Pupuk mikrobiologis

Pupuk mikrobiologis atau pupuk hayati (bahasa Inggris: biofertiliser) adalah pupuk yang mengandung mikroorganisme hidup yang ketika diterapkan pada benih, permukaan tanaman, atau tanah, akan mendiami rizosfer atau bagian dalam dari tanaman dan mendorong pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan nutrisi utama dari tanaman.[1] Pupuk mikrobiologis mirip dengan kompos teh, dan bisa dikatakan sebagai kompos teh yang direkayasa karena hanya mikroorganisme tertentu yang bermanfaat bagi tanah yang digunakan.[1] Berdasarkan efek dan jenis mikroorganisme yang berperan, ada beberapa macam pupuk mikrobiologis, yaitu pemicu pertumbuhan tanaman, kompos, fiksator nitrogen, pelarut fosfat dan kalium, serta pemobilisasi fosfor.[2]

Ganggang biru-hijau yang dibudidayakan di media spesifik. Ganggang biru-hijau dapat membantu dalam bidang pertanian karena mereka memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen atmosfer ke tanah. Nitrogen ini sangat membantu tanaman. Ganggang biru-hijau digunakan sebagai pupuk hayati.

Latar Belakang

sunting
 
Phosphate solubilizing bacteria cultured in petri dish. The zone of clearance can be clearly seen.

Setiap tanaman memerlukan paling tidak 16 unsur atau zat untuk pertumbuhannya yang normal, dari 16 unsur tersebut, tiga unsur (C,O,H) diperoleh dari udara, dan 13 unsur lainnya diperoleh dari tanah (N, P, K, Ca, Mg, S, Cl, Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo).[3] Dari ke-13 unsur tersebut hanya enam unsur yang diambil tanaman dalam jumlah besar (unsur makro) yaitu N, P, K, S, Ca, dan Mg.[3]

Unsur hara utama yang banyak dibutuhkan tanaman tetapi jumlah atau ketersediaanya sering kurang atau tidak mencukupi di dalam tanah ialah N, P, dan K.[4] Oleh karena itu ketiga unsur ini ditambahkan dalam bentuk pupuk.[4] Tanah dapat didefinisikan sebagai media alami untuk pertumbuhan tanaman yang terdiri atas mineral, material organik dan organisme hidup.[5] Aplikasi pupuk kimia yang berlebih dan terus menerus dapat membawa dampak negatif terhadap kondisi tanah dan lingkungan.[6] Namun kenyataannya, pertanian modern sangat bergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida untuk meningkatkan hasil panen.[7] Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak negatif tersebut, maka pupuk organik yang mengandung mikrob (pupuk hayati) dapat dijadikan sebagai alternatif dari penggunaan pupuk kimia.[7]

 
Skema mikoriza yang bersimbiosis dengan akar tanaman

Mekanisme Kerja

sunting

Pupuk mikrobiologis bukanlah pupuk biasa yang secara langsung meningkatkan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi ke dalam tanah.[1] Pupuk mikrobiologis bekerja melalui aktivitas mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk mikrobiologis tersebut. Jasad-jasad renik itu lah yang bekerja sesuai dengan "keahlian" nya masing-masing. Mikroorganisme tsb, ada yg punya "keahlian" menambat Nitrogen dari udara, yang punya "keahlian" menguraikan fosfat dan kalium yang tedapat dalam tanah, sehingga molekul senyawa fosfat atau kalium yang besar itu diuraikannya menjadi senyawa Phospat dan Kalium sederhana, yang bisa diserap oleh tanaman. Tanpa mikroorganisme ini, senyawa fosfat atau kalium yang terdapat dalam tanah, tidak akan bisa diserap oleh tanaman. Disamping itu ada mikroorganisme yang "ahli" memproduksi zat pengatur tumbuh, atau "ahli" memproduksi zat anti hama.[1] Mikroorganisme dalam pupuk mikrobiologis mengembalikan siklus nutrisi alami tanah dan membentuk material organik tanah.[1] Melalui penggunaan pupuk mikrobiologis, tanaman yang sehat dapat ditumbuhkan sambil meningkatkan keberlanjutan dan kesehatan tanah.[1] Disamping itu terdapat jenis mikroorganisme yang punya kemampuan menguraikan bahan organik, sehingga sangat bagus di manfaatkan untuk mempercepat proses pengomposan. Dan, jangan juga dilupakan jenis-jenis mikroorganisme yang dapat menyerap logam berat, sehingga sangat bagus dimanfaatkan untuk proses bioremediasi lahan yang tercemar logam berat.

Keunggulan

sunting

Seperti diuraikan diatas, ada banyak mikroorganisme tanah yang punya "keahlian" masing-masing. Tapi, penggunaan pupuk kimia yang terus menerus dan berlebihan, dapat mematikan mikroorganisme yang tadinya berada secara alami dalam tanah. Karena itu, pada tanah-tanah yang sudah miskin mikroorganisme, pemberian pupuk hayati merupakan salah satu cara terbaik dan penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah.[8] Penggunaan pupuk hayati tidak akan meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia.[8] Selain itu penggunaan pupuk hayati diharapkan dapat meningkatkan kesehatan tanah, memacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi tanaman.[9]

Contoh

sunting

Salah satu pemanfaatan mikroorganisme atau mikrobiologis ini, seperti yang disinggung diatas, adalah dalam pembuatan pupuk kompos. Apabila kemudian pupuk kompos ini diperkaya dengan mikroorganisme dengan fungsi-fungsi yang lain, maka pupuk yang dihasilkan dapat disebut sebagai Pupuk Organik Hayati, dan akan sangat bagus diaplikasi dilahan-lahan yang marginal.[9]

Aplikasi

sunting

Aplikasi pupuk yang mengandung mikoriza dan bakteri pengikat N (Azotobacter choococum), bakteri pelarut P (Bacillus megaterium) dan bakteri pelarut K (Bacillus mucilaginous) terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays).[9]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f (Inggris) Vessey JK. 2003. PGPR as biofertilizer. Plant and soil Hal: 255:571-586.
  2. ^ Budiman, Arief; Suyono, Eko Agus; Dewayanto, Nugroho; Dewati, Putri Restu; Pradana, Yano Surya; Widawati, Teta Fathya (2023). Biorefinery Mikroalga. Sleman, D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 9786233591201. 
  3. ^ a b Lingga P, Marsono. 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Hlmn:6. Jakarta: Penebar Swadaya.
  4. ^ a b Soepardi G. 1983. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah-Fakultas Pertanian. Hlmn:4. Bogor: Institut Pertanian Bogor
  5. ^ (Inggris) Rao NSS.1995. Soil Microorganisms and Plant Growth. Ed ke-3. New Hampshire: Science Publishers Inc.
  6. ^ Saraswati R.1999. Teknologi pupuk mikrob multiguna menunjang keberlanjutan sistem produksi kedelai. J Mikrobiol Indones 4 (1): 1-9.
  7. ^ a b Aryantha I, DP Lestari, N Pangesti. 2004. Potensi isolat penghasil IAA dalam peningkatan pertumbuhan kecambah kacang hijau pada kondisi hidroponik. J Mikrobiol Indones 9 (2): 43-46.
  8. ^ a b Musnamar EI. 2003.Pupuk Organik: Cair & Pdat, Pembuatan dan Aplikasi. Hlmn 7-13. Jakarta: Penebar Swadaya
  9. ^ a b c (Inggris)Wu SC, Zh Cao, ZG Li, KC Cheung, MH Wong. 2005. Effect of biofertilizer containing N-fixer, P and K solubilizer and AM fungi on maize growth: a greenhouse trial. Geoderma 125p: 155-166.