Reglet, atau yang biasa dikenal juga dalam Bahasa Inggris sebagai slate, adalah sebuah teknologi paling tua [1] yang diciptakan untuk membantu komunikasi bagi penderita tunanetra. Reglet digunakan untuk membuat titik-titik timbul yang akan membentuk suatu pola yang mengacu pada huruf-huruf Braille. Benda ini yang sangat membantu berkembangnya pelajaran di kalangan tunanetra yang tidak dapat membaca secara normal. Bahan baku pembuat reglet biasanya berasal dari bahan logam atau plastik.

Tiga buah reglet dan dua buah stilus.

Bagian

sunting

Reglet terdiri atas dua buah pelat pipih panjang yang disatukan sebuah dengan engsel. Kedua pelat itu biasa dibedakan dengan nama “pelat atas” dan “pelat bawah” sesuai dengan posisinya saat menulis. Saat diaplikasikan pada kertas Braille dengan posisi pelat atas menghadap pengguna, bagian engsel pada reglet selalu berada pada sisi sebelah kiri. Ukuran kedua pelat itu sama lebar dan sama panjang. Namun ada perbedaan yang mendasar dari kedua pelat tersebut.

  1. Pelat atas. Pada badan pelat atas terdapat lubang-lubang tembus yang disusun beraturan. Lubang-lubang beraturan ini biasa juga disebut sebagai petak. Di pinggiran lubang tembus tersebut terdapat dua tonjolan kecil di sisi kanan dan kirinya sebagai pemanda titik-titik. Nantinya melalui lubang tembus petak-petak tersebut stylus akan menekan kertas sesuai dengan pola huruf Braille yang diinginkan.
  2. Pelat bawah. Pada badan pelat bawah terdapat lubang-lubang tak tembus yang di susun beraturan dengan pola lubang sejajar dengan pelat atas. Terdapat enam buah titik sejajar di tempat yang sejajar dengan lubang tembus diatas. Ketika stylus menembus pelat atas dan menekan, pelat bawah akan menahan tekanan dari stylus sehingga akan tercipta titik-titik timbul dan bukan titik tembus sesuai dengan pola huruf Braille yang diinginkan.

Ukuran

sunting

Ukuran reglet bervariasi. Biasanya jumlah baris reglet berkisar antara dua hingga 36 baris. Untuk jumlah petak reglet biasanya berkisar antara 18 hingga 40 petak perbaris. Ukuran yang yang paling umum digunakan adalah relget dengan empat baris dan 27 petak perbaris. Reglet sering juga dikatakan sebagai papan cetak karena reglet merupakan alat pencetak tulisan timbul huruf Braille.

Biasanya ukuran reglet yang digunakan adalah ukuran 4x40.

Alat-alat yang digunakan bersama

sunting

Komunikasi verbal yang diciptakan dengan reglet tidak hanya semata-mata membutuhkan sebuah reglet saja. Diperlukan alat bantu lain selain yang dapat menciptakan komunikasi melalui tulisan bagi penderita tunanetra menjadi mungkin. Stylus, kertas Braille dan huruf Braille merupakan komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan saat penggunaan reglet.

Stylus

sunting

Stylus adalah sebuah jarum atau paku modifikasi yang ditancapkan pada plastik atau kayu. Ujung jarum stylus yang sedikit tumpul digunakan sebagai mata pena. Sementara di ujung lain, bulatan plastik atau kayu pada stylus digunakan sebagai tempat ibu jari dan jari tengah memegang stylus.

Stylus juga bisa disebut sebagai pen karena fungsi stylus sebenarnya sama dengan pen biasa, yaitu untuk menuliskan pesan. Namun cara kerja pen yang biasa kita gunakan berbeda dengan cara kerja stylus. Alih-alih untuk menggoreskan pen diatas kertas dan membentuk huruf yang di inginkan, stylus menekan kertas Braille untuk membuat pola titik timbul sesuai dengan pola huruf Braille yang di maksud.

Kertas Braille

sunting

Sebenarnya kertas biasa dapat digunakan sebagai media tempat menulis huruf Braille. Namun tidak sembarang kertas yang dapat digunakan untuk menulis. Ada beberapa kriteria kertas yang harus dipenuhi, yaitu:

  • Ukuran kertas maksimal adalah 12 x 11,5 inci atau seukuran A4 (±30,4 x 29,2 cm).
  • Ketebalan kertas antara minimal 75 gram.

Kriteria-kriteria ini harus dipenuhi karena: satu, ukuran reglet yang digunakan dibuat memiliki ukuran lebar kertas A4 atau sekitar 29,2 cm. Jika ukuran kertas lebih kecil dari itu maka reglet akan kesulitan menandai daerah tulisan dan tulisan yang tercetak tak rapi. Kedua, khusus untuk menulis huruf Braille kertas yang digunakan harus tebal. Jenis tulisan yang diapilkasikan dengan reglet adalah tulisan timbul. Tekanan merupakan hal yang penting dalam menulis huruf Braille. Kertas yang terlalu tipis dapat robek saat stylus menekan kertas braille atau titik-titik yang diciptakan pada kertas tipis tadi hanya timbul sedikit dan menjadi kurang jelas untuk di baca. Selain itu, saat membaca tulisan Braille kita harus meraba bahkan menekan kertas tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kertas tipis tersebut kembali rata dan titik timbul sebagai penanda huruf Braille terhapus.

Huruf Braille

sunting
 
Abjad Braille

Huruf Braille diciptakan oleh seorang ilmuan tunanetra dari Prancis, Louis Braille. Braille kehilangan penglihatannya setelah kecelakaan dengan pisau di ruang kerja ayahnya. Pada saat itu Braille disekolahkan oleh ayahnya di sekolah umum.Untuk membantu Braille belajar, ayahnya menciptakan alat-alat timbul dari paku yang nantinya akan mengilhami Braille dalam pembuatan huruf Braille.

Huruf-huruf Braille disusun oleh 6 buah titik dimbul. Huruf Braille berbetuk seperti titik-titik pada kartu domino, yaitu atas 2 titik horizontal (petak) dan 3 buah titik vertikal (baris). Pada awal Louis Braille menemukan huruf yang dinamakan sesuai dengan namanya ini, ia belum menciptakan huruf “W”. Kemudian seiring dengan berkembang luasnya penggunaan huruf Braille di kalangan tunanetra dan tuntutan untuk menyempurnaan ciptaannya demi pendidikan tuna netra yang sering kali sulit dilakukan, Braille akhirnya berhasil menyempurnakan alfabet huruf Braille dari A - Z.

Tidak cepat puas dengan keberhasilannya, Braille akhirnya mulai merambah ke bidang matematik. Louiss Braille mulai mencari cara untuk menyimbolkan angka 0 - 9 dan tanda-tanda matematik lainnya. Pada dasarnya pola titik Braille untuk angka 0 - 9 sama dengan pola titik timbul pada huruf Braille A–J. Namun ia membedakan abjad dan angka dengan menuliskan simbol pagar “#” di awal baris tulisan sebagai simbol untuk menandai bahwa baris dengan tanda pagar “#” adalah angka. Perkembangan variasi pola dari titik-titik timbul yang berbeda telah menciptakan 63 buah simbol Braille. Baik dari alphabet, angka, pola kabatakut dan tanda baca telah terangkum dalam huruf-huruf Braille. Hingga saat ini para ahli menyatakan bahwa belum ada jenis tulisan lain untuk penderita tunanetra yang dianggap lebih baik daripada huruf Braille.[2]

Hubungan dengan komunikasi

sunting

Kaitan Reglet dan komunikasi adalah pada hasil dari penggunaan reglet tersebut. Reglet merupakan teknologi informasi yang berguna dalam mengolah pesan yang ingin disampaikan secara verbal melalui tulisan. Dalam menggunakan reglet ada beberapa tahap yang harus diperhatikan. Pertama, cara memasang reglet pada kertas Braille. Kedua, cara menulis dengan reglet. Dan ketiga, cara merapikan tulisan Braille.

Cara memasang reglet pada kertas Braille

sunting
  1. Letakan reglet di atas meja atau di bidang datar yang anda inginkan dengan posisi horizontal. Posisi engsel berada di sebelah kiri pengguna. Perhatikan reglet, Anda akan melihat bahwa pada setiap petak reglet tersebut dua tonjolan kecil di sebelah kanan dan kiri lubang. Itu berguna untuk menandai posisi titik-titik (dua lubang ke kanan, tiga lubang ke bawah) yang digunakan untuk menulis huruf Braile.
  2. Buka reglet tersebut. Perhatikan setiap sudut reglet. Disana terdapat paku di sudut pelat bawah reglet yang nantinya akan berguna sebagai penanda bari.
  3. Ambil dan letakkan kertas Braille di atas plat bawah reglet. Tepian kertas sebelah kiri harus menempel ke engsel reglet. Sedangkan tepian atas kertas menutupi paku di sudut atas.
  4. Tekan kertas Braille di bagian paku-paku sudut tersebut hingga tembus. Setelah itu satukan pelat atas dan pelat bawah dengan menutupnya.:[3]
 
Nomor titik pada huruf Braille

Cara menulis dengan reglet

sunting
  1. Untuk orang yang menulis dengan tangan kanan, maka letakkan buku jari telunjuk tangan kanan untuk di atas kepala stylus dan ujung telunjuk menyentuh batang stylus, ibu jari dan jari tengah menjepit paku stylus.
  2. Disarankan agar tidak menulis di baris pertama reglet karena hasil tulisannya akan mepet ke tepi atas kertas. Gunakan baris kedua untuk menulis. Menulis dimulai dari sebelah kanan ke kiri.
  3. Karena menulis dengan reglet harus menggunakan “sistem cermin”, maka pada saat menulis, anda harus menomori titik-titik Braille dengan orientasi terbalik. Dengan orientasi terbalik ini, titik 1 pada huruf Braille dibuat dengan menekan titik 4, titik 2 menjadi titik 5, titik 3 menjadi titik 6 saat menulis dengan reglet.
  4. Pada saat akan menekan, posisikan stylus tegak lurus dengan reglet.
  5. Sementara tangan kanan digunakan untuk menulis, ujung telunjuk tangan kiri digunakan sebagai “penunjuk arah” dalam penulisan.. Gunakan telunjuk kiri untuk menandai posisi petak yang akan ditusuk dengan stylus agar saat menekan kertas kita tidak salah menandai pola titi. Ujung jari telunjuk kiri menempel ringan pada sylus dan harus ikut bergerak terus ke sebelah kiri sebagai penuntun.
  6. Setelah baris terakhir tertulisi, bukalah plat atas reglet. Rabalah tepian kertas, maka anda akan mendapati lubang (di kiri dan kanan serta atas dan bawah) yang dibuat oleh paku bawah reglet tadi. Kemudian posisikan paku atas reglet pada posisi pada lubang yang dibuat paku bawah tadi. Tutup relget dengan rapat dan anda siap untuk menulis kembali
  7. Setelah kegiatan menulis selesai, bukalah reglet dan balik kertas yang anda tulisi. Jika anda benar dalam menentukan titik Braillenya maka anda pasti bisa membaca tulisan anda tersebut.[4]

Cara merapikan tulisan Braille.

sunting

Meskipun kita sudah sangat teliti pasti kita pernah melakukan kesalahan kecil saat menulis. Begitu juga dengan menulis Braille. Bisa jadi ada titik timbul yang letaknya salah setelah ditekan. Berbeda dengan tulisan biasa yang membutuhkan tip-x atau label untuk memperbaiki tulisan, memperbaiki tulisan Braille hanya perlu menggunakan jari atau ujung stylus.

Caranya mudah. Ketika kita menemukan titik yang salah kita cukup menekan titik tersebut dengan jari atau bagian pipih pada stylus untuk mengembalikan kontur kertas yang tadinya timbul menjadi rata. Setelah itu tulisan dapat kembali diperbaiki dengan kembali memasang reglet dan menekan pola titik yang benar.

Kelebihan dan kekurangan

sunting

Selain reglet, telah banyak teknologi lain yang telah diciptakan untuk mengatasi keterbatasan tuna netra. Contohnya adalah printer Braille, tetapi hingga saat ini reglet masih sangat digemari untuk menulis huruf relget. Berikut akan di ulas mengenai kelebihan dan kekurangan dari reglet.

Kelebihan

sunting

Di bandingkan dengan alat bantu lainnya harga reglet lebih terjangkau. Dengan uang sekitar Rp. 35.000,00 (untuk reglet berukuran 4 baris) [5]hingga Rp. 275.000,00 (untuk reglet berukuran A4) [6] kita sudah dapat mendapatkan sebuah reglet beserta stylusnya. Sementara untuk mendapatkan teknologi yang lebih canggih lainnya seperti printer Braille dengan cetakan 40 karakter per detik harganya berkisar Rp 50 juta, sedangkan untuk yang high speed dengan kemampuan cetak 400 karakter per detik bisa sampai ratusan juta rupiah setiap satu unitnya.[7] Kemudian bentuk reglet yang lebih minimalis dan bahan bakunya yang ringan membuat reglet mudah di bawa kemana-mana.

Kekurangan

sunting

Reglet digunakan secara manual, dibutuhkan tenaga dan waktu yang relatif lama sesuai dengan kemampuan pengguna untuk menulis huruf Braille dengan reglet. Selain itu orientasi tulisan terbalik (mirror system) pada reglet sering menimbulkan kebingungan karena polanya yang berbeda dengan pola huruf Braille yang sebenarnya. Hal ini menyebabkan rentannya terjadi kesalahan dalam pada penulisan. Dibutuhkan latihan dalam jangka waktu yang relatif lama untuk memahami cara menulis huruf Braille dengan reglet.

Referensi

sunting
  1. ^ Lusli, V.L. Mimi Mariani. 1992. Pedoman dan struktur dalam huruf braille. Jakarta: FKUI, 1992
  2. ^ Lusli, V.L. Mimi Mariani. 1992. Pedoman dan struktur dalam huruf braille. Jakarta: FKUI, 1992
  3. ^ http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195106011979031-DIDI_TARSIDI/BMP_Braille_Tarsidi_PLB/6_Modul3_Alat_Tulis.pdf
  4. ^ http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195106011979031-DIDI_TARSIDI/BMP_Braille_Tarsidi_PLB/6_Modul3_Alat_Tulis.pdf
  5. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-28. Diakses tanggal 2013-04-01. 
  6. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-28. Diakses tanggal 2013-04-01. 
  7. ^ http://inet.detik.com/read/2007/06/26/153917/797971/398/printer-membludak-produksi-buku-braille-seret