Seleukos II Kallinikos Pogon (bahasa Yunani: Σέλευκος Β΄ ὁ Καλλίνικος ὁ Πώγων; gelar pertama berarti "berjaya gemilang"; yang kedua, adalah julukan, berarti "berjenggot"),[1] adalah Raja Dinasti Seleukia, berkuasa atas Iran pada 246 – 225 SM, atas Syria pada 246 - 241 SM, juga atas Anatolia pada 246 – 237 SM. Dia mewarisi takhta dari ayahnya, Antiokhos II Theos. Sepeninggalnya, takhta diwariskan pada putranya, Seleukos III Soter.

Seleukos II Kallinikos
Raja Dinasti Seleukia
Penguasa Asia
Raja Diraja Iran
BerkuasaJuli/Agustus 246 – Desember 225 SM
PendahuluAntiokhos II Theos
PenerusSeleukos III Soter
Raja Anatolia
BerkuasaJuli/Agustus 246 – sek 237 SM
PendahuluAntiokhos II Theos
PenerusAntiokhos Hierax
Raja Syria
BerkuasaJuli/Agustus 246 – 241 SM
PendahuluAntiokhos II Theos
PenerusPtolemaios III Euergetes
Kelahiransek 265 SM
KematianDesember 225 SM
(aged 39–40)
PasanganLaodike
Keturunan
WangsaSeleukidai
DinastiSeleukidai
AyahAntiokhos II Theos
IbuLaodike
Koin Seleukos II. Sisi satunya menunjukkan Dewa Apollo bersandar pada tripod. Tulisan Yunani dibaca ΒΑΣΙΛΕΩΣ ΣΕΛΕΥΚΟΥ (Raja Seleukos).

Sebagaimana pendahulunya, masa kekuasaan Seleukos II juga diwarnai dengan peperangan melawan Dinasti Ptolemaios penguasa Mesir. Dia juga kehilangan beberapa wilayah lantaran pemberontakan, baik dari para satrap (gubernur) kawasan timur yang memanfaatkan lemahnya pengawasan pusat, maupun dari keluarganya sendiri.

Awal kekuasaan

sunting

Seleukos II adalah putra dari Antiokhos II Theos dan Laodike putri Achaios. Pihak Antiokhos II dan Firaun Mesir Ptolemaios II mengadakan perjanjian damai setelah keduanya terlibat dalam Perang Suriah Kedua. Sebagai bagian dari perjanjian, Antiokhos II menikahi Berenike putri Ptolemaios II dan takhta diwariskan pada anak mereka berdua.[2] Meski kemudian diceraikan, Laodike masih memiliki pengaruh dalam politik.

Antiokhos II meninggal pada Juli 246 SM dan dipercaya bahwa Laodike meracuninya. Laodike menyatakan putranya, Seleukos, sebagai raja dan Berenike juga menyatakan putranya, namanya juga Antiokhos, sebagai raja. Berenike bertindak tegas pada awalnya, menguasai sebagian besar Suriah dan Kilikia. Namun Berenike dan putranya kemudian dibunuh oleh pendukung Seleukos II dan Laodike.

Ptolemaios III Euergetes yang merupakan Firaun Mesir saat itu sekaligus saudara Berenike murka mengetahui kematian Berenike, menyulut Perang Suriah Ketiga. Ptolemaios III menyerbu wilayah Seleukia dan mendarat di Seleukia Pieria, menerima penyerahan Suriah dan Kilikia dan menguasai sampai kawasan Tigris atau sekitarnya (meskipun ia tidak mencapai Babil).[3] Ptolemaios tetap berada di Suriah selama musim dingin tahun 246-245 SM, sementara Seleukos mengirim ekspedisi melalui laut untuk merebut kembali daerah itu, tetapi armadanya dihancurkan oleh badai.

Pemulihan kekuasaan

sunting

Seleukos berhasil mempertahankan diri di pedalaman Anatolia dan membuat pengaturan untuk menopang kekuasaannya di sana. Salah satu saudarinya menikahi Raja Pontus Mithridates II, yang lain menikahi Raja Kapadokia Ariarathes III dari Kapadokia. Seleukos II sendiri menikahi saudari ibunya, namanya juga Laodike, yang dengannya dia memiliki lima anak termasuk Antiokhis, Seleukos III, dan Antiokhus III. Seleukos kemudian menunjuk saudaranya, Antiokhos Hierax, sebagai perwakilan raja di Anatolia untuk melawan Ptolemaios.

Ptolemaios III kembali ke Mesir pada 245 SM, konon membawa serta 40.000 talenta emas dan patung-patung dewa Mesir yang telah dijarah berabad-abad sebelumnya oleh Iran. Seleukos menyeberang ke Babilonia dan Mesopotamia terlebih dahulu, menerima kesetiaan dari wilayah timur kekaisaran, baru kemudian berbaris ke Suriah dan merebut kembali Antiokhia pada tahun 244 SM, diikuti oleh penaklukan kembali kota-kota besar lainnya di daerah tersebut. Pada 242 SM, bagian dalam Suriah Utara telah dikuasai kembali dan Seleukos bahkan mampu melancarkan serangan ke Suriah yang dikuasai Ptolemaios di sekitar Damaskus. Namun di tempat lain, Seleukos kurang berhasil. Di Laut Aegea, pasukan Ptolemaios mampu menguasai Efesos, serta Ainos dan Maroneia di Trakia, dan beberapa kota di sisi Asia Hellespontos.

Pada 241 SM, perdamaian akhirnya disepakati dan sebuah perjanjian ditandatangani. Ptolemaios mengakui Seleukos sebagai raja dan Sungai Eleutheros di Suriah sekali lagi diterima sebagai batas antara dua kerajaan. Namun Ptolemaios mempertahankan penaklukannya di Trakia, Efesos, dan yang paling penting, pelabuhan vital Seleukia Pieria. Selain terdapat makam pendiri dinasti Seleukia, Seleukos I, kota ini menguasai sebagian besar perdagangan dari Antiokhia. Keinginan Seleukia untuk menguasai kembali kota tersebut akan terbukti menjadi salah satu penyebab utama pecahnya perang Suriah Keempat pada 219 SM.

Sementara itu, Antiokhos Hierax yang didukung Ibu Suri Laodike justru menjadi raja saingan Seleukos II dan berkuasa atas Anatolia. Seleukos tampaknya telah meluncurkan serangan terhadap Antiokhos Hierax, tetapi tidak dapat menguasai Sardis. Setelah dua tahun menemui jalan buntu, kedua saudara kandung ini bertemu di Pertempuran Ancyra sekitar 237 SM. Dengan dukungan Raja Pontos Mithridates II dan penduduk Galatia, Antiokhos Hierax menang dan Seleukos nyaris tidak bisa melarikan diri. Setelahnya, Seleukos merelakan wilayah di luar Pegunungan Taurus untuk saudaranya dan penguasa Anatolia lainnya.

Provinsi timur

sunting

Dengan lemahnya pengawasan atas provinsi-provinsi bagian timur sejak zaman Antiokhos II, satrap (gubernur) Parthia Andragoras mengambil kesempatan dengan untuk memerdekakan diri secara de facto dan mulai mencetak koinnya sendiri pada tahun 245 SM. Namun, sebelum Seleukos dapat mengalihkan perhatiannya ke timur, pada tahun 238 SM, Andragoras telah dibunuh oleh Arsak I, seorang kepala suku Parni nomaden yang berbasis di kota Nissa (sekarang Nisa, Turkmenistan). Arsak I sebelumnya telah menyerang Baktria dan diusir oleh Diodotos I, satrap Baktria yang juga menyatakan kemerdekaan dari pemerintahan Seleukia.

Setelah kekalahan di Ancyra, garnisun Seleukia di wilayah itu semakin melemah dan memungkinkan Arsak untuk merebut lebih banyak wilayah, termasuk kota Ekatompylos (Qumis) yang dijadikan ibu kota baru mereka sekitar 237 SM. Sekitar waktu ini, Diodotos I digantikan oleh putranya, Diodotos II yang setuju untuk bersekutu dengan Parthia, menjadi penghalang bagi pihak Seleukia untuk menyerang wilayah timur.

Setelah itu, Seleukos berusaha untuk merebut kembali Parthia, tetapi sumber-sumber menunjukkan bahwa dia dikalahkan, atau mungkin mundur karena kekuatan Parthia. Setelah kekalahan ini, Diodotos II menyatakan dirinya sebagai raja Baktria, secara resmi memutuskan hubungan yang tersisa dengan istana Seleukia pada tahun 235 SM.

Perselisihan keluarga

sunting

Di Anatolia, Pergamum sekarang menjadi besar di bawah Atalos I. Ambisi Atalos I untuk menggantikan Antiokhos Hierax sebagai raja Anatolia menyebabkan perang besar dan beberapa pertempuran selama 230-an SM. Dalam waktu singkat Atalos I mengalahkan Galatia dan Antiokhos Hierax, juga memupus upaya Seleukos II merebut kembali Anatolia. Setelah dikalahkan oleh Atalos I dalam empat pertempuran, Antiokhos Hierax melarikan diri ke Armenia, yang rajanya memberinya perlindungan. Antiokhos Hierax kemudian berusaha menyerang Mesopotamia. Namun dia dikalahkan Andromakhos yang merupakan komanda pasukan Seleukia sekaligus pamannya dari pihak ibu. Melarikan diri lagi, Antiokhos akhirnya tewas di Trakia karena dibunuh perampok pada sekitar 226 SM.

Seleukuos II juga menangani pemberontakan di Antiokhia yang dipimpin bibinya, Stratonike, yang sebelumnya telah menikah dengan Raja Makedonia Demetrios II. Stratonike pergi menuju Suriah dan meninggalkan Demetrios II lantaran megambil istri lain, kemudian mengusulkan agar dirinya menikah dengan Seleukos II atau menuntut Seleukos II untuk membalas perlakuan Demetrios II. Namun lantaran Seleukos II menolak, Stratonike mengadakan pemberontakan di Antiokhia. Antiokhia dapat dikuasai kembali oleh Seleukos dan Stratonike melarikan diri ke kota Seleukia untuk mencari perlindungan pada Ptolemaios III, tetapi dia ditangkap di tengah perjalanan dan dihukum mati.

Pada tahun-tahun setelah kekalahan di Ancyra (237 SM), Seleukos memusatkan pada pembangunan kembali wilayah kekuasaannya, memperluas Antiokhia, dan menekan pemberontakan di Babil. Pada tahun 227 SM, dia telah cukup menstabilkan situasi untuk mulai memikirkan serangan baru terhadap Atalos untuk merebut kembali Anatolia.

Kematian

sunting

Sebelum bisa melancarkan penyerangan, Seleukos meninggal secara tak terduga pada tahun 225 SM akibat jatuh dari kudanya. Ia digantikan pertama-tama oleh putra sulungnya Aleksander yang mengambil nama takhta Seleukos III, dan kemudian oleh putra bungsunya, Antiokhos III Agung pada tahun 222 SM.

Rujukan

sunting
  1. ^ καλλίνικος, πώγων. Liddell, Henry George; Scott, Robert; A Greek–English Lexicon at the Perseus Project.
  2. ^ Bromiley, International Standard Bible Encyclopedia: A-D hlm.144
  3. ^ Grainger 2014, hlm. 186–194.

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting

  Artikel ini menyertakan teks dari suatu terbitan yang sekarang berada pada ranah publikChisholm, Hugh, ed. (1911). "perlu nama artikel ". Encyclopædia Britannica (edisi ke-11). Cambridge University Press. 

Seleukos II
Lahir:  ? Meninggal: 225 SM
Didahului oleh:
Antiokhos II Theos
Raja Dinasti Seleukia
Penguasa Asia
Raja Diraja Iran

246–225 SM
Diteruskan oleh:
Seleukos III Soter
Raja Anatolia
246 – sek 237 SM
Diteruskan oleh:
Antiokhos Hierax
Raja Syria
246 – 241 SM
Diteruskan oleh:
Ptolemaios III Euergetes