Siebold Mewengkang

Siebold Mewengkang, kadang juga ditulis Mawengkang[1], (lahir 10 September 1904; meninggal tidak diketahui) adalah seorang tokoh buruh dan pejuang yang terkemuka di Kalimantan Timur. Ia dikenal sebagai ketua Serikat Kaum Buruh Minyak (SKBM) Kalimantan Timur sekaligus pengurus Ikatan Nasional Indonesia (INI), organisasi perjuangan yang dominan di Kalimantan Timur semasa perang.

Siebold Mewengkang
Informasi pribadi
Lahir(1904-09-10)10 September 1904
Tompaso, Hindia Belanda
MeninggalTidak diketahui
Partai politikINI (1946–1950)
Partai Buruh
Afiliasi politik
lainnya
SKBM
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Pada tahun 1961, Siebold dipenjara oleh tentara selama setahun atas perintah Brigjen Soehario guna memperkuat posisi Persatuan Buruh Minyak (Perbum) dan induknya, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), di Balikpapan. Setelah dibebaskan dari tahanan penjara, ia dikenakan tahanan kota dan baru benar-benar bebas pada tahun 1965, ketika Soehario digantikan oleh Soemitro sebagai Pangdam IX/Mulawarman. Setelah bebas, ia pensiun dari pekerjaannya sebagai buruh minyak pada tahun 1966 dan mengandalkan hidupnya dari anak cucu serta usaha penggergajian kayu miliknya.[1][2]

Kehidupan dan karir awal

sunting

Siebold lahir di Tompaso pada tanggal 10 September 1904.[1] Setelah lulus dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Manado, ia bekerja sebagai guru Hollandsch Inlandsche School (HIS). Ia lalu beralih profesi menjadi pegawai kantor pajak Sulawesi Tengah sebelum pindah ke Balikpapan pada tahun 1926. Di sana, Siebold bekerja di Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) sebagai pengawas bagian pembukuan (boekhouding).[1][2]

 
Tugu lama peristiwa pengibaran bendera Merah Putih di Karang Anyar sebelum dipindahkan pada tahun 2021.

Setelah tersebarnya berita mengenai proklamasi kemerdekaan di Balikpapan yang dibawa oleh para buruh BPM yang datang dari Jawa, beberapa tokoh perjuangan di sana (termasuk Siebold), sepakat untuk mengibarkan bendera merah putih di kawasan Karang Anyar (kini bagian dari Kecamatan Balikpapan Tengah) pada tanggal 13 November 1945 untuk menyambut berita tersebut.[3]

Siebold terlibat dalam berdirinya Ikatan Nasional Indonesia (INI) pada tanggal 5 Juni 1946 dan duduk sebagai pengurus bidang sosial ekonomi.[4] Selain itu, ia juga menjadi ketua serikat buruh yang berafiliasi dengan INI, yakni Serikat Kaum Buruh (SKB). Serikat ini kemudian berkembang menjadi SKBM di dekade 1950-an.[5] Karena perubahan sifat SKB dari yang semula hanya berfokus pada peningkatan kesejahteraan buruh menjadi suatu gerakan politik, pada tanggal 22 Desember 1946, SKB dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah Belanda.[6]

Pada awal tahun 1947, Siebold dan beberapa pengurus INI lainnya seperti Mahmudin Nata dan Mas Sarman, ditangkap oleh Belanda tetapi dibebaskan kembali selang beberapa bulan. Mereka kemudian mendirikan Fonds National Indonesia (FONI), sebuah organisasi pergerakan yang berkedok sebagai badan amal guna mengumpulkan dana untuk perjuangan bersenjata. Meski demikian, Siebold dan pimpinan INI lainnya kembali ditangkap oleh Belanda pada tahun yang sama.[6] Pada tanggal 18 Maret 1948, pengadilan Belanda di Balikpapan memvonis Siebold dengan hukuman satu tahun penjara.[7] Selama di penjara, ia mengalami berbagai macam siksaan, mulai dari kurungan di kamar mandi selama dua hari, dimasukkan ke dalam kurungan ayam bersama tahanan lainnya selama dua bulan, dan dipukul dengan kayu ulin.[1]

Sebagai ketua SKBM

sunting

Dekade 1950-an

sunting

Setelah pengakuan kedaulatan, Siebold kembali bekerja di BPM dan mendirikan kembali SKB yang pernah ia pimpin semasa perang dan menggabungkannya dengan Serikat Kaum Buruh Minyak (SKBM).[2] Saat terjadi fusi INI dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada bulan Februari 1950, ia tidak ikut meleburkan diri ke dalam PNI.[8] Siebold justru beralih ke Partai Buruh dan menjadi calon legislatif dari partai ini di daerah pemilihan Kalimantan Timur untuk DPR pada pemilihan umum tahun 1955.[9][10]

 
Para pengurus SKBM Kalimantan Timur berpose di depan kantor mereka di Balikpapan.

Di dekade 1950-an, SKBM bersaing sengit dengan Perbum dalam mencari pengaruh di kalangan buruh minyak. Salah satu pemicu utama rivalitas ini adalah perbedaan ideologi yang dianut. Perbum di Kalimantan Timur, meskipun awalnya bukan komunis dan berdiri secara independen, sejak tanggal 17 September 1951 berafiliasi dengan SOBSI dan dengan demikian, menganut ideologi komunis dan berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).[11] Adapun SKBM sejak awal bersifat non-komunis dan oleh karenanya, menggabungkan diri ke dalam Federasi Buruh Minyak Indonesia (FBMI) pada bulan Oktober 1951. FBMI sendiri menjadi wadah organisasi buruh minyak non-komunis dan karenanya bersaing dengan Perbum.[12]

Persaingan ini terlihat dalam sebuah insiden yang terjadi sebulan setelah SKBM bergabung dengan FBMI. Pada bulan November 1951, Perbum cabang Tanjung dan Serikat Buruh Minyak[a] (Serbumi) cabang Sanga-Sanga melayangkan protes terhadap Siebold dan SKBM Kalimantan Timur atas tindakan mereka yang menandatangani persetujuan tentang tunjangan keluarga buruh dengan BPM pada tanggal 25 November 1951. Siebold dan SKBM dituduh sebagai reformis yang melemahkan gerakan buruh dan malah memperkuat kaum kapitalis asing. Tindakan ini, oleh Perbum dan Serbumi, dipandang bertentangan dengan kesepakatan Konferensi Buruh Minyak yang diadakan di Bandung pada tanggal 7-13 November 1950 yang menghendaki penyeragaman peraturan, khususnya mengenai upah buruh.[14]

Pada akhir tahun 1956, Siebold terpilih oleh Yayasan Rockefeller untuk menjalani studi mengenai bidang perburuhan, seperti manajemen dan hubungan buruh, selama enam bulan di Amerika Serikat dan Eropa. Ia berangkat dari Indonesia pada bulan Maret 1957 dan kembali berada di Balikpapan pada tanggal 21 September 1957. Yayasan tersebut memberinya beasiswa untuk menunjang studi yang ia jalani.[15][16][17]

Dekade 1960-an

sunting

Memasuki dekade 1960-an, baik pengaruh Siebold maupun SKBM di Kalimantan Timur meredup. Pada tahun 1961, Siebold dipenjara oleh tentara atas tuduhan-tuduhan yang lemah oleh Soehario guna memperkuat posisi Perbum di Balikpapan, yang menjadi saingan terbesar dari SKBM sekaligus salah satu pendukung utama Soehario.[2] Setelah dipenjara selama setahun lebih, ia dikenakan tahanan kota hingga akhirnya dibebaskan pada tahun 1965 oleh Pangdam yang baru, Brigjen Soemitro Sastrodihardjo.[1][2]

Kehidupan akhir

sunting

Setelah bebas, pada tahun 1966, Siebold pensiun dari pekerjaannya di BPM setelah berhasil memperjuangkan keuntungan-keuntungan kecil bagi kaum buruh. Ia kemudian menggantungkan hidupnya pada usaha penggergajian yang ia miliki dan anak cucunya.[1][2] Usaha penggergajiannya bertahan selama 10 tahun dan pernah membantu pemerintah dalam membangun gedung-gedung SMP, SMA, SGA, dan STM, serta 8 buah rumah guru.[1]

Catatan

sunting
  1. ^ Serbumi nantinya menjadi salah satu anggota Konsentrasi Buruh Kerakyatan Indonesia (KBKI) dan dengan demikian, berafiliasi dengan PNI.[13]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h Hassan 2004, hlm. 218.
  2. ^ a b c d e f Magenda 1991, hlm. 100.
  3. ^ Burhanuddin dkk. 2015, hlm. 411.
  4. ^ Hassan 1994, hlm. 63.
  5. ^ Magenda 1991, hlm. 39.
  6. ^ a b Erman & Saptari 2013, hlm. 157.
  7. ^ Hassan 1994, hlm. 83.
  8. ^ Hassan 2004, hlm. 142.
  9. ^ Magenda 1991, hlm. 47, 51.
  10. ^ Kementerian Penerangan 1955, hlm. 165.
  11. ^ Erman & Saptari 2013, hlm. 159.
  12. ^ Erman & Saptari 2013, hlm. 160.
  13. ^ Bureau of International Labor Affairs 1958, hlm. 17-9, 17-10.
  14. ^ Erman & Saptari 2013, hlm. 158, 160.
  15. ^ "Indiase vice-president over bezoek aan Indonesie". Indische courant voor Nederland. 10 Oktober 1956. Diakses tanggal 28 Agustus 2024. 
  16. ^ "Parkeerverbod: Bekendmaking van de Verkeerspolitie". Algemeen Indische Dagblad: De Preangerbode. 21 September 1957. Diakses tanggal 28 Agustus 2024. 
  17. ^ Rockefeller Foundation 1957, hlm. 256.

Daftar pustaka

sunting