Sisingamangaraja XI
Sisingamangaraja XI dengan nama lengkap Raja Sohahuaon Sinambela adalah seorang penguasa dan imam (bahasa Belanda: Priesterkoning) di negeri Toba. Ia merupakan Singamangaraja pertama yang berhubungan langsung dengan para misionaris, termasuk dengan Ludwig Ingwer Nommensen.[2]
Sisingamangaraja XI | |||||
---|---|---|---|---|---|
Berkuasa | 1830-1867 | ||||
Pendahulu | Raja Tuan Nabolon Sinambela (Sisingamangaraja X) | ||||
Penerus | Patuan Bosar Sinambela (Sisingamangaraja XII)[1] | ||||
Kelahiran | 1819 | ||||
Pasangan | |||||
Keturunan |
| ||||
| |||||
Wangsa | ![]() | ||||
Ayah | Raja Ompu Tuan Nabolon Sinambela (Sisingamangaraja X) | ||||
Ibu | boru Aritonang |
Sisingamangaraja XI memerintah di Bakkara selama 37 tahun (1830-1876). Jalannya pemerintahan berlangsung konstruktif. Hal ini ditunjukkan dengan dibangunnya kembali Bakkara dan Toba dari kerusakan akibat serangan Pasukan Padri.
Jasa yang terbesar dari Sisingamangaraja XI adalah selaku ayah mempersiapkan puteranya Sisingamangaraja XII untuk sanggup menghadapi agresi Belanda.[3]
Misi kemiliteran Aceh
suntingPada tahun 1843-1845, Sisingamangaraja XI mengikuti pendidikan militer di Indrapuri, Aceh. Di situ Sisingamangaraja XI menjadi sahabat karib dengan teman sekolah militernya, yakni Ali Muhammad Syah (yang pada tahun 1870-1874 menjadi Sultan Aceh). Sekembalinya dari Aceh, Sisingamangaraja XI membawa serta tujuh panglima Aceh di bawah komando Teuku Nanta Setia.[3] Di Bakkara, Sisingamangaraja XI bersama dengan Teuku Nanta Setia, yang bertugas sebagai kepala misi kemiliteran Aceh, membuat sebuah Rencana Gerilya jangka panjang, untuk mempersiapkan diri menghadapi agresi Belanda yang akan menyerang Tanah Batak dan Aceh. Rencana tersebut ialah:[3]
- Pasukan-pasukan Batak ditempatkan di daerah aliran Sungai Simpang Kanan, serta pegunungan-pegunungan di sekitarnya.
- Pasukan-pasukan Aceh ditempatkan di daerah aliran Sungai Simpang Kiri, serta pegunungan-pegunungan di sekitarnya.
Rencana gerilya itu ternyata benar-benar dijalankan pada periode tahun 1873-1907.[3]
Selama 62 tahun keberadaan Misi kemiliteran Aceh di Bakkara, tidak pernah sekalipun anggota misi yang berkhianat atau desersi. Pada tahun 1875, saat Sisingamangaraja XII Pahlawan Nasional Indonesia mengunjungi Raja Rondahaim di Raya, Simalungun, misi kemiliteran Aceh tersebut ikut serta, dan mendidik pasukan dari Raja Rondahaim. [3]
Misi kemiliteran Aceh berakhir pada tahun 1907, saat seluruh anggotanya gugur bersama Sisingamangaraja XII.[3]
Referensi
sunting- ^ Sinambela, Poernama Rea (1992). Ayahku Si Singamangaraja XII Pahlawan Nasional. Aksara Persada Indonesia.
- ^ Sidjabat, Walter Bonar (1983). Ahu Si Singamangaraja: Arti Historis, Politis, Ekonomis, dan Religius Si Singamangaraja XII. Penerbit Sinar Harapan. hlm. 158.
- ^ a b c d e f Parlindungan, Mangaradja Onggang (2007). Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao terror agama Islam mazhab Hambali di Tanah Batak, 1816-1833. Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Studi (LKiS). hlm. 468–484. ISBN 9789799785336.