Satyalancana Bhakti

tanda kehormatan satyalancana militer

Satyalancana Bhakti adalah tanda kehormatan berupa satyalancana militer yang memiliki derajat yang sama dengan satylancana lainnya. Tanda kehormatan ini diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah berjasa luar biasa menjadi pembela bangsa dan kedaulatan rakyat dalam melaksanakan tugas militer sehingga mendapatkan luka-luka sebagai akibat langsung tindakan musuh dan di luar kesalahannya yang memerlukan perawatan kedokteran.[1][2][3]

Satyalancana Bhakti
TipeSatyalancana
Negara Indonesia
Dipersembahkan olehPresiden Indonesia
SyaratMiliter
StatusMasih dianugerahkan
Didirikan1958
Pita tanda kehormatan
Keutamaan
SetaraSemua satyalancana sama tingkatannya

Tanda kehormatan ini ditetapkan untuk pertama kalinya pada tahun 1958 melalui Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1958 Tentang Tanda-Tanda Penghargaan Untuk Anggota Angkatan Perang.[4] Undang-undang ini kemudian digantikan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan.[3]

Satyalancana Militer ini memiliki derajat setara dengan satyalancana lainya, tidak berkelas dan berpita gantung.[1]

Bentuk

sunting

Sekarang

sunting

Satyalancana Bhakti berbentuk bundar berwarna perunggu yang terbuat dari logam kuningan dengan garis tengah 35 mm, didalamnya terdapat segi tujuh, dimana di sebelah mukanya bertuliskan "BHAKTI", di bagian belakangnya terdapat tulisan "REPUBLIK INDONESIA".[5]

Satyalancana ini memiliki diameter luar 35 mm, diameter dalam 32 mm, dengan tinggi huruf 5 mm, jari-jari cincin penggantung bagian luar 3,75 mm dan bagian dalamnya 2,75 mm. Sedangkan untuk miniaturnya, berdiamater luar 17,5 mm, diameter dalam 16 mm, tinggi huruf 2,5 mm, jari-jari cincin penggantung luar 3,5 mm dan dalamnya 2,5 mm.[5]

Tanda kehormatan ini digantungkan pada sebuah pita penggantung yang berwarna hijau laut dan kuning, yang sama lebarnya, dimana di tengah-tengah ada 1 (satu) lajur warna putih dengan lebar 5 mm. Pitanya sendiri memiliki panjang 50 mm dan lebar 35 mm. Sedangkan untuk miniaturnya, lajur warna putihnya memiliki lebar 2 mm, panjang 45 mm dan lebar 20 mm.[5]

Sedangkan untuk cantelah/penitinya berbentuk huruf T dengan lebar 35 mm dan tinggi 28 mm dan memiliki ketebalan 0,55 mm, dimana di bagian belakangnya terdapat relief emboss Lambang negara Republik Indonesia,Garuda pancasila.[5]

Satyalancana Bhakti berbentuk segi tujuh, terbuat dari logam berwarna perunggu dengan garis tengah 25 mm, dimana pada bagian mukanya bertuliskan "BHAKTI" dan pada bagian belakangnya bertuliskan "REPUBLIK INDONESIA".[4]

Pitanya berukuran lebar 25 mm, panjang 35 mm dan berwarna hijau laut dan kuning yang sama lebarnya, dimana ditengah-tengahnya terdapat strip-tegak-putih dengan lebar 2 mm.[4]

Persyaratan

sunting
  • Warga Negara Indonesia atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • Memiliki integritas moral dan keteladanan berjasa terhadap bangsa dan negara
  • Berkelakuan baik setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara dan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
  1. Prajurit Tentara Nasional Indonesia yang telah berjasa luar biasa menjadi pembela bangsa dan kedaulatan rakyat dalam melaksanakan tugas militer sehingga mendapat luka-luka sebagai akibat langsung tindakan musuh dan di luar kesalahannya yang memerlukan perawatan kedokteran; atau
  2. Warga Negara Indonesia bukan prajurit Tentara Nasional Indonesia yang bertugas operasi bersama-sama Tentara Nasional Indonesia dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada point 1 di atas.

Galeri

sunting

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sekretariat Negara. "Satyalancana Bhakti" (PDF). Sekretariat Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diakses tanggal 2023-04-23. 
  2. ^ Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sekretariat Negara (2010-02-12). "PP No. 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Penerimaan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan [JDIH BPK RI]". BPK. Diakses tanggal 2023-04-23. 
  3. ^ a b c d Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sekretariat Negara (2009-06-18). "UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan". BPK. Diakses tanggal 2023-04-23. 
  4. ^ a b c "Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1958 tentang Tanda-Tanda Penghargaan untuk Anggota Angkatan Perang" (PDF). Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional Sekretariat Negara. 1958-04-17. Diakses tanggal 2023-04-23. 
  5. ^ a b c d Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sekretariat Negara (2010-02-12). "Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010" (PDF). Sekretariat Negara. Diakses tanggal 2023-04-23.