Sjofjan Rassat

dokter Indonesia

dr. Sjofjan Rassat (atau ditulis dengan berbagai kombinasi variasi ejaan: Sjofian, Sofjan, Sofian, Rassad, Rasat, Rasad) adalah seorang dokter Indonesia yang aktif pada masa Hindia Belanda hingga Orde Lama.[1][2] Lulus STOVIA) pada 1918, ia bertugas di Bangkinang (1918-1924), Kayutanam(1924-1934), dan Padang (1934-1939) sebelum pindah ke Jakarta sejak 1939 hingga penisun pada 1963.

Infobox orangSjofjan Rassat
Biografi
Kelahiran23 Oktober 1892 Edit nilai pada Wikidata
Payakumbuh Edit nilai pada Wikidata
Kematian4 Mei 1966 Edit nilai pada Wikidata (73 tahun)
Bandung Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
Kelompok etnikOrang Minangkabau Edit nilai pada Wikidata
PendidikanSTOVIA Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaandokter Edit nilai pada Wikidata
Keluarga
Orang tuaRassat Soetan Saidi Edit nilai pada WikidataAlisah Edit nilai pada Wikidata
SaudaraSjamsoeddin Rassat dan Djohan Rassat Edit nilai pada Wikidata

Kehidupan awal

sunting

Sjofjan Rassat lahir di Payakumbuh pada 23 Oktober 1892 dari pasangan Rassat Soetan Saidi (yang memiliki empat istri) dan Alisah. Sang ayah merupakan adik dari Nawawi Soetan Makmoer. Mereka merupakan anak dari Ranggo Ani yang leluhurnya berasal dari Nagari Air Bangih.

Sjofjan Rassat bersaudara kandung dengan Sjamsoeddin Rassat, kelak menjadi penulis dan wartawan di Padang.

Sjofjan Rassat memperoleh gelar Indisch Arts dari School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) pada 27 Mei 1918.[3] Mulanya, ia ditempatkan di Bangkinang selama enam tahun.[4] Selanjutnya, ia memimpin RS Kayutanam selama sepuluh tahun (1924-1934) dan cikal bakal sebuah RS di Padang selama lima tahun (1934-1939).[5][6]

Kiprah

sunting

Kayutanam

sunting

Selama tugasnya di Kayutanam, ia aktif mengampanyekan kesehatan lingkungan dan memperkenalkan penggunaan kakus kepada masyarakat. Lewat Gezondheids Brigade, ia mendidik kader-kader kesehatan yang turun ke desa-desa sekitar Kayutanam untuk mengajar cara hidup bersih dan sehat, khususnya kepada anak-anak sekolah.[7][8]

Ia juga membantu INS Kayutanam memperoleh tanah seluas 20 ha untuk praktik siswa. Tanah ini dimanfaatkan untuk kebun serta pemeliharaan ternak lembu dan kerbau dengan pemerahan susu.[9][10][11][12] Selain itu, ia secara sukarela mengadakan kursus kesehatan bagi guru sekolah dan agama—salah seorang muridnya yakni Rahmah El Yunusiyah.

Majalah Pewarta mencatat, kepergiannya dilepas lewat acara perpisahan dan dihadiahi oleh meja tamu seharga f 75 dari S.M. Latif. Kepala Negeri Kayutanam menyebut Sjofjan Rassat berjasa dalam meningkatkan keyakinan masyarakat untuk berobat ke rumah sakit, terutama bersalin.[5]

Pada 1933, Sjofjan Rassat meminta fatwa kepada beberapa ulama Minangkabau di Padang Panjang dan Padang (yakni Abdul Karim Amrullah, Daud Rasyidi, Ibrahim Musa, dan Abdullah Ahmad) terkait kontroversi tusukan limpa (miltpunctie). Hasilnya, para ulama menyatakan miltpunctie tidak dilarang karena mencegah penyakit berpindah ke orang lain.[13]

Padang

sunting
 
Rumah Sakit Jiwa HB Saanin Padang

Sejak 1934 sampai 1939, ia mengepalai rumah sakit ingatan dan bersalin di Tarandam, Padang (cikal bakal Rumah Sakit Jiwa HB Saanin Padang).[14] Seperti di Kayutanam, ia giat memperkenalkan penggunaan kakus di tengah masyarakat. Ia juga mengampanyekan persalinan di rumah sakit.[15]

Di luar kesibukannya, ia menjadi pengurus Het Nederlands-Indische Rode Kruis (NIRK, Palang Merah) Padang dan Stichting Centraal Vereneging Tuberculosa Besttriding (SCVT) Sumatera Barat. Ia juga tercatat sebagai anggota komite sekolah tinggi milik Muhammadiyah di Kandang, Padang, tapi belakangan mengundurkan diri karena kesibukan.[16]

Namanya muncul sebagai kandidat Dewan Kota (Gemeenteraad) Padang dalam pemilihan tahun 1934. Namun, sebelum pemungutan suara, ia mengundurkan diri karena "terlalu banyak pekerjaan" sehingga "tidak dapat memberi tenaga sepenuhnya untuk menjalankan kewajiban sebagai anggota Gemeenteraad".[17]

Pindah ke Jakarta

sunting

Usai tugas di Padang pada 1939, Sjofjan Rassat ditempatkan di bidang sociale overheidszorg, bagian pemberantasan malaria di Tanjung Priok.[18] Ia bertugas sampai tahun 1942. Pada masa awal pendudukan Jepang, ia diangkat menjadi Wakil Kepala Balai Pembasmi Malaria untuk Jawa di bawah Kantor Pusat Urusan Kesehatan (Naimubu Eiseikjokoe).[19]

Setelah kemerdekaan, ia menjadi dokter kesehatan keresidenan (dokares) Jakarta. Ia awalnya menjalankan praktik di kediamannya yang terletak di Salemba Tengah. Pada 1948, ia pindah ke Jembatan Lima.[20]

Sejak 1950 sampai 1961, ia bertugas sebagai dokter Istana Merdeka atas permintaan Menteri Kesehatan Johannes Leimena. Ia pensiun pada 1963.

Akhir kehidupan

sunting

Ia meninggal dunia di Bandung pada 4 Mei 1966 dalam usia 74 tahun.

Kehidupan pribadi

sunting

Sjofjan Rassat menikah dengan Aisyah pada 1918 dan dikaruniai enam anak. Istrinya merupakan keturunan Bagagarsyah dari Pagaruyung. Aisyah wafat pada 4 Mei 1966 dan sebelum meninggal diketahui memiliki riwayat diabetes melitus.[21]

Anak perempuannya, Siti Fatma, menikah dengan Joesoef Ronodipoero.

Sjofjan Rassat memiliki cucu yang bernama sama dan kelak juga menjadi dokter.

Karya tulis

sunting
  • Hidup Sehat (bersama M. Sjafei dan Gazali Dunia)[22]
  • Ibu dan Anak: Pemeliharaan Wanita Hamil dan Baji (1960)
  • Pertolongan Pertama pada Ketjelakaan (1964)

Referensi

sunting
  1. ^ Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa. Gunseikanbu. 1944. 
  2. ^ Pewarta. 3 Oktober 1934.
  3. ^ Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). Landsdrukkerij. 1931. 
  4. ^ Regeerings-almanak voor Nederlandsch-Indie (dalam bahasa Belanda). 1922. 
  5. ^ a b Pewarta. 28 April 1934.
  6. ^ Pemandangan. 17 Februari 1934
  7. ^ Pewarta. 1 Agustus 1934.
  8. ^ Tempo. 25 Agustus 1973.
  9. ^ Kamajaya (1966). Pendidikan nasional Pantjasila: perdjuangan pendidikan nasional Indonesia dan hasil-hasilnja, dengan amanat P.J.M. Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi Dr. Ir. Sukarno, oleh Kamadjaja. Indonesia. 
  10. ^ "Dinamika Perkembangan INS Kayutanam 1926-1998". Bunga Rampai Sejarah Sumatera Barat: "Sumatera Barat dari Zaman Jepang Hingga Era Reformasi". Padang: BPSNT Padang Press. 2012. hlm. 1–68. ISBN 9786028742542. 
  11. ^ Translations, East-West Center Research Publications and; Translations, East-West Center Research (1967). Translation Series (dalam bahasa Inggris). 
  12. ^ Said, Mohamad (1981). Pendidikan abad keduapuluh dengan latar belakang kebudayaannya. Mutiara. 
  13. ^ Sinar Deli. 25 Mei 1933.
  14. ^ https://rsjhbsaanin.sumbarprov.go.id/images/2022/11/file/Buku_Profil_2022_Fix-dikompresi.pdf
  15. ^ Sitti Djanewar Bustami Aman (2001). Nostalgia Liau Andeh. Balai Pustaka. ISBN 978-979-666-657-7. 
  16. ^ Perantaraan Kita. 4 Juni 1938.
  17. ^ Pewarta. 29 Juni 1934.
  18. ^ Nederlandsch tijdschrift voor geneeskunde (dalam bahasa Belanda). H.A. Frijlink. 1946-07. 
  19. ^ Asia Raja. 5 Januari 1943.
  20. ^ Keng Po. 10 September 1948.
  21. ^ Oei, Tjien (2010-05-20). Memoirs of Indonesian Doctors and Professionals 2 (dalam bahasa Inggris). Xlibris Corporation. ISBN 978-1-4500-9897-7. 
  22. ^ Suara guru. Harapan Masa. 1968.