Hewan pemamah biak

mamalia berkuku genap dengan lambung ganda
(Dialihkan dari Ruminantia)

Hewan pemamah biak (ordo Artiodactyla atau hewan berkuku genap, terutama dari subordo Ruminantia) adalah sekumpulan hewan pemakan tumbuhan (herbivor) yang mencerna makanannya dalam dua langkah: pertama dengan menelan bahan mentah, kemudian mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dari perutnya dan mengunyahnya lagi. Lambung hewan-hewan ini tidak hanya memiliki satu ruang (monogastrik) tetapi lebih dari satu ruang (poligastrik, harafiah: berperut banyak).[1][2]

Ruminansia
Sapi, Bos taurus
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Domain: Eukaryota
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Artiodactyla
Klad: Cetruminantia
Klad: Ruminantiamorpha
Subordo: Ruminantia
Familia

Antilocapridae
Bovidae
Cervidae
Giraffidae
an Moschidae
Tragulidae

Perut sapi: m - ujung kerongkongan, v - rumen (perut besar), n - retikulum (perut jala), b - omasum (perut kitab), l - abomasum (perut masam), t - awal usus halus

.

Hewan pemamah biak secara teknis dalam ilmu peternakan serta zoologi dikenal sebagai ruminansia. Hewan-hewan ini mendapat keuntungan karena pencernaannya menjadi sangat efisien dalam menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan, dengan dibantu mikroorganisme di dalam perut-perut pencernanya.

Semua hewan yang termasuk subordo Ruminantia memamah biak, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, jerapah, bison, rusa, kancil, dan antelop. Ruminansia yang bukan tergolong subordo Ruminantia misalnya unta dan llama. Kuda, walaupun bukan poligastrik, memiliki modifikasi pencernaan yang efisien pula.

Organ pencernaan

sunting

Hewan ruminansia memiliki adaptasi fisiologi berupa gigi dan lambung. Gigi hewan ruminansia memiliki bentuk yang khusus menyesuaikan makanannya. Gigi-gigi tersebut terdiri atas gigi taring (canin), gigi seri (incisor), gigi geraham (molar dan premolar). Gigi seri dan gigi taring ruminansia berfungsi untuk mencabut dan mengigit rumput. Sementara gigi gerahamnya memiliki email gigi yang tajam dan besar untuk mengunyah rumput. Gigi seri hewan ini berbentuk kapak. Sementara itu, gigi gerahamnya berbentuk datar dan lebar dengan rahang yang bergerak menyamping saat menggiling makanan secara mekanik.[1]

Tak seperti mamalia pemakan daging, lambung hewan ruminansia memiliki empat bagian lambung yang terdiri dari omasum, abomasum, retikulum, dan rumen. Ukuran ruangan tersebut berbeda-beda sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%.

Proses pencernaan

sunting

Makanan hewan pemamah biak adalah rumput yang kaya akan serat selulosa. Makanan tersebut dikunyah kasar dalam mulut dengan bantuan ludah. Kemudian, makanan tersebut melewati esofagus. Esofagus hewan ruminansia berukuran pendek. Fungsi esofagus hanya mengantar makanan dari mulut menuju lambung. Kemudian, makanan tersebut disimpan pada rumen. Rumen sendiri memiliki fungsi sebagai gudang penyimpanan makanan sementara. Saat rumen terisi cukup makanan, hewan tersebut akan beristirahat. Pada rumen terdapat bakteri dan protozoa. Organisme kecil tersebut menghasilkan berbagai macam enzim seperti hidrolase, amilase, oligosakrase, dan glikosidase yang berfungsi mengurai polisakarida. Selain itu, terdapat juga enzim selulase yang mengurai selulosa, enzim proteolitik yang mengurai protein, serta enzim pencerna lemak.

Setelah dicerna dalam rumen, makanan tersebut diaduk-aduk di dalam retikulum dengan bantuan enzim pencernaan yang dihasilkan oleh bakteri. Pengadukan makanan tersebut dibantu secara mekanis oleh otot dinding retikulum. Setelah proses pengadukan terbentuklah gumpalan-gumpalan kasar (bolus). Kemudian, gumpalan tersebut didorong kembali menuju mulut untuk dikunyah kedua kalinya dengan lebih halus lagi.

Setelah dikunyah kedua kalinya, makanan tersebut menuju omasum melewati rumen dan retikulum. Pada omasum terdapat kelenjar yang menghasilkan enzim. Enzim tersebut membantu proses penghalusan bolus. Setelah bolus bertekstur lebih halus dari sebelumnya, terjadi proses penyerapan air sehingga kadar air dalam gumpalan makanan tersebut berkurang. Gumpalan halus tersebut akan diteruskan ke abomasum.

Abomasum merupakan perut yang sebenarnya karena proses pencernaan pada bagian ini terjadi secara mekanis dan kimiawi dengan bantuan enzim-enzim pencernaan dan asam klorida. Pada bagian abomasum, proses pencernaan yang terjadi mirip dengan pencernaan hewan mamalia lainnya seperti terdapat enzim pepsin yang mengubah protein menjadi asam amino. Asam klorida (HCl) berfungsi mengaktifkan pepsinogen yang dikeluarkan oleh dinding abomasum. Selain itu, HCl berfungsi sebagai desinfektan. Selanjutnya, makan akan didorong ke usus halus. Pada bagian ini terjadi penyerapan sari-sari makanan yang akan diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh. Sisa-sisa makanan yang tidak dapat diserap akan dikeluarkan melalui anus.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Diah Aryulina, Dkk (2006). BIOLOGI : - Jilid 2. Jakarta: ESIS. hlm. 177. ISBN 978-979-734-550-1. 
  2. ^ a b Rikky Firmansyah, Dkk. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Jakarta: PT Grafindo Media Pratama. hlm. 95–96. ISBN 978-979-1192-06-4. 

Pranala luar

sunting