Suku Subanen, terkadang disebut Subanon atau Subano adalah suku asli dari Pulau Mindanao, Filipina tepatnya di Semenanjung Zamboanga. Istilah Subanen sendiri diambil dari kata suba, sebuah kata dalam Bahasa Visayan yang berarti 'sungai'. Hal ini dikarenakan mayoritas orang Subanen tinggal di dekat sungai atau aliran air dekat gunung.[1]

Suku Subanen

Jumlah penduduk Subanen diperkirakan mencapai 175.000 jiwa yang tersebar di beberapa daerah seperti Zamboanga del Norte, Zamboanga del Sur, Zamboaga Sibugay dan bahkan hingga daerah Pegunungan Misamis Occidental.[1] Meski sebagian besar dari orang Subanen tinggal di Semenanjung Zamboanga, mereka juga dapat ditemui di daerah lain karena adanya aktivitas merantau pada zaman dahulu. Beberapa daerah di antaranya adalah Cotabato, Bukidnon dan Surigao.[2]

Untuk bertahan hidup, mereka beradaptasi dengan kegiatan bercocok tanam di dataran tinggi. Sebagian besar dari mereka menanam padi, jagung, ubi dan singkong. Selain itu mereka juga mengembangkan kerajinan logam dan tenun.[1]

Dari segi kepercayaan, masyarakat Subanen memeluk beberapa kepercayaan seperti animisme, Islam dan Kristen. Namun mayoritas di antara mereka memeluk animisme karena menaruh kepercayaan pada spirit alam dan banyak dewa. Mereka percaya terhadap Diwata Magbabaya yang dianggap sebagai tuhan tertinggi. Mereka juga percaya pada Dungos atau dikenal dengan Dewa Hutan, Mamanwa (spirit yang tinggal di pohon balete, sebuah pohon yang dipercaya sebagai tempat tinggal makhluk gaib dan spirit alam di Filipina), Malungma (dewa air), Gunglo (spirit raksasa yang suka mencuri jiwa manusia) dan bahkan Monomadon (spirit yang memakan manusia).[3]

Dalam masyarakat Subanen dikenal pula istilah 'Kalibuga' (Kolibugan). Kalibuga sendiri berarti 'ras campuran' yang merujuk pada percampuran pernikahan antara orang Subanen dengan orang Tausug atau orang Samal. Biasanya mereka memeluk agama Islam. Dengan jumlah penduduk mencapai 15.000 jiwa, mereka tinggal di pedesaan di daerah pantai di Mindanao bagian barat.[4]

Budaya

sunting
 
Festival Pas'ungko, salah satu festival masyarakat Suku Subanen

Orang Subanen memiliki sejumlah tradisi kebudayaan. Salah satunya adalah buklog, ritual ucapan terima kasih kepada spirit dengan menari di atas panggung yang besar. Pada 2019, tradisi ini telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dalam daftar budaya yang butuh perlindungan mendesak.[5] Budaya lain yang mereka jalankan adalah tradisi palas (ritual pembersihan), kulambigi (ritual ucapan syukur setelah seorang wanita melahirkan) serta luwas (ritual kelahiran). Di samping itu sebagian di antara mereka menerapkan praktik poligami.[3]

Tiap tahunnya orang Subanen juga mengadakan Festival Pas'ungko untuk menunjukkan rasa syukur atas berlimpahnya panen. Festival ini biasanya diisi dengan berbagai kegiatan seperti kompetisi tari jalanan dan presentasi kesusasteraan Subanen.[6]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c "The Subanen People of Mindanao | Ethnic Groups of the Philippines". www.ethnicgroupsphilippines.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-18. Diakses tanggal 2020-06-17. 
  2. ^ Baya, Ruelo. "The Riverine People of Mindanao". National Commission for Culture and The Arts of The Philippines. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-04. Diakses tanggal 19 Juni 2020. 
  3. ^ a b Rovillos, Raymundo D. (2012). Gomez, Edmund Terence dan Suzana Sawyer, ed. The Politics of Resource Extraction: Indigenous Peoples, Multinational Corporations and the State. London: Palgrave Macmillan UK. hlm. 140–141. ISBN 978-0-230-36879-8. 
  4. ^ "Kalibugan". Bureau on Cultural Heritage - BARMM (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-19. 
  5. ^ "Peoples of the Philippines: Subanun". National Commission for Culture and The Arts of The Philipines. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-02-27. Diakses tanggal 18 Juni 2020. 
  6. ^ "Festival Pas'ungko Sorot Budaya Suku Subanen – Wisata Filipina" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-18.