Sungai Tulangbawang

sungai di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung

Sungai Tulangbawang atau biasa disebut sebagai Way Tulangbawang, adalah sungai terpanjang keempat di Provinsi Lampung, Indonesia.[2] Dengan luas daerah tangkapan air mencapai 1.285 km², sungai ini pun mendominasi bentang alam Kabupaten Tulangbawang dan melintasi ibu kota kabupaten tersebut, yakni Menggala. Sebagai salah satu sungai terbesar di Lampung, aliran sungai ini digunakan oleh penduduk setempat terutama sebagai sumber air irigasi dan sebagai sarana transporasi sungai.[3]

Sungai Tulangbawang
Way Tulang Bawang
Sungai Tulang Bawang, Wai Tulangbawang,
Wai Toelangbawang, Tolangbawang
Way Tulang Bawang di Menggala (1922)
Sungai Tulangbawang di Sumatra
Sungai Tulangbawang
Lokasi mulut sungai
Sungai Tulangbawang di Indonesia
Sungai Tulangbawang
Sungai Tulangbawang (Indonesia)
PetaKoordinat: 4°24′20.45″S 105°50′20.44″E / 4.4056806°S 105.8390111°E / -4.4056806; 105.8390111
Lokasi
NegaraIndonesia
ProvinsiLampung
Ciri-ciri fisik
Muara sungaiLaut Jawa
Panjang136 km (85 mi)[1]
Debit air 
 - rata-rata200 m3/s (7.100 cu ft/s)
Luas DASDAS: 1.285 km2 (496 sq mi)[1]
Informasi lokal
Zona waktuWIB (UTC+7)
GeoNames1623094

Etimologi

sunting

Nama sungai ini diambil dari nama tempat, Tulangbawang, yang telah dikenal lama bahkan semenjak masa awal Kerajaan Sriwijaya di abad ke-5 M.[4][5]

Sejarah

sunting

Sekitar tahun 1750-an, Perusahaan Hindia Belanda VOC bersaing dengan Imperium Britania dan Kesultanan Palembang untuk menguasai Lampung, terutama dalam bidang perniagaan rempah-rempah. Awalnya daerah ini dianggap kurang menguntungkan untuk penduduk Tulang Bawang setempat yang cenderung menghindari konflik lokal. Pada tahun 1751 sebuah pos Belanda diserang dan direbut oleh seorang penguasa daerah.[6] Barulah pada pertengahan tahun 1800-an pemerintah Hindia Belanda berhasil menaklukkan para penguasa lokal dan mendirikan administrasi resmi pada kedua tepian sungai. Pada pergantian abad ke-20, tepian sungai Tulangbawang dan anak-anak sungainya dihuni oleh sekitar 30.000 penduduk, dibandingkan dengan daerah-daerah yang jarang dihuni semakin jauh dari sungai. Kebanyakan orang suku Lampung (suku Abung) tinggal di dalma rumah-rumah tradisional mereka.[7]

Hidrologi

sunting

Kawasan daerah aliran sungai mencakup sejumlah anak sungai yang lebih dari 50 km panjangnya, di antaranya

  • Way Kanan, panjang 51 km, luas daerah tangkapan (ldt.) 1.197 km persegi
  • Way Rarem, panjang 53,50 km, ldt. 870 km persegi
  • Way Umpu, panjang 100 km, ldt. 1.179 km persegi
  • Way Tahmy, panjang 60 km, ldt. 550 km persegi
  • Way Besay, panjang 113 km, ldt. 879 km persegi
  • Way Giham, panjang 80 km, ldt. 506,25 km persegi.

Selain dapat dijadikan sebagai objek wisata petualangan, berkemah, memancing dan lainnya. Saat ini masyarakat yang mendiami beberapa bagian sungai ini memanfaatkannya sebagai tempat tinggal maupun sebagai tempat mencari nafkah, dengan memancing dan memasang keramba ikan di sekitar sungai ini.

Rawa Tulang Bawang merupakan lahan basah tersisa yang terbaik di Sumatra. Beberapa wilayah rawa alam yang masih banyak menyimpan keaslian lingkungan alam setempat berikut isinya adalah Rawa Pacing dan Rawa Kandis serta bagian-bagian dari Rawa Bujungtenuk.

Geografi

sunting

Sungai ini mengalir di wilayah tenggara pulau Sumatra yang beriklim hutan hujan tropis (kode: Af menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger).[8] Suhu rata-rata setahun sekitar 25 °C. Bulan terpanas adalah September, dengan suhu rata-rata 28 °C, and terdingin Januari, sekitar 22 °C.[9] Curah hujan rata-rata tahunan adalah 3248 mm. Bulan dengan curah hujan tertinggi adalah Desember, dengan rata-rata 547 mm, dan yang terendah September, rata-rata 40 mm.[10]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b Karana, Sjafril; Kadir, Abdul (2017). "Pengembangan Kapal Sebagai Sarana Transportasi Sungai di Kabupaten Tulang Bawang". Jurnal Transportasi Multimoda. 15 (2): 101–110. Diakses tanggal 12 Desember 2022. 
  2. ^ Wai Tulangbawang - Geonames.org.
  3. ^ Yasland, Mursalin (3 February 2017). "Dua Sungai di Lampung Jadi Transportasi Publik". Republika. Diakses tanggal 5 October 2017. 
  4. ^ Miksic, J.N. & Goh Geok Yian (2017). Ancient Southeast Asia. New York: Routledge. p.209
  5. ^ Miksic, J.N. (2013). Singapore and the Silk Road of the Sea, 1300-1800. Singapore: NUS Press. p.43
  6. ^ Atsushi, Ota (2006). Changes of regime and social dynamics in West Java : society, state, and the outer world of Banten, 1750-1830. Leiden: Brill. hlm. 68; 92. ISBN 9789004150911. 
  7. ^ Kusworo, Ahmad (2014). Pursuing Livelihoods, Imagining Development: Smallholders in Highland Lampung, Indonesia. ANU E Press. hlm. 20. ISBN 9781925021486. Diakses tanggal 5 October 2017. 
  8. ^ Peel, M C; Finlayson, B L; McMahon, T A (2007). "Updated world map of the Köppen-Geiger climate classification". Hydrology and Earth System Sciences. 11. doi:10.5194/hess-11-1633-2007. 
  9. ^ "NASA Earth Observations Data Set Index". NASA. 30 January 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-26. Diakses tanggal 2017-10-05. 
  10. ^ "NASA Earth Observations: Rainfall (1 month - TRMM)". NASA/Tropical Rainfall Monitoring Mission. 30 January 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-19. Diakses tanggal 2018-11-28. 

Kepustakaan

sunting

4°24′20″S 105°50′20″E / 4.40568°S 105.83901°E / -4.40568; 105.83901