Sistem perkawinan di Minangkabau

Perkawinan di Minangkabau terbagi dari beberapa bagian, antara lain; kawin ideal dan kawin pantang. Kawin Ideal disebut juga dengan perkawinan awak samo awak atau pulang ka bako. Menurut alam pikiran orang Minangkabau perkawinan yang paling ideal ialah perkawinan antara keluarga dekat. seperti perkawinan antara anak kemenakan. Pulang ke Mamak artinya mengawini anak mamak, sedangkan Pulang ke Bako maksudnya adalah mengawini kemenakan Ayah. Tingkat perkawinan ideal berikutnya ialah perkawinan ambil mengambil. Artinya kakak beradik laki-laki dan perempuan A menikah secara bersilang dengan kakak beradik laki-laki dan perempuan B. Urutan selanjutnya ialah perkawinan orang sekorong sekampung. Senagari. seluhak. dan akhirnya sesama Minangkabau. Perkawinan dengan orang luar kurang disukai, meskipun tidak dilarang. Dengan kata lain. perkawinan ideal bagi masyarakat Minangkabau ialah perkawinan antara "awak samo awak", ltu bukan menggambarkan bahwa mereka menganut sikap yang eksklusif. Pola perkawinan "awak sarna awak" itu berlatar belakang sistem komunal dan kolektivisme yang dianutnya. Sedangkan Kawin Pantang ialah kawin yang dilarang atau tidak boleh dilakukan oleh orang Minangkabau, apabila tetap dilakukan akan mendapatkan sanksi hukuman. Di samping itu ditemui pula semacam perkawinan sumbang, yang tidak ada larangan dan pantangannya, akan tetapi lebih baik tidak dilakukan.

Perkawinan yang dilarang ialah perkawinan yang terlarang menurut'hukum perkawinan yang telah umum seperti mengawini ibu, ayah. anak saudara seibu dan sebapak, saudara ibu dan bapak, mamak, adik dan kakak, mertua dan menantu. anak tiri dan ibu atau bapak tiri. saudara kandung istri atau suami, dan anak saudara laki-Iaki ayah. Perkawinan pantang ialah perkawinan yang akan merusakkan sistem adat mereka, yaitu perkawinan orang yang setali damh menurut stelsel matrilineal, sekaum, dan juga sesuku meskipun tidak ada hubungan kekerabatan dan tidak sekampung halaman.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ Navis, A.A. (1984). Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta: Grafiti Pers. hlm. 193.