Simalin merupakan sastra lisan Minangkabau yang terdapat di Nagari Tarantang, Harau. Sastra lisan ini berbentuk pembacaan Kaba Malin Deman dengan iringan ketukan korek api seperti dalam Sijobang. Yang membedakan sastra lisan ini dengan Sijobang, sastra lisan ini tidak memerlukan pendendang khusus. Siapa saja boleh mendendangkan bacaan asalkan mampu membaca aksara Arab Melayu. Meski demikian, hanya laki-lakilah yang biasanya terlibat dalam Simalin.[1] Sastra lisan ini disampaikan dalam dialek Payakumbuh.[2]

Pertunjukkan Simalin ini berfungsi sebagai hiburan. Umumnya, Simalin dipentaskan untuk memeriahkan acara perkawinan atau sunatan. Pertunjukkan Simalin dapat dipentaskan di tempat selain tempat ibadah. Aturan tempat ini tidak seketat Sijobang yang afdal diadakan di laga-laga atau di pentas di depan rumah. Simalin dapat dipentaskan meskipun hanya beralas tikar di halaman rumah.[1]

Simalin diyakini berasal dari pendakwah Islam dari Agam. Orang tersebut kemudian tinggal di Tarantang. Untuk berdakwah, ia membacakan Kaba Malin Daman agar masyarakat sekitar tertarik. Setelah masyarakat yang tertarik meningkat, Simalin kemudian dituliskan dalam aksara Arab Melayu. Naskah inilah yang kemudian dibacakan hingga masa-masa selanjutnya. Dengan demikian, penggiat Simalin pastilah orang yang melek aksara.[1]

Dalam Simalin, terdapat beberapa jenis lagu yang umum didendangkan, meliputi: lagu basamo, urang marontak maambiak rumbai, mudiak adia, adia putiah, dan Sungai Tolang.[1] Meski demikian, lagu yang didendangkan dapat berupa lagu pilihan penonton ataupun pilihan pendendang itu sendiri, sehingga tidak berkesan monoton karena lagu-lagu yang sama diulang-ulang.[2]

Sejak 1985an, Simalin tidak pernah dipertunjukkan secara formal, baik dalam festival, siaran radio, ataupun siaran televisi. Sastra lisan ini dianggap telah punah sejak saat itu.[2]

Catatan kaki

sunting

Referesi

sunting
  • Amir, Adriyetti; Anwar, Khairil (2006). Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University Press. ISBN 979109708-9.