Sound-on-film merujuk kepada kelas proses film bersuara di mana suara yang menyertai gambar direkam secara fisik ke dalam film fotografi, biasanya, tetapi tidak selalu, ruas film yang sama memuat gambar. Proses sound-on-film processes juga dapat merekam sebuah jalur suara analog atau jalur suara digital, dan mungkin bisa merekam sinyal optik suara atau magnetik. Teknologi awalnya adalah sound-on-disc, yang berarti bahwa jalur suara film akan terpisah dalam sebuah fonograf.[1][2]

Edge of a 35mm film print showing the soundtracks. The outermost strip (left of picture) contains the SDDS track as an image of a digital signal; the next contains the perforations used to drive the film through the projector, with the Dolby Digital track, the grey areas with the Dolby Double-D logo, between them. The two tracks of the analog soundtrack on the next strip are bilateral variable-area, where amplitude is represented as a waveform. These are generally encoded using Dolby Stereo matrixing to simulate four tracks. Finally, to the far right, the timecode used to synchronize with a DTS soundtrack CD-ROM is visible.

Rekaman suara analog dalam film

sunting

Metode perekaman suara analog yang paling lazim pada sebuah cetakan film adalah dengan rekaman variabel variabel stereo (SVA), sebuah teknik mula-mula yang digunakan pada dasawarsa 1970-an sebagai Dolby Stereo. Sinyal dua kanal suara direkam sebagai pasangan dalam garis-garis sejajar yang berjalan bersama film melalui proyektor. Garis-garis itu mengubah area (lebih lebar atau menyempit) tergantung besarnya sinyal. Lampu proyektor memancarkan cahaya dari lampu kecil, disebut exciter, melalui celah tegak lurus ke film. Gambar pada potongan kecil jalur yang terpapar memodulasi intensitas cahaya, yang dikumpulkan oleh elemen fotosensitif: fotosel, sebuah fotodioda atau CCD.

Pada awal-awal tahun di abad ke-21, para distributor mengubah penggunaan cyan dye optical jalur suara pada stok warna dan bukan jalur yang diaplikasikan, yang menggunakan bahan kimia tidak ramah lingkungan untuk mempertahankan jalur suara perak (hitam-putih). Karena lampu exciter pijar tradisional menghasilkan jumlah yang berlebihan dari cahaya infra merah, dan jalur cyan tidak menyerap lampu infra merah, perubahan ini mengharuskan bioskop mengganti lampu exciter pijar dengan lampu merah LED pelengkap atau laser pelengkap.

Format digital suara dalam film

sunting

Tiga sistem jalur suara digital berbeda untuk sinema 35 mm diperkenalkan selama dasawarsa 1990-an yaitu Dolby Digital, yang tersimpan di antara perforasi pada sisi suara; SDDS, yang tersimpan dalam dua redundan sepanjang tepi luar (di luar perforasi); dan DTS, di mana data suara tersimpan pada compact disc terpisah yang disinkornkan melalui jalur kode waktu pada film di sebelah kanan jalur suara analog dan kiri bingkai (Sound-on-disc) . Sebab sistem jalur suara pada bagian berbeda dari cetakan, satu gedung bioskop dapat berisi semuanya, memungkinkan distribusi yang luas tanpa memperhatikan sistem suara yang terpasang di bioskop masing-masing.

Format suara dalam film

sunting

Hampir semua format suara yang digunakan oleh film layar lebar adalah format sound-on-film formats, termasuk:

Format analog optik

sunting

Encoding matriks

sunting

Format digital optik

sunting

Format usang

sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Encyclopedia of Recorded Sound
  2. ^ "DTS | Corporate | Milestones". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-09. Diakses tanggal 2017-05-06. 

Pranala luar

sunting