Sejarah budi daya padi

perkembangan budi daya padi

Sejarah budi daya padi secara keseluruhan masih simpang-siur. Mayoritas kesepakatan ilmiah saat ini, berdasarkan bukti arkeologis dan sejarah perkembangan bahasa, bahwa padi (oryza sativa) pertama kali didomestikasi di lembah Sungai Yangtze (sekarang bagian dari Tiongkok) 13.500 hingga 8.200 tahun lalu.[1][2][3][4] Sejak penanaman pertama, perpindahan penduduk dan perdagangan menyebarkan padi ke seluruh dunia, pertama ke sebagian besar Asia timur, dan kemudian lebih jauh ke berbagai penjuru dunia. Padi varietas oryza glaberrima didomestikasi secara mandiri di Afrika kira-kira 3.500 hingga 3,000 tahun lalu.[5] Padi liar lainnya dibudidayakan di berbagai penjuru dunia, seperti di benua Amerika.

Sejak penyebarannya, padi telah menjadi tanaman pokok mendunia yang penting bagi ketahanan pangan dan budaya pangan di seluruh dunia. Varietas-varietas oryza sativa lainnya telah menghasilkan lebih dari 40.000 kultivar dari berbagai jenis. Perubahan yang lebih baru dalam praktik pertanian dan metode pemuliaan sebagai bagian dari Revolusi Hijau dan transfer teknologi pertanian lainnya telah menyebabkan peningkatan produksi dalam beberapa dekade terakhir, dengan munculnya jenis baru seperti padi emas, yang direkayasa secara genetika untuk mengandung beta-karoten.

Sejarah

sunting

Asal-usul di Tiongkok

sunting
 
Penyebaran secara terpisah situs arkeologi pertanian padi, milet dan campuran pada zaman Neolitikum Tiongkok (He dkk., 2017)[6]

Mayoritas kesepakatan ilmiah saat ini, berdasarkan bukti arkeologis dan linguistik, adalah bahwa padi pertama kali didomestikasi di lembah Sungai Yangtze di Tiongkok.[1][2][3][4] Meskipun alel fungsional tidaklah terpisah-pisah, indikator penting domestikasi dalam biji-bijian, serta lima polimorfisme nukleotida tunggal lainnya, identik dalam varietas indica dan japonica, Vaughan dkk. (2008) menentukan peristiwa domestikasi tunggal untuk O. sativa.[2] Hal ini didukung oleh studi genetik pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa semua bentuk padi Asia, baik indica maupun japonica, muncul dari satu peristiwa domestikasi yang terjadi 13.500 hingga 8.200 tahun lalu di Tiongkok dari padi liar berjenis Oryza rufipogon.[7] Sebuah penelitian genomika penduduk yang lebih baru menunjukkan bahwa padi japonica didomestikasi terlebih dahulu, dan padi indica muncul ketika japonica tiba di India sekitar ~4.500 tahun lalu dan dihibridisasi dengan proto-indica yang tidak didomestikasi atau O. nivara liar.[8]

Ada dua kemungkinan besar pusat domestikasi padi serta pengembangan teknologi pertanian basah. Yang pertama terjadi di bagian hilir Sungai Yangtze, diyakini sebagai tanah air bangsa pra-Austronesia dan mungkin juga bangsa Kadai,dan terkait dengan kebudayaan arkeologi Kauhuqiao, Hemudu, Majiabang, Songze, Liangzhu, dan Maqiao. Hal ini ditandai dengan benda-benda kebudayaan pra-Austronesia, termasuk rumah panggung, ukiran batu giok, dan teknologi perahu. Sistem pangan mereka juga dilengkapi dengan adanya domestikasi akorn, purun tikus, kacang rubah, dan babi.[4][6][9][10][11]

Pusat domestikasi yang kedua terjadi di lembah tengah Sungai Yangtze, diyakini sebagai tanah air penutur bahasa Hmong-Mien dan terkait dengan kebudayaan arkeologi Pengtoushan, Nanmuyuan, Liulinxi, Daxi, Qujialing, dan Shijiahe. Kedua wilayah ini berpenduduk padat dan memiliki kontak perdagangan reguler satu sama lain, serta dengan bangsa penutur Austroasiatik awal di barat, dan Kadai awal di selatan, memfasilitasi penyebaran penanaman padi ke seluruh Tiongkok selatan.[6][9][11]

Padi secara bertahap diperkenalkan ke utara ke petani milet kebudayaan Yangshao dan Dawenkou (bangsa Sino-Tibet awal), baik melalui kontak dengan penduduk berkebudayaan Daxi atau Majiabang-Hemudu. Sekitar 4000 hingga 3800 SM, padi-padi itu adalah tanaman sekunder biasa di antara kebudayaan Sino-Tibet paling selatan. Pertanian tersebut tidak menggantikan milet, sebagian besar bukan hanya karena suasana lingkungan yang sangat berbeda di Tiongkok Utara, tetapi dibudidayakan bersama milet di batas selatan wilayah pertanian milet. Sebaliknya, millet juga diperkenalkan ke daerah pertanian padi.[6][12]

 
Model kota kuno kebudayaan Liangzhu (3400 hingga 2250 SM) yang dikelilingi oleh parit.

Pada akhir Neolitikum (3500 hingga 2500 SM), jumlah penduduk di pusat budi daya padi meningkat pesat, berpusat di sekitar kebudayaan Qujialing-Shijiahe, dan Liangzhu. Ditemukan pula bukti budi daya padi secara terus-menerus di lahan sawah kuno dan serta semakin canggihnya peralatan kebudayaan di kedua wilayah tersebut. Jumlah pemukiman di antara kumpulan kebudayaan Yangtze purba dan ukurannya meningkat, membuat beberapa arkeolog menggolongkan mereka sebagai negara sejati, dengan tatanan sosial-politik yang maju. Namun, tidak diketahui apakah kebudayaan tersebut memiliki kendali secara terpusat atau terdesentralisasi.[13][14]

Liangzhu dan Shijiahe menurun secara tiba-tiba pada zaman Neolitikum Akhir (2500 hingga 2000 SM). Dengan ukuran Shijiahe yang menyusut, dan Liangzhu menghilang sama sekali. Ini sebagian besar diyakini sebagai hasil dari ekspansi ke selatan dari kebudayaan Sino-Tibet Longshan awal. Benteng seperti tembok (serta parit yang luas di kota Liangzhu) adalah fitur umum di pemukiman selama periode ini, yang menunjukkan konflik yang meluas. Periode ini juga bertepatan dengan perpindahan budaya pertanian padi ke selatan ke daerah Lingnan dan Fujian, serta migrasi masyarakat penutur bahasa Austronesia, Kadai, dan Austroasiatik ke Asia Tenggara Daratan dan Asia Tenggara Maritim.[13][15][16] Sebuah penelitian genomika juga menunjukkan bahwa sekitar waktu tersebut, peristiwa pendinginan dunia secara menyeluruh (4.200 tahun lalu) menyebabkan padi japonica tropis berkembang ke selatan, serta evolusi padi japonica beriklim yang dapat tumbuh dan berkembang di lintang utara lebih.[17]

Penelitian genomika menunjukkan bahwa padi varietas indica tiba di Tiongkok dari India antara 2.000 hingga 1.400 tahun yang lalu.[17]

Asia Tenggara

sunting

Penyebaran budi daya padi japonica dimulai dengan migrasi kebudayaan Austronesia (Dapenkeng) ke Taiwan sekitar 3500 hingga 2000 SM (5.500 BP hingga 4,000 BP). Situs Nanguanli di Taiwan, kira-kira 2800 SM, telah menghasilkan banyak sisa karbonisasi baik padi dan milet dalam kondisi tergenang air, menunjukkan budidaya padi lahan basah intensif dan budi daya milet lahan kering.[9] Sebuah penelitian berbagai disiplin ilmu menggunakan urutan genomika padi menunjukkan bahwa padi japonica tropis berkembang ke selatan dari Tiongkok setelah peristiwa pendinginan global (4.200 tahun lalu).[17]

 
Kemungkinan jalur perpindahan budi daya padi awal, dan kemungkinan tanah air penutur rumpun bahasa Austronesia (kira-kira 3500 hingga 500 SM). Garis pantai perkiraan selama Holosen awal ditampilkan dalam warna biru muda (Bellwood, 2011).[9]
 
Peta Neolitikum Tiongkok (8500 hingga 1500 SM).

Dari sekitar 2000 hingga 1500 SM, ekspansi Austronesia dimulai, dengan pemukim dari Taiwan bergerak ke selatan untuk menjelajah Luzon di Filipina, membawa teknologi budidaya padi bersama mereka. Dari Luzon, bangsa Austronesia dengan cepat menjelajah penjuru Kepulauan Asia Tenggara, bergerak ke selatan dan barat, yaitu Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatra, dan Semenanjung Malaya. Sekitar 500 SM, ada bukti pertanian padi lahan basah (sawah) yang sudah mapan di Jawa dan Bali, terutama di daerah gunung berapi yang sangat subur.[9]

 
Teras Sawah Banaue di Luzon, Filipina.
 
Ekspansi Austronesia (3500 SM hingga 1200 M).

Telah berspekulasi bahwa budi daya padi tidak bertahan dalam pelayaran bangsa Austronesia ke Mikronesia karena jarak laut yang sangat berjauhan dan kurangnya curah hujan di daerah tersebuy. Para pengembara ini menjadi nenek moyang dari kebudayaan Lapita. Pada saat mereka bermigrasi ke selatan ke Kepulauan Bismarck, mereka telah kehilangan teknologi budi daya padi. Namun, tidak ada catatan arkeologi padi di Polinesia dan Mikronesia sebelum atau selama masa tembikar Lapita yang sesuai dengan hipotesis.[18]

Padi, bersama dengan tanaman pangan Asia Tenggara lainnya, juga kemudian diperkenalkan ke Madagaskar, Komoro, dan pesisir Afrika Timur sekitar milenium pertama Masehi oleh bangsa Austronesia dari Nusantara.[19]

Jauh setelahnya, pelayar Austronesia dari Guam selama Periode Latte (900 M hingga 1700 M). Guam adalah satu-satunya pulau di Oseania di mana padi dapat ditanam pada masa pra-penjajahan bangsa Eropa[20][21]

Di Asia Tenggara Daratan, padi diduga disebarkan melalui perdagangan sungai antara bangsa penutur Hmong-Mien di lembah sungai Yangtze tengah dan bangsa penutur Tai-Kadai awal di lembah sungai Zhujiang dan Yuan, serta bangsa penutur Austroasiatik awal di lembah sungai Mekong. Bukti penanaman padi di wilayah ini, sedikit lebih lambat dari pemukiman Dapenkeng di Taiwan, sekitar 3000 SM. Migrasi ke selatan dari penutur Austroasiatik dan Kra-Dai memperkenalkannya ke Daratan Asia Tenggara. Bukti paling awal budidaya padi di Daratan Asia Tenggara berasal dari situs arkeologi kebudayaan Ban Chiang di Thailand utara (sekitar 2000 hingga 1500 SM); dan situs kebudayaan An Sơn di Vietnam (sekitar 2000 hingga 1200 SM).[9][22] Sebuah penelitian genomika menunjukkan bahwa padi telah terdiversifikasi ke Asia Tenggara Maritim antara 2.500 dan 1.500 tahun yang lalu.[17]

Kontroversi

sunting

Asal usul budi daya padi telah menjadi bahan perdebatan dalam ilmu sejarah tanaman dan antropologi, apakah padi berasal dari India atau Tiongkok.[23][24] Padi asia (Oryza sativa), adalah salah satu spesies tanaman tertua yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki puluhan ribu varietas dan dua sub-spesies utama, yaitu japonica dan indica. Para arkeolog yang berfokus pada Asia Timur dan Tenggara berpendapat bahwa pertanian padi dimulai di Tiongkok tengah-selatan di sepanjang sungai Yangtze dan menyebar ke Korea dan Jepang melalui selatan dan timur laut.[25][24] Para arkeolog yang bekerja di India berpendapat bahwa penanaman padi dimulai di lembah sungai Gangga[26] dan sungai Indus,[27] oleh bangsa-bangsa yang tidak berhubungan dengan penduduk lembah sungai Yangzte.[28][29][24]

Penelitian pada tahun 2012, melalui peta variasi genomika dalam populasi padi liar modern, menunjukkan bahwa domestikasi beras mungkin terjadi di sekitar wilayah lembah sungai Zhujiang di Tiongkok Selatan, bertentangan dengan bukti arkeologis.[30] Namun, studi ini didasarkan pada peta distribusi modern populasi padi liar yang berpotensi menyesatkan karena perubahan iklim drastis yang terjadi selama periode glasial terakhir, kira-kira 12.000 tahun lalu. Aktivitas manusia selama ribuan tahun juga telah menghilangkan populasi padi liar dari kisaran sebelumnya. Berdasarkan teks-teks Tiongkok Kuno, ada populasi varietas padi liar di sepanjang lembah Yangtze pada tahun 1.000 M yang telah punah.[12]

Sebuah teori yang lebih tua, berdasarkan satu kloroplas dan dua gen nuklir, Londo dkk. (2006) telah mengusulkan bahwa padi O. sativa didomestikasi secara tidak berhubungan sekurang-kurangnya dua kali, yaitu indica di India timur, Myanmar, dan Thailand; dan japonica di Tiongkok dan Vietnam, walaupun mereka mengakui bahwa ada bukti arkeologis dan genetika untuk satu domestikasi beras di dataran rendah Tiongkok selatan.[31]

Pada tahun 2003, para arkeolog Korea menuduh mereka menemukan butiran beras domestik yang dibakar di Soro-ri, Korea, yang berasal dari 13.000 SM. Tuduhan bukti perkiraan tersebut mendahului biji-bijian tertua di Tiongkok, yang berasal dari 10.000 SM, dan berpotensi menantang penjelasan arus utama bahwa padi yang telah didomestikasi berasal dari Tiongkok.[32] Temuan tersebut diterima oleh akademisi dengan skeptisisme yang kuat pada awalnya,[33][34] tetapi kemudian diterima sebagai sumber sekunder seperti buku ajar berjudul Archaeology: Theories, Methods and Practice.[35]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Normile, Dennis (1997). "Yangtze seen as earliest rice site". Science. 275 (5298): 309–310. doi:10.1126/science.275.5298.309. 
  2. ^ a b c Vaughan, DA; Lu, B; Tomooka, N (2008). "The evolving story of rice evolution". Plant Science. 174 (4): 394–408. doi:10.1016/j.plantsci.2008.01.016. 
  3. ^ a b Harris, David R. (1996). The Origins and Spread of Agriculture and Pastoralism in Eurasia. Psychology Press. hlm. 565. ISBN 978-1-85728-538-3. 
  4. ^ a b c Zhang, Jianping; Lu, Houyuan; Gu, Wanfa; Wu, Naiqin; Zhou, Kunshu; Hu, Yayi; Xin, Yingjun; Wang, Can; Kashkush, Khalil (December 17, 2012). "Early Mixed Farming of Millet and Rice 7800 Years Ago in the Middle Yellow River Region, China". PLOS ONE. 7 (12): e52146. Bibcode:2012PLoSO...752146Z. doi:10.1371/journal.pone.0052146. PMC 3524165 . PMID 23284907. 
  5. ^ Choi, Jae Young (March 7, 2019). "The complex geography of domestication of the African rice Oryza glaberrima". PLOS Genetics (dalam bahasa Inggris). 15 (3): e1007414. doi:10.1371/journal.pgen.1007414. PMC 6424484 . PMID 30845217. Diakses tanggal September 29, 2020. 
  6. ^ a b c d He, Keyang; Lu, Houyuan; Zhang, Jianping; Wang, Can; Huan, Xiujia (June 7, 2017). "Prehistoric evolution of the dualistic structure mixed rice and millet farming in China". The Holocene. 27 (12): 1885–1898. Bibcode:2017Holoc..27.1885H. doi:10.1177/0959683617708455. 
  7. ^ Molina, J.; Sikora, M.; Garud, N.; Flowers, J. M.; Rubinstein, S.; Reynolds, A.; Huang, P.; Jackson, S.; Schaal, B. A.; Bustamante, C. D.; Boyko, A. R.; Purugganan, M. D. (2011). "Molecular evidence for a single evolutionary origin of domesticated rice". Proceedings of the National Academy of Sciences. 108 (20): 8351–6. Bibcode:2011PNAS..108.8351M. doi:10.1073/pnas.1104686108. PMC 3101000 . PMID 21536870. 
  8. ^ Choi, Jae; et al. (2017). "The Rice Paradox: Multiple Origins but Single Domestication in Asian Rice". Molecular Biology and Evolution. 34 (4): 969–979. doi:10.1093/molbev/msx049. PMC 5400379 . PMID 28087768. 
  9. ^ a b c d e f Bellwood, Peter (December 9, 2011). "The Checkered Prehistory of Rice Movement Southwards as a Domesticated Cereal—from the Yangzi to the Equator" (PDF). Rice. 4 (3–4): 93–103. doi:10.1007/s12284-011-9068-9 . Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal January 24, 2019. Diakses tanggal January 24, 2019. 
  10. ^ Hsieh, Jaw-shu; Hsing, Yue-ie Caroline; Hsu, Tze-fu; Li, Paul Jen-kuei; Li, Kuang-ti; Tsang, Cheng-hwa (December 24, 2011). "Studies on Ancient Rice—Where Botanists, Agronomists, Archeologists, Linguists, and Ethnologists Meet". Rice. 4 (3–4): 178–183. doi:10.1007/s12284-011-9075-x . 
  11. ^ a b Li, Hui; Huang, Ying; Mustavich, Laura F.; Zhang, Fan; Tan, Jing-Ze; Wang, ling-E; Qian, Ji; Gao, Meng-He; Jin, Li (2007). "Y chromosomes of prehistoric people along the Yangtze River" (PDF). Human Genetics. 122 (3–4): 383–388. doi:10.1007/s00439-007-0407-2. PMID 17657509. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal December 14, 2013. 
  12. ^ a b Fuller, Dorian Q. (2011). "Pathways to Asian Civilizations: Tracing the Origins and Spread of Rice and Rice Cultures". Rice. 4 (3–4): 78–92. doi:10.1007/s12284-011-9078-7 . 
  13. ^ a b Zhang, Chi; Hung, Hsiao-Chun (2008). "The Neolithic of Southern China – Origin, Development, and Dispersal" (PDF). Asian Perspectives. 47 (2). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal January 25, 2019. Diakses tanggal January 25, 2019. 
  14. ^ Zhang, Chi (2013). "The Qujialing–Shijiahe culture in the middle Yangzi River valley". Dalam Underhill, Anne P. A Companion to Chinese Archaeology. John Wiley & Sons. hlm. 510–534. ISBN 9781118325780. 
  15. ^ Liu, Li; Chen, Xingcan (2012). The Archaeology of China: From the Late Paleolithic to the Early Bronze Age. Cambridge University Press. ISBN 9780521643108. 
  16. ^ Major, John S.; Cook, Constance A. (2016). Ancient China: A History. Taylor & Francis. ISBN 9781317503668. 
  17. ^ a b c d Gutaker, Rafal; et al. (2020). "Genomic history and ecology of the geographic spread of rice" (PDF). Nature Plants. 6 (5): 492–502. doi:10.1038/s41477-020-0659-6. PMID 32415291. 
  18. ^ "Deconstructing the Lapita Cultural Complex in the Bismarck Archipelago". 
  19. ^ Beaujard, Philippe (August 2011). "The first migrants to Madagascar and their introduction of plants: linguistic and ethnological evidence" (PDF). Azania: Archaeological Research in Africa. 46 (2): 169–189. doi:10.1080/0067270X.2011.580142. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal July 31, 2019. Diakses tanggal July 31, 2019. 
  20. ^ Carson, Mike T. (2012). "An overview of latte period archaeology" (PDF). Micronesica. 42 (1/2): 1–79. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal April 12, 2019. Diakses tanggal January 25, 2019. 
  21. ^ Peterson, John A. (2012). "Latte villages in Guam and the Marianas: Monumentality or monumenterity?" (PDF). Micronesica. 42 (1/2): 183–08. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal April 12, 2019. Diakses tanggal January 25, 2019. 
  22. ^ Higham, Charles F. W.; Douka, Katerina; Higham, Thomas F. G.; Hart, John P. (September 18, 2015). "A New Chronology for the Bronze Age of Northeastern Thailand and Its Implications for Southeast Asian Prehistory". PLOS ONE. 10 (9): e0137542. Bibcode:2015PLoSO..1037542H. doi:10.1371/journal.pone.0137542. PMC 4575132 . PMID 26384011. 
  23. ^ "Rice originated in India". www.downtoearth.org.in (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal June 7, 2020. 
  24. ^ a b c UCL (July 5, 2018). "Debating the Origins of Rice". Rice (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal June 7, 2020. 
  25. ^ Huang, Xuehui; Kurata, Nori; Wei, Xinghua; Wang, Zi-Xuan; Wang, Ahong; Zhao, Qiang; Zhao, Yan; Liu, Kunyan; Lu, Hengyun; Li, Wenjun; Guo, Yunli (October 2012). "A map of rice genome variation reveals the origin of cultivated rice". Nature (dalam bahasa Inggris). 490 (7421): 497–501. Bibcode:2012Natur.490..497H. doi:10.1038/nature11532 . ISSN 1476-4687. PMC 7518720 . PMID 23034647. 
  26. ^ Thakur, Biswajeet; Saxena, Anju; Singh, I (June 5, 2018). "Paddy cultivation during early Holocene: Evidence from diatoms in Lahuradewa lake sediments, Ganga Plain". Current Science. 114. doi:10.18520/cs/v114/i10/2106-2115 . 
  27. ^ Bates, J.; Petrie, C. A.; Singh, R. N. (February 1, 2017). "Approaching rice domestication in South Asia: New evidence from Indus settlements in northern India". Journal of Archaeological Science (dalam bahasa Inggris). 78: 193–201. doi:10.1016/j.jas.2016.04.018 . ISSN 0305-4403. PMC 7773629 . PMID 33414573 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  28. ^ Sandhya Ramesh (June 6, 2018). "India's rice history may not have had anything to do with China". ThePrint (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal June 7, 2020. 
  29. ^ Nov 21, Subodh Varma | TNN |; 2016; Ist, 13:59. "farming in india: Rice farming in India began much before Chinese rice arrived | Delhi News - Times of India". The Times of India (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal June 7, 2020. 
  30. ^ Huang, Xuehui; Kurata, Nori; Wei, Xinghua; Wang, Zi-Xuan; Wang, Ahong; Zhao, Qiang; Zhao, Yan; Liu, Kunyan; et al. (2012). "A map of rice genome variation reveals the origin of cultivated rice". Nature. 490 (7421): 497–501. Bibcode:2012Natur.490..497H. doi:10.1038/nature11532 . PMC 7518720 . PMID 23034647. 
  31. ^ Londo JP, Chiang YC, Hung KH, Chiang TY, Schaal BA (June 2006). "Phylogeography of Asian wild rice, Oryza rufipogon, reveals multiple independent domestications of cultivated rice, Oryza sativa". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 103 (25): 9578–83. doi:10.1073/pnas.0603152103. PMC 1480449 . PMID 16766658. 
  32. ^ David, Dr (October 21, 2003). "Cf. BBC news (2003)". BBC News. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 12, 2013. Diakses tanggal December 17, 2012. 
  33. ^ Kim, Minkoo (2008). "Multivocality, Multifaceted Voices, and Korean Archaeology". Evaluating Multiple Narratives: Beyond Nationalist, Colonialist, Imperialist Archaeologies. New York: Springer. ISBN 978-0-387-76459-7. 
  34. ^ Ahn, Sung-Mo (2010). "The emergence of rice agriculture in Korea: archaeobotanical perspectives". Archaeological and Anthropological Sciences. 2 (2): 89–98. doi:10.1007/s12520-010-0029-9. 
  35. ^ Ji-myung, Kim (May 5, 2019). "15,000-year-old rice". The Korea Times. Diakses tanggal January 9, 2020.