Putri Cempo (Campa)


Ratna Suwari Cempo merupakan tokoh yang dipercaya masyarakat Gresik sebagai putri yang berasal dari Negeri Campa (Vietnam) yang oleh sebagian orang menganggap sang Putri sebagai istri dari Sunan Giri. Karena kagum serta terpesona akan watak dan keluhuran budi pekerti Sunan Giri, maka Putri Cempo menikah dengan Sunan Giri. Akan tetapi bagi sebagian masyarakat memiliki cerita yang berbeda, yaitu Putri Cempo hanya menaruh hati kepada Sunan Giri namun Sunan Giri sendiri tidak menanggapi beliau. Putri Cempo merupakan seorang saudagar yang berasal dari Campa atau Vietnam.[1] Putri Cempo mengikuti jejak perjuangan Sunan Giri dalam memperjuangkan Islam di pulau Jawa khususnya Gresik. Putri Campa yang disebut Putri Cempo oleh masyarakat Gresik.

Dalam sebuah jurnal disebutkan bahwa Putri Cempo memiliki nama lain yaitu Dewi retno Suwari.[2] Namun tidak dapat dipastikan secara pasti karena tidak terdapat catatan sejarah yang tertulis mengenai Putri Cempo secara rinci. Bahkan tidak ada jurnal maupun website yang menceritakan kisah Putri Cempo secara jelas dan lengkap, informasi yang disajikan hanya sebatas info umum saja. Dan terdapat dua tokoh atau lebih yang memiliki nama yang sama di dua tempat berbeda, namun tidak diketahui apakah Putri Cempo yang sama dengan di Gresik ataukah berbeda.

Putri Cempo dimakamkan secara Islam di perbukitan yang ditumbuhi pohon-pohon rindang. Makam Putri Cempo terletak di Gunungsari kelurahan Sidomoro, Kecamatan Kebomas-Gresik, sekitar kurang lebih 2 km ke arah timur dari kompleks makam Sunan Giri. Sampai saat ini makam Putri Cempo masih dirawat oleh Pemerintah Daerah karena termasuk dalam situs sejarah. Selain makam Putri Cempo, juga terdapat tinggalan arkeologis lain di lokasi yang sama.[3]

Cerita Rakyat

sunting

Cerita mengenai Putri Cempo ini tidak hanya diyakini oleh masyarakat Gresik, akan tetapi juga kota lain seperti Mojokerto, Demak dan Rembang juga memiliki tokoh yang diyakini masyarakatnya sebagai Putri Cempo. Sehingga cerita mengenai Putri Cempo ini memiliki berbagai cerita berbeda pada masing-masing kota.

Mojokerto

sunting

Dalam Babad Tanah Jawa, Putri Cempo adalah istri dari Prabu Brawijaya V dari Majapahit. Pada suatu malam, Prabu Brawijaya bermimpi memiliki istri dari negeri Campa.[4] Selain di Gresik situs Putri Cempo sendiri juga terdapat di Mojokerto tepatnya di Trowulan, dimana di sana terdapat banyak situ-situs Majapahit.[5] Makam sang putri berada di dusun Unggah-unggahan, lokasinya sekitar 100 meter di utara timur kolam Segaran. Makam Putri Cempo adalah nama yang diberikan pada cerita rakyat terhadap objek yang bernilai kepurbakalaan pada nisan yang bertuliskan tahun 1730 saka (1440 M)[6]

Cempo merupakan bibi dari Sunan Ampel dan ibu dari Raden Fatah Sultan Demak pertama. Makamnya yang terdapat di Mojokerto terletak di Dusun Unggahan, Desa/Kecamatan Trowulan Mojokerto. Pada pelataran makam terdapat dua makam yang berada paling atas, yaitu makam Putri Cempo dan Prabu Brawijaya V alias Damar Wulan. Putri Cempo adalah pemeluk agama Islam yang diyakini mampu mengajak Prabu Brawijaya V untuk memeluk agama Islam setelah menikahinya.[7][8] Maka dari situlah cikal bakal islam masuk ke Majapahit, dan diperkirakan sekitar 1476-1478 Masehi para imigran muslim itu diperkirakan masuk ke Majapahit.[9]

Masyarakat Demak mempercayai jika makam Putri Cempo terletak di Dukuh Cempan, Desa Bonangrejo, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak. Demak muncul pada pertengahan akhir abad ke-15 Masehi, yang berdiri kira-kira pada tahun 1478. Hal itu didasarkan pada saat jatuhnya Majapahit yang diperintah oleh Prabu Kertabumi ( Brawijaya V).[10] Pantai Moro Demak diyakini merupakan tempat berlabuhnya kapal yang mengangkut rombongan Putri Cempo. Bukti empirisnya sendiri adalah soal nama Dukuh Cempan yang diyakini berasal dari kata ‘Campa’ atau ‘Cempo’. Hal tersebut berdasarkan kebiasaan penamaan sebuah tempat atau wilayah yang berdasarkan pada suatu kejadiaan atau peristiwa yang terkait dengan perjalanan atau akhir hayat seorang tokoh terkenal di masa itu. Raja Campa ketika itu berkeinginan untuk menjadi sahabat dari Raden Patah, sehingga mengirim putrinya yaitu Putri Campa yang oleh para sejarawan dikenal dengan nama Darawati atau Dwarawati. Raden Patah merupakan putra Prabu Brawijaya raja terakhir.

Dikisahkan lamaran Putri Cempo ditolak oleh Raden Patah, karena merasa malu Putri Cempo mengurungkan niatnya untuk pulang ke Negeri Campa dan menetap di wilayah yang diberi nama Dukuh Cempan. Pendapat ini terpatahkan dengan terdapatnya beberapa literatur sejarah Bangsa Indonesia. Di sebutkan bahwa keberadaan Putri Cempo di tanah Jawa adalah sebagai hadiah untuk Raja Majapahit oleh bangsa Tionghoa yang bertujuan agar masyarakat Tionghoa di Jawa dapat perlindungan dari Kerajaan Majapahit. Menurut ahli sejarah lain, adanya campur tangan ulama Islam dalam pernikahan Raja Brawijaya V dan Putri Cempo, dimana Raja Brawijaya V sudah memeluk agama Islam.

Pada Babad Dipanegara, Putri Cempo merupakan permaisuri cantik kesayangan Raja Brawijaya V yang membuat cemburu permaisuri lain. Putri Cempo dititipkan oleh Raja Brawijaya V ke Aryo Damar seorang Bupati Palembang pada saat mengandung usia 7 bulan. Di Palembang itulah Raden Patah dilahirkan.[11]

Rembang

sunting

Putri Campa menyebarkan agama Islam di desa Bonang, hingga pada akhirnya beliau wafat dan dimakamkan di dekat Pasujudan Kanjeng Sunan Bonang di desa Bonang Lasem. Seorang yang dipandang istimewa oleh para peziarah. Cungkup yang ada di dalamnya terdapat makam yang diyakini oleh warga setempat sebagai makam Putri Cempo (Champa). Dan cungkup pada makam tersebut memiliki segi arsitektur yang cukup indah.[12] Putri Cempo yang diyakini memiliki nama Putri Indrawati yang juga seorang perempuan yang berasal dari Negeri Campa (Kamboja) yang menjadi murid Sunan Ampel di Surabaya. Oleh Sunan Ampel diperintahkan untuk berguru kepada Sunan Bonang, karena mengingat usia Sunan Ampel semakin bertambah tua.

Putri Cempo suatu hari mengungkapkan perasaannya pada Sunan Bonang, tetapi tidak ditolak maupun tidak pula diterima akan tetapi diperintahkan untuk menunggu sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Putri Cempo menunggu Sunan Bonang di sebuah bangunan kecil yang berada di kompleks tersebut. Saat menunggu jawaban itulah Putri Cempo mengalami sakit dan meninggal maka Beliau dimakamkan di tempat Beliau menunggu Sunan Bonang.[13]

Referensi

sunting
  1. ^ kompasiana (27 April 2013). "Kisah Putri Campa Dan Giri Ketadon". 
  2. ^ Amalena, Syfana. "Marginalisai Ulama Perempuan: (Perlakuan Masyarakat Terhadap Makam Ulama Perempuan Di Kabupaten Gresik: Studi Kasus Makam Fatimah Binti Maimun dan Nyai Jika)" (PDF). 
  3. ^ Riyanto, Sugeng, dkk (November 2020). LASEM DALAM RONA SEJARAH NUSANTARA (PDF). Yogyakarta: Balai Arkeologi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. hlm. 23. 
  4. ^ "Putri Cempa dari Vietnam, Pembawa Islam di Kerajaan Majapahit". Phinemo.com. 2020-08-25. Diakses tanggal 2022-11-30. 
  5. ^ Baharuddin, Ahmad (28 Oktober 2020). "Putri Cempo Jangan Sampai Hanya Meninggalkan Nama". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-03. Diakses tanggal 2021-09-03. 
  6. ^ disparpora (3 Januari). "Makam Putri Cempo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-03. Diakses tanggal 2021-09-03. 
  7. ^ "Mengunjungi Makam Putri Cempo Istri Prabu Brawijaya V". detikcom. 27 Juli 2012. 
  8. ^ Putri, Risa Herdahita (19 Agustus 2020). "Hikayat Putri Cempa dan Islam DI Majapahit". 
  9. ^ "Kisah Putri Campa dan Penyebar Islam di Kerajaan Majapahit". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2022-11-30. 
  10. ^ Afidah, Nur (2021). "Perkembangan Islam pada masa Kerajaan Demak". Jurnal Studi Islam dan Kemuhammadiyahan (JASIKA). 1 (1): 66. doi:https://oi.org/10.18196/jasika.v1i1.6 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  11. ^ Anton, Ahmad (5 Oktober 2020). "Menelusuri Jejak Misteri Makam Putri Cempo". Sindonews.com. 
  12. ^ kholilurrohman, M (2016). PENGELOLAAN OBJEK DAYA TARIK WISATA RELIGI DI KABUPATEN REMBANG (STUDI KASUS PASUJUDAN SUNAN BONANG) (PDF). Semarang: UIN Walisongo Semarang. hlm. 60.  line feed character di |title= pada posisi 43 (bantuan)
  13. ^ Suprapto, Hadi (9 April 2020). "Putri Cempo Dan Sunan Bonang".