Pulau Balobaloang Lompo

pulau di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan

Balobaloang Lompo (Makassar: ᨅᨒᨚᨅᨒᨚᨕ ᨒᨚᨄᨚ, translit. Balo-baloang Lompo, har. 'bercorak-corak besar'), Balobaloang Besar, Balo-Baloang Lompo, atau Balo-Baloang Besar adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Kepulauan Sabalana, perairan Laut Flores dan secara administratif masuk pada wilayah Desa Balobaloang, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau Balobaloang Lompo memiliki wilayah seluas 1.360.469,134960 m2.[1] Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat 6°35′18.350″LS,118°51′39.920″BT.[2] Semua bahan makanan yang terdapat di pulau ini didatangkan dari luar pulau. Mata pencaharian masyarakatnya mayoritas adalah nelayan. Tetapi ikan hasil tangakapan tidak dijual mentah melainkan diolah menjadi ikan kering.

Balobaloang Lompo
Koordinat6°35′18.350″LS,118°51′39.920″BT
NegaraIndonesia
Gugus kepulauanSabalana
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenPangkajene dan Kepulauan
Luas1.360.469,134960 m²
Peta

Demografi

sunting

Pulau ini dihuni penduduk sekitar 961 jiwa yang terdiri dari 480 laki-laki dan 481 perempuan (PMU Coremap II Kabupaten Pangkep 2007). Mereka mayoritas beretnis Bugis dan sebagiannya beretnis Makassar. Selain itu, warga pendatang dari Lombok, Bima, dan Sumbawa juga berdiam di pulau ini semenjak dahulu dan telah berbaur dengan warga asli melalui interaksi sosial dan ikatan perkawinan.

Ekosistem dan sumberdaya hayati

sunting

Pulau Balobaloang Lompo merupakan ibu kota dari Desa Balobaloang (11 pulau). Umumnya rataan terumbu melebar ke berbagai arah hingga ratusan meter. Karang mati pada rataan terumbu akibat terskpose pada sinar matahari langsung. Kondisi terumbu karang umumnya 'rusak' hingga 'sedang'. Sebaliknya komponen karang mati dan hancuran karang serta pasir sebagai komponen abiotik dominan. Tercatat 5 jenis tumbuhan lamun, yakni: Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium dan Halophila ovalis. Selain padang lamun dan terumbu karang, di pesisir Pulau Balobaloang terdapat ekoistem hutan bakau yang tumbuh secara berkelompok dan padat. Hanya ada ada 2 jenis bakau yaitu jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. Keutuhan vegetasi ini tetap terjaga dan berfungsi untuk melindungi abrasi pantai. Kelimpahan ikan karang cukup tinggi yakni 1294 2 ekor/500m didominasi Ikan ekor kuning (Caesionidae) sebagai ikan konsumsi dan ikan betok (Pomacentridae) sebagai ikan mayor. Jenis-jenis ikan lain jumlahnya juga relatif lebih banyak dibanding lokasi-lokasi di Liukang Tuppabiring seperti Chaetodontidae, Siganidae, Scaridae.

Aktivitas pengelolaan sumberdaya

sunting

Mata pencaharian warga seperti halnya warga pulau kecil lainnya sangat berhubungan dengan sumber daya laut. Mereka menggunakan berbagai macam alat tangkap untuk mengambil hasil laut. Alat tangkap berupa kail dan tali pancing digunakan untuk menangkap ikan di daerah-daerah terumbu karang. Lokasi pemancingan yang relatif dekat ditempuh dalam waktu 45 menit sampai 1 jam dengan menggunakan perahu bermesin kecil. Ikan hasil tangkapan mereka umumnya adalah jenis ikan katambak, sunu maupun kerapu. Ikan tangkapan yang dijual hidup biasanya dijual kepada pengumpul. Sedangkan ikan tangkapan yang bukan ikan hidup, terlebih dahulu dikeringkan sebelum dijual kepada para pengumpul atau dijual langsung ke Sumbawa atau Lombok.

Alat tangkap lainnya berupa jaring yang dilengkapi dengan pelampung yang dibentangkan memanjang di laut untuk menjerat ikan, terutama ikan yang berenang di kolong dan permukaan air. Ikan tendro dan biawas adalah ikan yang paling banyak didapatkan dengan menggunakan alat tangkap seperti jaring pelampung ini. Ikan hasil tangkapan dikeringkan lalu dijual. Peran kaum perempuan dalam mata pencaharian ini tergolong besar. Mereka yang menjahit jaring dan mengolah ikan hasil panen.

Untuk mendapatkan hasil laut berupa ikan, beberapa warga menggunakan bom dan bius. Penggunaan bom dilakukan untuk mendapatkan ikan ekor kuning dan ikan rappo-rappo dengan menggunakan sebuah jolloro', sampan, dan kompresor penyelaman. Bius digunakan untuk menangkap ikan hidup, seperti ikan kerapu, sunu dan napoleon (langkoe). Kegiatan pengambilan hasil laut menggunakan bom dan bius ini tidak saja dilakukan di perairan sekitar pulaunya, tapi juga perairan desa lainnya. Areal terumbu karang merupakan tempat yang menjadi lokasi penggunaan alat tangkap tersebut. Beberapa taka tempat penggunaan bom dan bius ini adalah Taka Satanger, Taka Bayangang La'bua, Taka Bintara, Taka Luara', Taka Bintara, dan Taka Mindanau yang terletak dekat dari Pulau Balobaloang Lompo.

Hasil tangkapan berupa ikan hidup kadang-kadang ditampung terlebih dahulu dalam keramba penampungan. Hal ini dimaksudkan agar ukuran ikan dapat bertambah sehingga harganya lebih tinggi. Hasil tangkapan dari pemboman seperti ikan rappo-rappo dan ekor kuning, biasanya dijual ke pengumpul dalam keadaan basah ataupun kering yang kemudian dijual membawanya ke Lombok atau Sumbawa.

Sarana dan prasarana

sunting

Sarana pendidikan yang terdapat di pulau ini berupa sebuah SD dan sebuah SMP Terbuka, Sedangkan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi warga dipenuhi oleh keberadaan sebuah Pustu yang dilengkapi dengan tenaga medis setingkat mantri. Kebutuhan akan tenaga listrik, diperoleh melalui mesin generator yang menyuplai tenaga listrik kerumah-rumah warga dari pukul 18.00 sampai pukul 22.00. Kebutuhan air tawar warga dipenuhi dengan jalan penggalian dan pembuatan sumur di sekitar rumah kediaman warga. Sumber air tawar yang ada relatif dapat memenuhi keperluan warga untuk kebutuhan sehari-hari. Fasilitas umum lainnya adalah sarana perhubungan berupa dermaga yang terbuat dari kayu yang sering disinggahi oleh kapal pengangkut hasil bumi yang berlayar dari Makassar ke Sumbawa/Lombok atau sebaliknya. Di pulau ini juga terdapat masjid, lapangan sepak bola, dan base camp Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.

Referensi

sunting
  1. ^ Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari. Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
  2. ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 30 September 2022. 

Pranala luar

sunting