Soenarto Pr (20 November 1931 – 24 Juli 2018) adalah seorang pelukis yang setia dengan idealismenya dalam dunia seni seperti yang pernah diucapkannya

Seni adalah universal dan untuk kemanusiaan. Karena itu seni bisa dan mampu menggugah semangat dan gairah hidup seluruh manusia, di mana pun dia berada

Setelah menyelesaikan pendidikannya di ASRI Yogyakarta tahun 1954, ia dan beberapa teman-temannya seperti Mulyadi W, Wardoyo, Soemadji dan Soeharto Pr mendirikan Sanggarbambu yang bersifat non politik pada 1 April 1959. Kelebihan sanggar itu dipuji oleh maestro seni rupa Indonesia Affandi "Sanggarbambu adalah sanggar yang benar-benar sanggar di Indonesia" di ucapkan pada tahun 1967.

Pada pertengahan tahun 50'an perantauannya yang tidak lama di Pulau Dewata menghasilkan beberapa lukisan pastel yang dikoleksi antara lain oleh Istana Negara Republik Indonesia karena menggunakan pastel sebagai spesialisasinya, maka Soenarto Pr disebut sebagai "Raja Pastel Indonesia"

Idealisme pula yang membuatnya pernah mengajar melukis bagi para pasien Rumah Sakit Jiwa Grogol pada awal tahun 80'an, sebagai suatu terapi alternatif penyembuhan penderita gangguan jiwa. Salah satu motto hidupnya yang mengutip perkataan Suryometaram dalam enam SA "Sabutuhe, Saperlune, Sacukupe, Sabenere, Samestine, Sakepenake" (se butuhnya, seperlunya, secukupnya, sebenarnya, semestinya, senyamannya) dan tidak komersial membuatnya seperti "salah tempat tinggal" di Jakarta, sehingga Putu Wijaya pun menjulukinya sebagai "Pertapa di tengah kota".

Selain melukis, Soenarto Pr juga dikenal sebagai seorang pematung yang sebagian besar karyanya berupa patung dada pahlawan-pahlawan nasional Indonesia, seperti patung Ki Hajar Dewantara, Bung Tomo, atau patung utuh Jenderal Gatot Subroto yang terpasang di Purwokerto, Latuharhary di Pulau Haruku, serta monumen dan relief Jend. A. Yani di museum Sasmitaloka, dan bahkan patung-patung hikayat Keong Emas yang terpasang di Taman Bunga Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah.

Selama 50 tahun kontribusinya dalam dunia seni rupa Indonesia, Soenarto Pr selalu mengadakan pameran bersama.

beberapa judul karya yang dikoleksi para kolektor

  1. "Gadis kecil" (1956) - Museum Ubud, Bali
  2. "Pemuda Duduk" (1956) - Robert Armstrong, Amerika
  3. "Bawuk" (1957) - Perwakilan RI di Malaysia
  4. " Persawahan di Desa" (1957) - Perwakilan RI di India
  5. "Potret diri bertopi" (1957) - Dinas Kesenian P dan K
  6. "Gadis Bali" (1958) - Presiden RI I Bung Karno, Istana Negara
  7. "Potret Diri" 9 (sembilan) lukisan selama 1957-1967; "Wanita Tidur", "Turun ke Kota" dan beberapa lagi yang lain - Drg. Kusmargono, Yogyakarta
  8. "Kuda-kuda Beriringan Berlarian" (1964) - Ibu Ahmad Tahir
  9. "Potret Diri" dan ada lagi yang dikoleksi Galeri Nasional
  10. "Potret Diri", "Dien Menyisir Mia", "Dien '94-'95" - Bentara Budaya Jakarta
  11. "Potret Diri dan Kwitansi Kosong"; "Ibu Guru" - Taman Ismail Marzuki Jakarta
  12. "Potret Diri" dan beberapa lukisan lain - Balai Senirupa DKI Jakarta
  13. "Studi Fatahillah" (beberapa lukisan) (1992 - 1994) - Budi Prayitno, MA
  14. "Seratus Tahun Parade Lintas Serayu I" (1994) - August Parengkuan
  15. "Seratus Tahun Parade Lintas Serayu II" (1995) - Tumbu Astriani
  16. "Seratus Tahun Parade Lintas Serayu III" (1995) - Yogi Sintara
  17. "Potret Diri '97" - Betty Sastra Lino
  18. "Potret Diri dan Globalisasi" (1999) dan 2 lukisan lain - Raimin, MBA
  19. "Studi Sayu Wiwit" (2000) - Djoko Pekik
  20. "Bagaikan Mawar…" (2000) - Waluyo
  21. "Potret Diri 2000", "Senja Merah Jambu-100 Tahun Bung Karno" - Nina Saputra
  22. "Penyergapan yang berhasil 2004", "Gemah Ripah 2008" - Aditya Rochim

Pranala luar

sunting

[1][pranala nonaktif permanen] [2] Diarsipkan 2019-04-10 di Wayback Machine.