Spodosol adalah tanah berprodukivitas rendah dengan tekstur kasar dan sedikit hara yang terbentuk dari bahan berupa pasir tunggal atau tanah liat yang kasar dan masam. Ciri khususnya terdapat horison B spodik atau horison kumpulan dari bahan-bahan amorf organik dan aluminium termasuk ada atau tidaknya besi. Tanah ini dapat dijumpai di daerah dingin atau tropik yang relatif basah dengan curah hujan yang cukup tinggi terutama di sekitar lembah Amazon, Afrika tengah bagian selatan, dan Asia Tenggara[1] Tanah ini berkemampuan rendah dalam meretensi hara dan air karena tekstur kasarnya. Lapisan keras (fragipan atau duripan) dapat mengganggu pertumbuhan akar tanaman. Sebagian besar Spodosol kurang sesuai untuk lahan pertanian karena keasamannya. Namun, Spodosol temasuk dari 30 kelompok tanah dalam sistem klasifikasi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).[2]

Penyebaran

sunting

Spodosol terbentuk di wilayah beriklim dingin dan tropik yang cenderung basah dengan curah hujan tinggi yang terbentuk pada daerah berdrainase baik atau terhambat dengan turun naiknya muka air tanah dangkal. Spodosol bisa ditemukan di dataran pantai (dataran pasir pantai atau sand dune), di daratan aluvial atau koluvial, tektonik atau dataran tinggi berpasir. Ciri Spodosol di dataran pantai dan dataran tinggi yakni relief datar sampai sedikit berombak, sedangkan di sand dune bergelombang atau berbukit kecil. Spodosol hanya terbentuk di wilayah denan iklim cenderung basah dan curah hujan yang melebihi kemampuan evapotranspirasinya. Disebut juga ”Ground Water Podzol” atau ”Podsols Air Tanah”. Penyebaran terbanyak Spodosol berada di dataran aluvial dan koluvial. Daerah ini merupakan peralihan antara dataran tektonik dari batu pasir kuarsa dengan dataran gambut.

Karakteristik Morfologi

sunting

Spodosol terbentuk dari bahan berupa pasir atau tanah liat kasar dan masam. Spodosol memiliki empat horison utama, yaitu: horison organik ( A) dengan permukaan yang berwarna gelap yang dihasilkan dari deposisi litter hasil pelapukan oleh aktivitas mikroorganisme, horison eluvial (E albik) dengan warna pucat karena sedikitnya unsur basa-basa dapat tukar, bahan organik, besi, dan aluminium, horison iluvial ( B spodik) dengan ciri gelap karena kaya akan bahan amorf yang merupakan horison di bawah horison O, A, Ap, atau E, dengan 5% kandungan bahan spodik, dan horison C yang berpasir di bawahnya.

Sifat Fisika dan Kimia Tanah

sunting

Sifat fisik Spodosol adalah tekstur yang kasar seperti pasir, struktur tanah butir tungga atau berupa pasir kuarsa yang tidak menggumpal, kecuali pada horison iluvial yang tergabung oleh bahan organik, besi, dan aluminium dengan konsistensi sedang hingga tinggi, serta kemampuan meretensi air dan hara rendah.

Sifat kimia dari tanah ini adalah reaksi masam sampai sangat masam. Pada horison iluvial dan sebagian horison organik terkandung C-organik yang tinggi sampai sangat tinggi, sedangkan pada horison E albik terjadi sebaliknya. Kandungan hara P dan K potensial yang relatf cukup rendah. Kandungan basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, Na) rendah. Spodosol memiliki aktivitas biologis yang rendah. Vegetasi berupa tumbuhan yang menyimpan serasah asam pembentuk mor.[3]

Susunan Mineral

sunting

Susunan mineral pada Spodosol sebagian besar adalah kuarsa dan feldpars. Namun pada tiap horisonnya masih dijumpai adanya mineral phylosilikat seperti kaolint, illit, dan vermikulit dengan jumlah yang bervariasi tergantung bahan induk tanah dan atau tingkat perkembangan pelapukannya.

Klasifikasi Tanah

sunting

Di Indonesia, Spodosol dibedakan menjadi tiga subordo yaitu Aquods yang memiliki rejim kelembapan tanah akuik, Humods yang berdrainase baik sekaligus memiliki kandungan C-organik pada horison spodiknya lebih dari atau sama dengan 6%, dan Orthods yang berdrainase baik dengan kandungan C-organik pada horison spodik kurang dari 6%. Jenis Spodosol yang memiliki rejim suhu tanah cryik (sangat dingin) atau mengalami masa beku (Cryods dan Gelods), tidak dijumpai di Indonesia.[4]

Kendala dan Potensi Penggunaan

sunting

Spodosol perlu dikenal dan diketahui sifat fisik dan kimianya ketika diperuntukan sebagai lahan pertanian atau perhutanan. Sifat fisik yang cukup menonjol adalah struktur yang kasar berbutir tunggal, dan sedikit kumpulan debu dan liat. Hal ini berpengaruh terhadap kecilnya kemampuan tanah dalam meretensi air sehingga menyebabkan terjadinya kekeringan dan hara karena mudah larut dan tercuci. Hal utama dalam meningkatkan kualitas tanah Spodosol adalah dengan memperbaiki daya meretensi air dan hara. Tanah ini juga memiliki kedalaman efektif yang tergolong dangkal karena adanya lapisan mengeras atau pan berupa fragipan, duripan, atau horison plakik yang kedalamannya cukup beragam. Hal ini dapat mengganggu pergerakan akar tanaman sehingga dapat mengganggu pertumbuhannya. Penambahan hara dengan cara pemupukan termasuk salah satu langkah dalam memperbaiki kualitas Spodosol. Pemilihan jenis pupuk perlu disesuaikan dengan karakter Spodosol yang kasar dan rendah merentensi hara.

Referensi

sunting
  1. ^ "Podzols | ISRIC". www.isric.org. Diakses tanggal 2021-04-22. 
  2. ^ "Podzol | FAO soil group". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-04-22. 
  3. ^ "Podzol Soils [Z]". New Zealand Soils Portal (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-22. Diakses tanggal 2021-04-22. 
  4. ^ Suharta dan Yatno, Nata dan Edi (Juli 2009). "Characteristics of Spodosols, Limitation and Usage Potential". Neliti. 3 (1). doi:http://dx.doi.org/10.21082/jsdl.v3n1.2009.%25p Periksa nilai |doi= (bantuan).