Selat Kanmon

salah satu selat di dunia

Selat Kanmon (Bahasa Jepang: 関門海峡 Kanmon-kaikyō) adalah selat yang memisahkan Pulau Kyushu dan Pulau Honshu. Selat ini adalah adalah jalur navigasi dan pelayaran yang penting di Kepulauan Jepang.[1] Selat Kanmon menghubungkan Laut Jepang di sisi barat dengan Laut Pedalaman Seto serta Samudera Pasifik di sebelah timur.[2] Lebar selat ini bervariasi. Pada titik paling sempitnya, lebarnya hanya beberapa meter saja dan panjang mencapai 10 km. Rata-rata kedalamannya mencapai minimal 13 meter.[3]

Etimologi

sunting

Nama Kanmon berasal dari gabungan kanji dua tempat yang terletak di pesisir selat ini. Kanji pertama yakni 関 yang dibaca "seki" atau "kan" berasal dari nama Kota Shimonoseki. Sedangkan kanji kedua yaitu 門 yang dibaca "mon" berasal dari nama Moji, salah satu distrik di Kota Kitakyushu.

 
Pemandangan Selat Kanmon dari Stasiun Hinoyama
 
Pemandangan Selat Kanmon dari Stasiun Hinoyama pada malam hari

Sejarah dan Perkembangan Transportasi

sunting

Sejarah

sunting

Selat ini memiliki peranan penting dalam sejarah transportasi di Jepang untuk waktu yang cukup lama. Selat ini adalah pintu gerbang menuju daratan utama Jepang yang ada di Pulau Honshu.[4] Tercatat terdapat tiga perang besar yang mengubah sejarah Jepang yang terjadi di sekitar selat ini. Pertama adalah Pertempuran Dannoura tahun 1185. Pertempuran ini merupakan bagian dari Perang Genpei yang berakhir dengan kemenangan Klan Minamoto. Berakhirnya Perang Genpei sekaligus menandai pergantian Zaman Heian ((平安時代, Heian jidai) ke Zaman Kamakura (鎌倉時代, Kamakura jidai).

Peranan daerah ini sebagai wilayah yang mengalami westernisasi dan modernisasi paling awal di Jepang terjadi setelah Klan Choshu berhasil mengalah pasukan Tokugawa tahun 1860an. Klan Choshu yang berkedudukan di Prefektur Yamaguchi sejak lama memang dikenal sebagai faksi anti asing. Bersama dengan Klan Satsuma dari Kagoshima, keduanya membentuk aliansi yang mematahkan perlawanan pihak Tokugawa. Penanda modernisasi tersebut adalah pembangunan dua buah mercusuar pada mulut selat yang disusul dengan pembangunan gedung-gedung bergaya barat yang dibangun di tepi pantai.[5] Pada tahun 1995, bangunan-bangunan bergaya barat sarat sejarah di tepian Selat Kanmon direnovasi serta diselamatkan dari penghancuran. Salah satu bangunan tersebut (Moji Mitsui Club) pada tahun 1922 menjadi tempat menginap Albert Einstein beserta istri tatkala mereka mengunjungi Prefektur Fukuoka.[6]

Transportasi

sunting

Setiap hari tak kurang dari 700 kapal beragam ukuran melintasi selat ini. Di atas selat terdapat sebuah jembatan yang menghubungkan Prefektur Yamaguchi di Honshu dengan Prefektur Fukuoka di Kyushu serta ada tiga buah terowongan bawah laut. Terowongan bawah laut yang pertama diselesaikan tahun 1942 dan merupakan jalur rel kereta api.[7] Terowongan bawah laut yang kedua selesai dibangun tahun 1958 dan merupakan bagian dari jaringan jalan nasional Jepang (National Highway No. 2).[8] Terowongan ini memiliki dua bagian. Bagian atas dikhususkan untuk lalu lintas kendaraan bermotor, sementara bagian bawah merupakan jalur pejalan kaki serta pesepeda. Para pejalan kaki dari dan ke Shimonoseki maupun sebaliknya tidak dipungut biaya. Ada pula para pesepeda dipungut biaya 20 yen.[9]

Menyusul pembangunan terowongan bawah laut tahun 1958 serta meningkatnya trafik lalu lintas, pada tahun 1962 mulai diadakan studi kelayakan pembangunan jembatan yang melintasi selat sebagai upaya untuk mengurai padatnya lalu lintas kendaraan. Izin secara formal dari Pemerintah Jepang untuk proyek ini diberikan pada bulan April 1968. Jembatan tersebut akhirnya selesai dibangun tahun 1971 dengan ketinggian 61 meter, panjang 1.068 meter, dan 6 lajur. Jembatan tersebut diresmikan dua tahun setelahnya.[10]

Pelabuhan Shimonoseki yang berada di tepian Selat Kanmon memiliki jaringan pelayaran internasional ke Korea Selatan dan Tiongkok. Layanan feri internasional ke Busan dibuka pada tahun 1970.[11]

Pariwisata

sunting

Salah satu wisata yang jarang diketahui khalayak ramai adalah wisata menyeberang dari Honshu ke Kyushu atau sebaliknya melalui terowongan yang menjadi bagian dari jaringan jalan nasional. Terowongan juga dapat dipakai sebagai jalur untuk olahraga lari karena cuaca yang mendukung, jalur yang cukup panjang, serta biayanya yang murah.[12] Setiap tahun, pada 13 Agustus diadakan Kanmon Straits Fireworks Festival (Festival Kembang Api Selat Kanmon) yang menarik wisatawan dalam jumlah yang besar.[13]

Kecelakaan dan Keamanan

sunting

Selat Kanmon dikenal sebagai salah satu selat di Jepang yang paling sukar bagi pelayaran.[14] Telah terjadi beberapa kali kecelakaan di selat ini. Salah satunya terjadi pada 27 Oktober 2000. Kecelakaan ini melibatkan kapal perusak helikopert Kurama milik Angkatan Laut Bela Diri Jepang berbobot 5.200 ton dengan kapal barang Korea Selatan Carina Star berbobot 7.400 ton. Kejadian ini menegaskan kesukaran Selat Kanmon bagi navigasi lautan dan pelayaran. Dalam tabrakan antara Kurama dan Carina Star, enam ABK Kurama mengalami luka ringan. Tidak terdapat korban jiwa dalam kejadian tersebut.[15]

Selat Kanmon dan Tiga Pusaka Keramat Jepang

sunting

Dalam setiap penobatan atau pelantikan Kaisar Jepang, tiga pusaka keramat yang hampir tak pernah diketahui bentuknya oleh publik diberikan kepada kaisar yang baru sebagai simbol atau perlambang kedaulatan keluarga kaisar serta legitimasi untuk menaiki tahta. Namun, tak ada yang menjamin bahwa benda pusaka yang ada saat ini adalah benda yang asli. Pusaka yang asli kemungkinan besar sudah rusak atau dimusnahkan. Pedang Kusanagi ( (草薙劍 Kusanagi no Tsurugi) yang menjadi salah satu di antara tiga pusaka keramat dipercaya hilang di laut dalam Pertempuran Dannoura pada abad ke-12 di Selat Kanmon. Sebagian sumber menyebutkan bahwa pedang yang ada saat ini adalah pedang replika karena yang asli tak pernah ditemukan.[16]

Referensi

sunting
  1. ^ Weintrit, Adam (2015). Activities in Navigation: Marine Navigation and Safety of Sea Transportation. CRC Press, London. hlm. 136. 
  2. ^ Whitlow W.L., Au (2016). Listening in the Ocean. Springer. hlm. 351,353. ISBN 9781493931750. 
  3. ^ Weintrit, Adam (2015). Activities in Navigation: Marine Navigation and Safety of Sea Transportation. CRC Press, London. hlm. 136. 
  4. ^ "Shimonoseki Port". Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism, Japan. 
  5. ^ "STORY #052, Kanmon "Nostalgic" Strait: Memories of Japan's modernization frozen in time" (PDF). Japan Heritage. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-11-07. Diakses tanggal 2019-11-07. 
  6. ^ "In the city where history once took centerstage". The Japan Times. 
  7. ^ Smith, Roderick A. (2003). "The Japanese Shinkansen". The Journal of Transport History. Imperial College, London. 24/2 (2): 222–236. doi:10.7227/TJTH.24.2.6. 
  8. ^ "Recent Big Projects Connecting Honshu and Kyushu". Civil Engineering in Japan. Japan Society of Civil Engineers. 13: 42, 66–67. 1974. 
  9. ^ "Walking under the ocean between two of Japan's main islands via Kanmon Pedestrian Tunnel". The Japan Today. 
  10. ^ Affaire Du Passage Par Le Grand-Belt (Finlande C. Danemark). International Court of Justice. hlm. 59 dan 550. 
  11. ^ "Shimonoseki". Encyclopaedia Britannica. 
  12. ^ "Walking under the ocean between two of Japan's main islands via Kanmon Pedestrian Tunnel". The Japan Today. 
  13. ^ "A Tale of Two Cities across a Strait & The Shikoku Pilgrimage". NHK World-Japan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-11-07. Diakses tanggal 2019-11-07. 
  14. ^ Satoshi, Sato (2002). "Tidal Current Forecasting System in The Kanmon Strait". Advances in Fluid Modeling and Turbulence Measurements. Imperial College, London: 469–476. doi:10.1142/9789812777591_0057. 
  15. ^ "Collision in Kanmon Strait". The Japan Times. 
  16. ^ "Japan's ancient and mysterious royal regalia". CNN Style. 

Pranala luar

sunting