Prof. Dr. (Emeritus) H.R. Taufik Sri Soemantri Martosoewignyo, SH (juga disebut Sri Soemantri, 15 April 1926 – 30 November 2016) adalah seorang pakar hukum tata negara asal Indonesia kelahiran Tulungagung. Ia pernah menjabat sebagai Guru Besar Emeritus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia.[1] Selain itu, Ia adalah salah satu anggota Konstituante dari golongan muda yang dipilih oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dan merupakan anggota konstituante terakhir yang wafat pada 2016.

Ia meninggal dunia di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur, pada tanggal 30 November 2016 pukul 14.50.[2]

Latar belakang pendidikan

sunting
  1. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan dilanjutkan ke Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada cabang Surabaya (1950-1953)[1]
  2. Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Indonesia di Jakarta (1953-1959)[1]
  3. Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Padjadjaran (1959-1964)[1]
  4. Gelar Doktor dalam bidang Ilmu Hukum di Universitas Padjadjaran (2 Juli 1978)[1]

Karier

sunting

Sri Soemantri pernah menjabat sebagai anggota lembaga Konstituante, yaitu lembaga yang ditugaskan merumuskan undang-undang dasar baru pengganti Undang-Undang Dasar Sementara. Ia terpilih sebagai anggota lembaga tersebut dalam pemilihan umum Desember 1955. Sri Soemantri merupakan perwakilan daerah pemilihan Jawa Timur dari Partai Nasional Indonesia. Saat itu ia masih berumur 29 tahun. Setelah terpilih, ia menduduki nomor urut 339 dari 520 kursi Konstituante. Namun, lembaga ini akhirnya dibubarkan pada tahun 1959 setelah Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang menyatakan kembalinya Indonesia ke Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).[1]

Setelah tumbangnya rezim Orde Baru, Sri Soemantri menjadi Ketua Komisi Konstitusi, yaitu lembaga yang dibentuk oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengkaji hasil dari keempat amendemen UUD 1945.[1]

Pemikiran

sunting

Sri Soemantri menyerukan desakralisasi konstitusi. Menurutnya, undang-undang dasar bukanlah kitab suci, tetapi karya buatan manusia yang perlu disesuaikan dengan zaman. Pemikiran ini pertama kali ia tuangkan pada tahun 1978 dalam disertasi doktoralnya yang berjudul Persepsi terhadap Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi dalam Batang-tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Disertasi ini kemudian diterbitkan sebagai sebuah buku yang berjudul Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi. Setelah UUD 1945 diamendemen empat kali, ia menyerukan ditetapkannya amendemen kelima.[1]

  1. Sistem Dua Partai (1968)
  2. Sistem-Sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN (1976)
  3. Perbandingan (Antar) Hukum Tata Negara (1981)
  4. Masalah Alat-Alat Perlengkapan Negara (1981)
  5. Masalah Kedaulatan Rakyat berdasarkan UUD 1945 (1982)

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h "Sri Soemantri: 'Saya Dulu Diejek Ketika Mengambil Program HTN'". Hukum Online (dalam bahasa Indonesia). 7 April 2010. Diakses tanggal 9 Februari 2022. 
  2. ^ "Pakar Hukum Tata Negara Sri Soemantri Tutup Usia". Liputan 6 (dalam bahasa Indonesia). 1 Desember 2016. Diakses tanggal 9 Februari 2022.