Sigarlaki dan Limbat

Sigarlaki dan Limbat adalah cerita rakyat yang berasal dari Sulawesi Utara.[1][2][3][4][5] Kisah ini berasal dari daerah Tondano.[2] Kisah ini menceritakan tentang persahabatan antara Sigarlaki dan Limbat.[3] Persahabatan kedua orang ini rusak karena rasa tidak percaya Sigarlaki terhadap sahabatnya Limbat.[4] Sigarlaki menuduh Limbat mencuri daging namun tak ada bukti yang kuat akan hal itu.[2]

Cerita

sunting

Di suatu desa di Tondano, hiduplah seorang pemburu bernama Sigarlaki.[4] Ia mempunyai seorang pelayan yang setia yaitu Limbat.[4] Sigarlaki terkenal dengan keahliannya sebagai pemburu yang menggunakan tombak.[4] Ia tidak pernah meleset dalam melempar tombak kepada sasarannya.[4] Ia selalu mendapatkan buruannya dan menyimpan daging buruannya di gudang makanan sebagai persediaan makanan bagi dirinya dan limbat.[4] Limbat bertugas untuk mengolah daging-daging hasil buruan tersebut menjadi masakan bagi Sigarlaki.[5] Suatu hari, Sigarlaki memutuskan untuk pergi berburu sendiri tanpa ditemani oleh Limbat.[5] Naas bagi Sigarlaki karena hari itu ia tidak menemukan satu buruan pun untuk ditangkap.[5] Seharian ia bertahan di hutan sambil berharap ada hewan yang muncul namun tak satu jua hewan yang terlihat.[5] Ia pun akhirnya pulang dengan tangan hampa.[5] Sesampainya di rumah ia meminta Limbat untuk memasak daging karena ia lapar setelah seharian menunggu di hutan.[5] Limbat pun pergi ke gudang untuk mengambil sebagian dari persediaan daging untuk dimasak.[5] Namun, Limbat terkejut ketika melihat bahwa daging sudah tidak ada di gudang.[5] Rupanya sewaktu Sigarlaki pergi berburu, Limbat pun pergi berburu di tempat yang terpisah sehingga tidak ada yang menjaga rumah.[5] Limbat pun melaporkan kepada Sigarlaki bahwa daging hilang.[2] Limbat terkejut ketika mengetahui bahwa Sigarlaki justru menuduh dirinya yang mencuri daging persediaan.[2] Limbat berusaha meyakinkan bahwa ia bukanlah pencuri daging namun Sigarlaki tetap tidak percaya.[2] Akhirnya, Sigarlaki meminta Limbat untuk melakukan sesuatu sesuai perintahnya agar membuktikan bahwa ia bukan pencuri daging tersebut.[2] Sigarlaki mengatakan pada Limbat bahwa ia akan menancapkan tombak ke kolam[2] Jika tombak itu muncul lebih dulu maka Limbat bukanlah pencuri daging tetapi jika Limbat yang muncul lebih dulu maka ia adalah pencuri daging itu.[2] Limbat pun menyetujui hal itu.[2] Sigarlaki melemparkan tombaknya ke kolam dan Limbat pun mulai menyelam ke kolam untuk mengambilnya.[2] Ketika Sigarlaki menunggu Limbat menyelam, ia melihat babi hutan dan kemudian mengambil tombaknya lalu menancapkannya ke badan babi hutan itu.[2] Limbat terbukti tidak bersalah karena tombak itu keluar lebih dahulu, tetapi Sigarlaki tidak sepakat karena ia sedang melihat ke arah babi hutan.[2] Akhirnya tes itu diulang kembali.[5] Sigarlaki menancapkan tombaknya ke kolam dan Limbat mulai menyelam.[5] Sembari menunggu tombak muncul, seekor kepiting raksasa berjalan ke arah Sigarlaki dan mencapit jari kakinya.[5] Sigarlaki pun kesakitan lalu menjerit.[5] Ia tidak melihat bahwa tombaknya telah muncul di permukaan kolam.[5] Ini membuktikan bahwa Limbat tidak bersalah.[5]

Cerita tentang persahabatan Sigarlaki dan Limbat memiliki sebuah pesan bagi kehidupan manusia.[5] Pertama, manusia tidak boleh menuduh sesamanya tanpa bukti yang jelas.[2] Kedua, bukti haruslah sesuatu yang akurat dan jelas.[2] Ketiga, rasa percaya adalah hal yang penting dalam hubungan persahabatan.[2] Keempat, menuduh seseorang tanpa bukti yang jelas dan akurat adalah tindakan yang tidak benar dan akan mendapat ganjaran seperti yang dialami Sigarlaki.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ Amanda Clara. 2008. Cerita Rakyat dari Sabang sampai Merauke. Yogyakarta:Widyatama. Hlm 70.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Sumbi Sumbangsari. 2008. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara.Jakarta:WahyuMedia.Hlm 59.
  3. ^ a b Tim Optima Pictures. 2009. 101 Cerita Nusantara. Malang:Kawan Pustaka.Hlm 190
  4. ^ a b c d e f g Monika Cri Maharani. 2011. Cerita Rakyat asli Indonesia: dari 33 Provinsi.Jakarta: Agromedia Pustaka.Hlm 102.
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Marina Asril Reza. 2010. 108 Cerita Rakyat terbaik Asli Nusantara.Jakarta:Visimedia. Hlm 181.