Suku Kemak

kelompok etnik dari Timor

Suku Kemak (bahasa Portugis: Quémaque, juga disebut Ema) adalah sebuah suku yang menghuni wilayah utara dan tengah pulau Timor. Persebaran suku Kemak di dua negara, yaitu Indonesia dan Timor Leste. Di Indonesia, suku Kemak tersebar di Kabupaten Belu, Timor Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Sedangkan di Timor Leste, suku Kemak utamanya tersebar di Distrik Bobonaro dan Distrik Ermera.

Suku Kemak di sebuah pasar di Atsabe, Timor Leste sekitar tahun 1968–1970.

Suku Kemak mempertuturkan bahasa Kemak sebagai bahasa ibu. Populasi suku Kemak di Timor Leste pada tahun 2010 hampir mencapi 62 ribu jiwa. Sedangkan di wilayah Indonesia, populasi yang diketahui pada tahun 2006 sekitar 2.800 jiwa. Suku Kemak meyakini cerita yang bersifat magis. Anggota suku Kemak utamanya bekerja sebagai petani yang mengandalkan pertanian lahan kering dan perkebunan.

Penyebaran

Indonesia

Keberadaan suku Kemak sebagai salah satu kelompok etnik asli di Pulau Timor.[1] Di Indonesia, Suku Kemak merupakan salah satu suku yang menghuni wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur.[2] Wilayah yang dihuni oleh Suku Kemak adalah wilayah bagian barat pulau Timor yang merupakan bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur.[3] Suku Kemak menyebar di wilayah Kabupaten Belu.[4] Penyebarannya tidak merata. Sebagian menghuni wilayah di sepanjang perbatasan Kecamatan Lamaknen. Sedangkan sebagian lainnya menghuni wilayah pantai bagian utara Kabupaten Belu.[5]

Timor Leste

Berdasarkan sensus di Timor Leste pada tahun 2010. jumlah anggota suku Kemak di Timor Leste sebanyak 61.969 orang. Sebanyak 2.767 jiwa menghuni wilayah perkotaan dan sebanyak 59,202 jiwa menghuni wilayah perdesaan. Anggota suku Kemak di Timor Leste tersebar hampir di semua distrik yang ada di Timor Leste kecuali di Viqueque. Distrik dengan jumlah anggota suku Kemak yang terbanyak dan berjumlah ribuan yakni di Distrik Bobonaro (39.912 jiwa), Distrik Ermera (18,669 jiwa) dan Distrik Covalima (2.121 jiwa). Sementara distrik dengan anggota suku Kemak berjumlah ratusan yakni di Distrik Dili (525 jiwa), Distrik Ainaro (386 jiwa) dan Liquica (218 jiwa). Ada pula distrik yang jumlah anggota suku Kemak tidak mencapai ratusan, yaitu di Distrik Manufahi (96 jiwa), Distrik Manatuto (29 jiwa). Selain itu, terdapat distrik yang jumlah anggota suku Kemak tidak mencapai puluhan, yaitu di Distrik Oecussi (7 jiwa), Distrik Aileu (6 jiwa), Distrik Baucau (1 jiwa) dan Distrik Lautem (1 jiwa).[6]

Bahasa

 
Bahasa Kemak (jingga).

Pada tahu n1990, anggota Suku Kemak yang menjadikan bahasa Kemak sebagai bahasa ibu terdapat pada empat daerah.[7] Keempat daerah ini adalah Balibo, Bobonaro, Balsa, dan Atabai. Penuturan bahasa Kemak di keempat daerah ini membuat cakupan wilayah penuturnya seluas 1.368 km2.[8]

Suku Kemak hingga tahun 1999 masih menggunakan bahasa Kemak sebagai bahasa utama dalam komunikasi bersama dengan bahasa Tetun. Penuturan bahasa Kemak dilakukan oleh suku Kemak untuk berkomunikasi dengan sesama anggota suku. Penggunaan lainnya ketika penyelenggaraan upacara adat, perkawinan, pesta selamatan, dan dalam pertunjukan kesenian. Bahasa Kemak digunakan bercampur dengan bahasa Indonesia dan bahasa Tetun ketika suku Kemak mengadakan kegiatan ceramah, dakwah agama, dan penyuluhan. Tingkat pencampuran bahasanya disesuaikan dengan sasaran pendengarnya.[9]

Keyakinan

Suku Kemak masih meyakini adanya nilai-nilai magis yang sangat sakral. Beberapa cerita rakyat dalam suku Kemak tidak disampaikan kepada anak-anak. Dalam keyakinan suku Kemak, cerita-cerita magis dapat memberikan kutukan atau bahaya kepada pendengarnya bila si pendengar belum layak untuk mendengarkannya. Selain cerita rakyat yang diyakini bersifat magis, masyarakat suku Kemak umumnya memiliki cerita rakyat yang umum dikenali karena sifatnya yang tidak sakral. Beberapa di antaranya ialah cerita pemanggilan anjing yang mengikuti seseorang, cerita menangisnya burung dara karena ditinggal oleh induknya, dan cerita penunjukan arah oleh burung tuduk.[10]

Ekonomi

Suku Kemak sebagian besar bekerja sebagai petani.[5] Sistem pertaniannya mengandalkan perairan yang bergantung kepada tanah yang dibasahi oleh hujan. Sebagian suku Kemak juga mengembangkan perkebunan. Komoditas perkebunan suku Kemak meliputi jagung, kopi, kakao, kelapa hibrida dan kemiri.[11]

Infrastruktur

Pada tahun 2006, terdapat komunitas masyarakat suku Kemak di Kabupaten Belu dengan akses listrik yang hanya diperoleh oleh sebagaian penduduknya. Jumlah anggota suku Kemak dalam komunitas ini sekitar 2.800 jiwa. Penduduknya hanya mengandalkan pertanian dengan lahan kering. Sumur menjadi satu-satunya sumber perolehan air bersih. Sementara angkutan umum hanya melalui wilayahnya beberapa kali dalam sehari.[12]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Taek, Maximus M. (2020). Etnomedisin: Pengobatan Tradisional Penyakit Malaria Masyarakat Tetun di Timor Barat. Kupang: Penerbit Lembaga Perlindungan Hukum Konsumen. hlm. 10. ISBN 978-623-94604-0-2. 
  2. ^ Nurmansyah, G., Rodliyah, N., dan Hapsari, R. A. (2019). Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi. Bandar Lampung: AURA. hlm. 107–109. ISBN 978-623-211-107-3. 
  3. ^ Endraswara, Suwardi, ed. (2013). Folklor Nusantara: Hakikat, Bentuk, dan Fungsi (PDF). Yogyakarta: Penerbit Ombak. hlm. 156. 
  4. ^ Mulyawan 2015, hlm. 121.
  5. ^ a b Mulyawan 2015, hlm. 122.
  6. ^ Population and Housing Census 2010: Population Distribution by Administrative Areas Volume 2 (PDF). National Statistics Directorate & United Nations Population Fund. hlm. 206. 
  7. ^ Sadnyana, dkk. 1999, hlm. 10.
  8. ^ Sadnyana, dkk. 1999, hlm. 9.
  9. ^ Sadnyana, dkk. 1999, hlm. 10-11.
  10. ^ Sadnyana, dkk. 1999, hlm. 11.
  11. ^ Sadnyana, dkk. 1999, hlm. 11-12.
  12. ^ Marianti, Ruly (2014). Sodo , J., dan Adrianto, B., ed. Mencari Jalan Keluar dari Kemiskinan di Jawa Timur, Maluku Utara, dan Timor Barat (PDF). Jakarta: Lembaga Penelitian SMERU. hlm. 13–14. ISBN 978-979-3872-67-4. 

Daftar rujukan