Soetan Radjat gelar Soetan Masa Boemi (EBI: Sutan Rajat gelar Sutan Masa Bumi; lahir di Padang, Sumatera Barat tahun 1879 – meninggal di Padang 12 Juli 1928) adalah birokrat Hindia Belanda dan aristokrat Minangkabau di Kota Padang. Ia menjabat Demang Padang pertama menggantikan jabatan Regent Padang.[1] Ia adalah keturunan ke-3 dari Raja Pagaruyung terakhir Daulat Yang Dipertuan Sultan Alam Bagagarsyah dari istrinya yang bernama Siti Badi'ah. Sutan Radjat mempunyai 9 (sembilan) orang isteri.

Soetan Radjat meninggal tahun 1928 dan dimakamkan di pemakaman keluarga di daerah Belakang Olo di tengah kota Padang, dalam usia yang cukup muda: 49 tahun. Pada bulan Juli 1930 Pemerintah Hindia Belanda memperingati 2 tahun wafatnya di Padang.[2]

Karier

sunting

Pada akhir 1900 Soetan Radjat diangkat menjadi Ajunct Inlandsch Officier van Justitie (Pengadilan) di Landraad Padang tanpa gaji. Tapi kemudian kariernya melaju: menjadi Schrijver (pencatat) Controleur Ommelanden van Padang, merangkap Ajunct Inlandsch Officier van Justitie untuk Lubuk Begalung. Kemudian jabatannya naik menjadi schrijver untuk Asisten Resident Padang merangkap AjunctInlandsch Officier van Justitie kota Padang. Tak lama kemudian ia diangkat menjadi Hoofddjaksa (Jaksa Kepala) di Landraad Padang. Ia juga menjadi Penghulu Wijk III (Kampung Jao, Sawahan, Belantung, Tarandam, Balanti) sambil mewakili penghulu Wijk II (Purus, Damar, Olo, Ujung Pandan, Rimbo Kaluang) dan Wijk I (pusat kota). Menjelang dihapuskannya jabatan Regent tahun 1910, Wijk I, II, dan III disatukan dengan penghulu kepala dijabat oleh Sutan Radjat sendiri.[3]

Seperti dicatat oleh Rusli Amran dalam Padang Riwayatmu Dulu (1986:125), Sutan Rajat adalah generasi baru bangsawan Minang, dalam arti ia mendapat pendidikan Belanda dan cukup terpelajar. Ia masih termasuk dalam trah Sultan Alam Bagagarsyah, Raja Pagaruyung terakhir.[3][4][5]

Soetan Radjat gelar Soetan Masa Bumi dianggap berjasa mengakhiri kerusuhan yang terjadi di Lubuk Alung, Pauh IX, dan Nanggalo. Untuk itu ia dianugerahi Bintang Perak oleh Pemerintah pada tahun 1909. Pada tahun 1914 ia diangkat menjadi Kepala Distrik (Districthoofd), mula-mula di Tanah Tinggi Padang, kemudian di Padang. Pada tahun 1910 ia diangkat menjadi Demang pertama di Padang, menggantikan Regent terakhir Marah Oejoeb gelar Marah Maharadja Besar yang profilnya juga diturunkan dalam rubrik ini. Pada tahun 1923 ia dianugerahi pula Bintang Emas sebagai tanda kesetiaan dalam dinas selama lebih kurang 22 tahun.[3]

Pada tahun 1923 Soetan Radjat gelar Soetan Masa Boemi bersama-sama dengan Jahja Datoek Kajo, Djaa Datoek Batoeah dan Idris Datoek Poetih diangkat menjadi Demang kelas satu oleh Whitlau yaitu Gubernur Hindia Belanda pada waktu itu.[6]

Sebelum meninggal, Sutan Rajat sempat menyerahkan langgarnya kepada komunitas Ahmadiyah di Padang untuk dipergunakan salat berjamaah.[7]

Referensi

sunting