Suara persanggamaan betina

Suara persanggamaan betina, juga disebut panggilan sanggama betina atau vokalisasi koitus, dihasilkan oleh primata betina, termasuk manusia, serta hewan betina non-primata lain. Vokalisasi atau suara sanggama seringkali terjadi selama sanggama dan bisanya berkaitan dengan aktivitas seksual.[1] Vokalisasi seksual yang terjadi sebelum hubungan seksual, untuk tujuan menarik pasangan, dikenal sebagai panggilan kawin.

Pada primata, vokalisasi sanggama biasanya diamati di akhir perkawinan.[2] Pada spesies-spesies yang berbeda, kemunculan, frekuensi, dan bentuknya juga berbeda. Beberapa ahli telah sepakat bahwa vokalisasi koitus memiliki tujuan evolusioner[3] dan berfungsi sebagai solusi adaptif untuk masalah yang dihadapi betina, seperti pembunuhan bayi, serta memperoleh sperma berkualitas tinggi.[2]

Pada hewan non-primata, suara atau panggilan kopulasi terutama terjadi sebelum kopulasi untuk menarik pasangan (panggilan kawin). Panggilan bervariasi dalam frekuensi (14 Hz[4] hingga 70,000 Hz[5]), fungsinya juga bervariasi. Salah satu tujuan utama suara betina adalah untuk menginduksi perilaku menjaga pasangan pada jantan.[6] Sebaliknya, panggilan juga dapat digunakan untuk menarik pasangan yang lebih unggul dan membuat jantan lebih tertarik dengannya dibanding pasangan sebelumnya.[7] Hal ini dilakukan untuk memicu persaingan seksual diantara para pejantan.

Pada manusia, vokalisasi koitus terkait dengan orgasme.[8] Wanita biasanya bersuara selama berhubungan seksual, yang merupakan ekspresi kenikmatan seksual. Suara saat berhubungan seksual dapat sengaja dilakukan oleh wanita untuk meningkatkan harga diri pasangannya dan menyebabkan ejakulasi pria jauh lebih cepat.[9]

Referensi

sunting

Catatan kaki

  1. ^ Thornhill, R.; Gangestad, S. W. (2008). The Evolutionary Biology of Human Female Sexuality. Oxford University Press. ISBN 9780195340983. 
  2. ^ a b Pradhan, Gauri; Engelhardt, Antje; van Schaik, Carel; Maestripieri, Dario (January 2006). "The evolution of female copulation calls in primates: a review and a new model" (PDF). Behavioral Ecology and Sociobiology. 59 (3): 333–343. doi:10.1007/s00265-005-0075-y. 
  3. ^ Dixson, A. (2013). Primate Sexuality: Comparative Studies of the Prosimians, Monkeys, Apes, and Humans. Oxford: UOP. ISBN 9780199544646. 
  4. ^ Poole, J. H.; Payne, K.; Langbauer Jr, W. R.; Moss, C. J. (1988). "The social contexts of some very low frequency calls of African elephants". Behavioral Ecology and Sociobiology. 22 (6): 385–392. doi:10.1007/bf00294975. 
  5. ^ White, N. R.; Prasad, M.; Barfield, R. J.; Nyby, J. G. (1998). "40-and 70-kHz vocalizations of mice (Mus musculus) during copulation". Physiology & Behavior. 63 (4): 467–473. doi:10.1016/s0031-9384(97)00484-8. PMID 9523885. 
  6. ^ Poole, J. (1989). "Mate guarding, reproductive success and female choice in African elephants". Animal Behaviour. 37: 842–849. doi:10.1016/0003-3472(89)90068-7. 
  7. ^ Løvlie, H.; Zidar, J.; Berneheim, C. (2014). "A cry for help: Female distress calling during copulation is context dependent". Animal Behaviour. 92: 151–157. doi:10.1016/j.anbehav.2014.04.002. 
  8. ^ Christopher Ryan and Cacilda Jetha, ‘’Sex at Dawn: How We Mate, Why We Stray, and What It Means for Modern Relationships’’ (Harper Perennial, 2011), pp. 255-57.
  9. ^ Brewer, Gayle; Hendrie, Colin A. (2011). "Evidence to Suggest that Copulatory Vocalizations in Women Are Not a Reflexive Consequence of Orgasm" (PDF). Archives of Sexual Behavior. 40 (3): 559–64. doi:10.1007/s10508-010-9632-1. PMID 20480220. 

Bibliografi