Sejarah hukum perdata internasional tradisional


Hukum perdata Internasional yang sekarang berlaku adalah sesuatu dari apa yang terjadi di Eropa pada masa lalu hingga abad ke-19. Pada masa itu, hukum perdata internasional dilihat atau dianalisa dengan pendekatan tradisional. Perkembangannya masih berlangsung di Eropa dan Inggris hingga saat ini.[1] Hukum perdata internasional tumbuh di daratan Eropa sejak sebelum masehi.[2]

Kekaisaran Romawi (abad ke-2 SM – abad ke-6 M)

sunting

Hukum keperdataan sebenarnya sudah berlangsung sebelum era ini, namun era ini cukup menunjukkan peristiwa hukum perdata internasional dalam arti modern. Hubungan keperdataan pada masa ini mulai terlihat dari hubungan antara:[3] (1) warga Romawi (cives) dengan penduduk provinsi (municipia, wilayah Italia selain Roma) yang ada di dalam Kekaisaran Romawi, bahkan penduduk yang asli dari provinsi di luar Roma dianggap sebagai orang asing dan kemudian diatur dengan hukum Romawi; (2) warga Romawi dengan orang asing yang ada di luar wilayah Italia dengan yuridiksi yang berbeda.

Kemudian untuk menyelesaikan sengketa yang ada dibentuk peradilan khusus yang disebut peregrinis. Adapula asas yang tumbuh dan berkembang di masa ini dan menjadi prinsip yang penting di Hukum Perdata Internasional era Modern adalah asas: (1) lex rei sitae (lex situs), (2) lex domicili, (3) lex loci contractus.

Italia (abad ke-11 – abad ke-15)

sunting

Pertumbuhan asas genealogis atau, prinsip dari garis keturunan semakin sulit karena adanya perubahan struktur masyarakat yang mengarah ke teritorialistik pada abad ke-11 sampai abad ke-12, hal ini dapat dibedakan di kawasan.

Eropa utara

sunting

Kawasan ini tumbuh menjadi masyarakat teritorialistik melalui kelompok yang feodalistik, kawasan ini meliputi Jerman, Prancis dan Inggris, hal ini menyebabkan eksklusifitas di wilayah tersebut.

Eropa selatan

sunting

Pertumbuhan secara teritorialistik muncul melalui pertumbuhan kota-kota perdagangan di Italia, sehingga mereka saling terikat karena hidup di kediaman kota yang sama. Wilayah ini akhirnya sangat beragam sistem hukum lokalnya, yang didukung dengan intensitas perdagangan antar kota.

Dengan meningkatnya intensitas perdagangan yang demikian kemudian prinsip bedasarkan kediaman/ teritori tersebut ditinjau kembali,yang didorong oleh ahli hukum Italia,mereka disebut kelompok post-glossators.

Perancis (abad ke-16)

sunting

Struktur kenegaraan di Perancis sebelum revolusi Perancis pada abad ke-16 mendorong orang untuk mempelajari hukum secara mendalam. Krmudian ditemukan bahwa secara de facto, wilayah dari masing-masing provinsi adalah pusat perdagangan yang memiliki sistem hukum lokalnya sendiri/ custom, aktivitas perdagangan antar provinsi tersebut kemudian mengakibatkan prinsip hukum antarprovinsi yang tercipta.

Belanda (abad ke-17)

sunting

Prinsip yang menjadi titik tolak di wilayah ini adalah kedaulatan eksklusif suatu negara. Hukum suatu negara dalam hal ini berlaku di dalam teritorial negara yang lain. Namun demikian, hal ini tidak berlaku secara absolut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pula.

Referensi

sunting
  1. ^ R. H., Graverson (2000). The Conflict of Laws. London: Sweet & Maxwell. hlm. 33-36. 
  2. ^ Seto, Bayu. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Kota Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. hlm. 28. 
  3. ^ J. Kosters-reeks Series Deel X. Groningen. 2005. hlm. 22–27.