Reformasi perpajakan

Reformasi perpajakan adalah perubahan sistem perpajakan secara signifikan dan komprehensif yang mencakup pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi perpajakan, dan peningkatan basis pajak.[1] Bentuk pelaksanaannya dapat bervariasi tergantung pada kondisi yang dihadapi, termasuk menambah atau mengurangi tarif pajak, mengubah lapisan penghasilan kena pajak, mengubah ambang batas Penghasilan Kena Pajak (PKP), mengubah dasar pengenaan pajak, memberlakukan pajak-pajak baru dan menghapus pajak-pajak lama, mengubah komposisi penerimaan pajak maupun melakukan perubahan mendasar terhadap praktik-praktik dan prosedur administratif perpajakan.[2]

Pada dekade 1980-an, di seluruh dunia terjadi reformasi pajak yang hampir universal. Pada periode tersebut, hampir semua negara di Eropa Barat melakukan reformasi pajak. Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan Akta Reformasi Pajak (Tax Reform Act) pada tahun 1986. Di Kanada diberlakukan pajak pertambahan nilai (goods and services tax). New Zealand merevisi struktur pajaknya secara mendasar. Australia melakukan perubahan substansial undang-undang pajaknya. Jepang juga melakukan reformasi pajak.[2]

Salah satu alasan terpenting dilakukannya reformasi pajak di banyak negara-negara berkembang adalah untuk mengubah sistem perpajakan agar memenuhi persyaratan ekonomi pasar dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan bersaing secara internasional.[3]

Reformasi perpajakan di Indonesia

sunting

Di Indonesia, reformasi perpajakan mulai dilakukan pada akhir tahun 1983.[4], dengan keluarnya lima undang-undang perpajakan baru. Hal itu dilakukan karena undang-undang yang berlaku sebelumnya dibuat oleh pemerintah Kolonial Belanda dan dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Kelima undang-undang itu adalah:

Pada tahun 1997 dikeluarkan beberapa UU baru untuk melengkapi UU yang telah ada, yaitu UU No 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, UU No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan UU No 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Salah satu masalah terbesar yang dihadapi Indonesia adalah penerimaan negara yang masih sangat tergantung dari sektor migas. Selain itu kecilnya tingkat penerimaan pajak dan rasio pajak dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan G20 lainnya. Oleh karena itu Pemerintah berupaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.

Pada akhir tahun 2016, Pemerintah Indonesia mengukuhkan program reformasi perpajakan melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 885/KMK.03/2016 tanggal 9 Desember 2016 tentang Pembentukan Tim Reformasi Perpajakan.[5]

Catatan

sunting
  1. ^ Satya, p. 14-15.
  2. ^ a b Yukinobu, p. 1.
  3. ^ Rao, p. 59.
  4. ^ Suhardjito, p. 30-31.
  5. ^ SK Menkeu No.885/KMK.03/2016, p. 1.

Referensi

sunting

Pranala luar

sunting