Kasus Freeport Indonesia 2015

skandal politik di Indonesia
(Dialihkan dari Skandal PT Freeport 2015)

Dalam politik Indonesia, kasus PT Freeport Indonesia 2015—dikenal pula sebagai Kasus "Papa Minta Saham"[1]—adalah sebuah kasus dan skandal politik ketika Ketua DPR RI Setya Novanto (dari Partai Golkar) disebut mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham dalam sebuah pertemuan dengan PT Freeport Indonesia.[2]

Ketua DPR RI Setya Novanto, tokoh utama dalam kasus ini.
Menteri ESDM Sudirman Said, yang melaporkan kasus ini ke Mahkamah Kehormatan Dewan.

Pada 16 November 2015, Menteri ESDM Sudirman melaporkan Setya Novanto secara tertulis ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.[3] Pada 2 Desember 2015, sidang MKD dimulai dan Sudirman Said memberikan rekaman utuh dan transkip percakapan antara Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin sebagai bukti perbuatan Novanto.[3][4] Dalam rekaman ini Setya Novanto menyebut nama Luhut Binsar Panjaitan (Kepala Staf Presiden) paling banyak yaitu sebanyak 66 kali. Luhut pun membantah terlibat dan sempat dipanggil oleh Majelis MKD.[5]

Pada 16 Desember 2015, seluruh anggota MKD (17 orang) memutuskan Novanto bersalah, dengan suara terbanyak (10 orang) memutuskan sanksi sedang, yaitu pemberhentian sebagai Ketua DPR RI.[6] Tujuh anggota lainnya meminta diberikannya sanksi berat, yaitu pemberhentian sebagai anggota DPR RI, namun tidak mencapai suara terbanyak.[6] Pada hari yang sama, Novanto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI [7]

Di luar jalur pelanggaran etika oleh Mahkamah Kehormatan Dewan, Kejaksaan Agung secara paralel menyelidiki kasus ini dengan tuduhan pemufakatan jahat. Menteri ESDM Sudirman Said dan Dirut PT Freeport sempat dipanggil oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum). Setya Novanto juga sudah memberikan keterangan sebanyak tiga kali. Rekaman tersebut juga disita oleh Jampidum. Akan tetapi saksi kunci yaitu Riza Chalid tidak muncul meskipun sudah dipanggil berkali-kali. Menurut Menteri Hukum dan HAM, Riza Chalid berada di luar negeri sejak kasus mencuat. Jaksa Agung pun menyatakan bahwa kasus ini diendapkan.[8]

Referensi

sunting