak surau masih asli, ditandai dengan kayu yang digunakan pada dinding menara.[1][2][6]

Referensi

sunting

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting