Standar perusahaan pers di Indonesia

Standar Perusahaan Pers di Indonesia mengacu pada standar yang ditetapkan oleh Dewan Pers selaku lembaga yang mengatur keberadaan media cetak dan pers di Indonesia. Standar perusahaan pers dikeluarkan dalam surat edaran Dewan Pers tahun 2008 dan 2014.[1][2][3] Surat edaran tentang peraturan standar perusahaan pers di Indonesia ditandatangani oleh Bagir Manan selaku ketua Dewan Pers.[1] Standar perusahaan pers ini berlaku bagi penyelenggara perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.[1]

Logo Dewan Pers, lembaga yang mengatur keberadaan media cetak dan pers di Indonesia

Latar belakang

sunting

Standar tentang perusahaan pers di Indonesia telah disetujui dan ditandatangani oleh sejumlah organisasi pers, pimpinan perusahaan pers, tokoh pers, serta Dewan Pers di Jakarta pada 6 Desember 2007.[1] Sebelum disahkan, draft standar perusahaan Pers telah dibahas melalui serangkaian diskusi yang digelar Dewan Pers.[1] Pembuatan Standar ini merupakan pelaksanaan fungsi Dewan Pers menurut Pasal 15 ayat F Undang-undang No.40/1999 tentang Pers yaitu memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi wartawan.[1]

Standar perusahaan pers di Indonesia berpedoman pada dua surat edaran yang dikeluarkan pada tahun 2008 dan 2014 oleh Dewan Pers.[1][2][3]

Dalam standar peraturan pers tahun 2008 terdapat 17 butir aturan yang harus dipatuhi setiap perusahaan pers.[4] Dalam aturan tersebut menyebutkan bahwa sebuah perusahaan pers harus berbadan hukum berbentuk perseroan terbatas atau PT dan memiliki lisensi dari departemen Hukum dan HAM atau instansi lain yang berwenang.[4] Sebelum didirikan, sebuah perusahaan pers harus memiliki modal yang cukup untuk melakukan produksi selama 6 bulan atau sedikitnya modal sebesar lima puluh juta rupiah.[4] Adapun penambahan modal asing tidak boleh melebihi 20% dari seluruh modal yang dimiliki perusahaan.[4] Dalam standar perusahaan pers disebutkan pula bahwa perusahaan media cetak diverifikasi oleh organisasi perusahaan pers, sedangkan media penyiaran diverifikasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia.[4] Adapun tentang perusahaan pers, apabila selama 6 bulan berturut-turut tidak melakukan kegiatan usaha pers, akan dinyatakan bukan sebagai perusahaan pers dan kartu pers yang dikeluarkannya tidak berlaku lagi.[4]

Dewan Pers per tanggal 16 Januari 2014 mengeluarkan surat edaran dengan Nomor 01/SE-DP/I/2014 tentang pelaksanaan undang-undang pers dan standar perusahaan pers.[2][3] Dalam surat edaran tersebut, terdapat 4 butir aturan.[2][3] Pertama, aturan penetapan bahwa seluruh perusahaan pers harus berbadan hukum berupa perseroan terbatas (PT) mulai tanggal 1 Juli 2014.[2][3] Apabila melebihi batas waktu yang telah ditentukan, maka perusahaan pers yang tidak berbentuk perseroan terbatas akan dicoret dari database Dewan Pers.[2][3] Peraturan ini ditetapkan untuk memudahkan perusahaan pers dalam proses hukum dan kesejateraan wartawan.[2][3] Misalnya, apabila sebuah perusahaan pers berbentuk perseroan terbatas, maka jika dikemudian hari terjadi sengkata, yang disita hanya aset perusahaan saja, sedangkan wartawan tidak.[2][3] Selain itu, sebuah perusahaan pers yang berbentuk perseroan terbatas juga memiliki hak jawab, hak koreksi dan akan dibantu oleh Dewan Pers dalam proses penyelsaian sengketa.[2][3] Lain halnya jika perusahaan pers berbentuk firma atau CV.[2][3] Apabila terjadi sengketa, maka Dewan Pers ikut bertanggung jawab.[2][3] Selain mewajibkan untuk berbentuk perseoraan terbatas, dalam peraturan tahun 2014 juga memuat tiga aturan lainnya.[2][3] Diantaranya adalah tentang penjaminan kesejahteraan wartawan dalam bentuk kepemilikan saham, pemberiaan upah sesuai dengan upah minimum provinsi, juga tentang kewajiban perusahaan pers dalam mengumumkan kejelasan lokasi dan media yang bersangkutan.[2][3]

Sanksi

sunting

Dalam surat edaran tentang standar perusahaan pers yang terbit pada tahun 2014, terdapat beberapa sanksi.[2][3][5] Sanksi pertama yaitu, apabila perusahaan pers tidak berbadan hukum berupa perseroan terbatas, maka perusahaan tersebut akan dihapus dari database Dewan Pers dan Dewan Pers tidak akan bertanggungjawab terhadap sengketa yang mungkin terjadi dikemudian hari.[2][3][5] Kedua, sesuai dengan undang-undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, perusaham yang memberikan upah wartawan lebih rendah dari upah minimum provinsi atau kabupaten/kota dapat dipidana paling rendah 1 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta.[5] Terakhir, perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan, khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 12 dalam Undang-undang No 40/1999.[5] Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 12 ini dapat dipidana denda sekurang-kurangnya Rp 100 juta.[5]

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting

Referennsi

sunting
  1. ^ a b c d e f g (Indonesia) Dewan Pers. "PERATURAN DEWAN PERS". Diakses tanggal 27-Februari-2015. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Indonesia) Indonesia Pos. "Dewan Pers Keluarkan Surat Edaran Tentang Pers". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-11-02. Diakses tanggal 27-Maret-2015. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Indonesia) Republika. "Mulai 1 Juli 2014 Perusahaan Pers Wajib Berbadan Hukum Perseroan Terbatas". Diakses tanggal 27-Maret-2015. 
  4. ^ a b c d e f (Indonesia) "Surat Edaran Dewan Pers Nomor: 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang Peraturan tentang Standar Perusahaan Pers". Dewan Pers. 2007. 
  5. ^ a b c d e (Indonesia) Bangsa Online. "Perusahaan Pers Tak Berbadan Hukum Dewan Pers Tak Bisa Bantu". Diakses tanggal 27-Maret-2015.