Pukat adalah semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan;[1] yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat di sebelah bawahnya. Dengan demikian, pukat membentuk semacam dinding jaring di dalam air yang akan melingkari kumpulan ikan dan mencegahnya melarikan diri.[2] Ada bermacam jenis pukat; jaring ini dapat dioperasikan baik dengan menggunakan kapal ataupun dari darat (pantai).

Bentuk pukat sederhana
Memukat ikan di sungai
Ikan salmon yang tertangkap dengan pukat; Sungai Kolumbia, Oregon, 1914

Pukat lampara

sunting

Pukat lampara (Lampara nets) atau sering disebut lampara saja, adalah semacam pukat sederhana yang dioperasikan di laut dengan menggunakan perahu atau kapal. Biasanya tali sisi bawah sedikit lebih pendek, sehingga jaring akan melengkung dan mencembung di bagian belakang bawah, membentuk setengah mangkuk yang akan menyulitkan ikan melarikan diri. Lampara dilengkapi dengan dua sayap dan bagian belakang yang memiliki mesh lebih kecil untuk menampung ikan yang tertangkap.[3]

Lampara biasa dioperasikan untuk menangkap ikan-ikan pelagis. Misalnya untuk menangkap sarden di Laut Tengah, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan, ikan teri dan makerel di Argentina, serta torani di Jepang.[3]

Pukat cincin

sunting

Pukat cincin atau dalam bahasa Inggris disebut purse seine, adalah pukat yang sisi bawahnya dilengkapi dengan sejenis 'tali kolor', yang dapat ditarik untuk merapatkan sisi bawah jaring sehingga terbentuk semacam mangkuk yang melingkungi ikan-ikan yang akan ditangkap. Ikan target terutama adalah ikan-ikan yang biasa berenang menggerombol, mulai dari sarden yang berukuran kecil hingga tuna.

Penggunaan pukat cincin dapat berdampak negatif pada stok ikan, karena acap menangkap hasil samping (bycatch, ikan bukan target) yang tidak selalu diinginkan, serta memberikan tekanan yang cukup besar bagi populasi (stok) ikan.[4] Karena dampaknya itu, penggunaan pukat cincin dikendalikan di banyak negara. Srilanka, misalnya, melarang penggunaan pukat ini pada jarak 7 km dari garis pantai.[5]

Pukat cincin, dengan tali kolor dieratkan
Gerombolan selar sejumlah sekitar 400 ton terkurung oleh pukat cincin. Cili
Pukat cincin dipakai untuk menangkap salmon.

Pukat kantong

sunting

Pukat kantong terdiri dari beberapa macam lagi, namun pada dasarnya ini adalah semacam jaring yang dilengkapi dengan sayap-sayap di kanan kirinya, dan kantong berbentuk kerucut yang berada di ujung belakangnya; kantong ini adalah tempat berkumpulnya ikan-ikan yang terjaring.

Payang

sunting

Payang adalah semacam pukat kantong yang dioperasikan untuk menangkap ikan-ikan pelagis, terutama pelagis kecil, dari atas perahu.[6] Pukat ini dilengkapi dengan pelampung-pelampung yang menjaga agar sisi atas jaring ini tetap berada di permukaan. Payang banyak dipakai oleh nelayan-nelayan di Indonesia, dengan menggunakan perahu yang dinamai perahu payang atau perahu mayang.

 
Pukat pantai ditarik dengan kuda. 1938

Dogol atau pukat dogol adalah pukat kantong yang dioperasikan di dasar perairan, terutama untuk menangkap ikan-ikan demersal dan hewan-hewan dasar lainnya. Dogol pada dasarnya mirip, dan biasanya disamakan, dengan Danish seine[7] yang dipakai di dunia barat. Pukat dogol berbeda dengan pukat harimau (trawl), karena dogol tidak ditarik kecuali sepanjang tali utamanya saja.

Pukat pantai

sunting

Pukat pantai adalah pukat kantong yang dioperasikan di pantai.[8] Jaring pukat ini mula-mula ditebar tidak jauh di muka pantai dengan bantuan perahu, sementara salah satu ujung tali utama pukat diikatkan di pantai. Setelah melingkar ke tengah, perahu kembali ke pantai dan mempertemukan kedua ujung tali utama pukat, untuk kemudian pukat ditarik dari tepi pantai dengan menggunakan tenaga manusia.

Pukat harimau

sunting

Pukat harimau atau trawl dalam bahasa Inggris, adalah semacam pukat kantong yang dioperasikan dengan cara ditarik pada jarak yang panjang, untuk menangkap ikan-ikan yang berada pada daerah yang dilewati. Pukat ini ada yang dioperasikan di tengah-tengah kolom air (midwater trawl),[9] untuk menangkap ikan-ikan pelagis, dan ada pula yang dioperasikan di dasar perairan (bottom trawl).[10] Pukat harimau banyak mengundang protes pecinta lingkungan maupun nelayan-nelayan lain, karena sifatnya yang merusak. Terutama yang dioperasikan di dasar laut, pukat ini dapat merusak terumbu karang, menimbulkan kekeruhan di dasar perairan, dan menangkap ikan-ikan atau hewan-hewan bukan target (bycatch). Tangkapan samping ini pada akhirnya akan banyak dibuang, dan menimbulkan masalah lingkungan yang baru.[11][12]

Ilustrasi pengoperasian pukat harimau di dasar laut
Gerombolan ikan yang tertangkap oleh pukat harimau. Cili
Hasil tangkapan ikan dan udang.

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia: 772-73. PN Balai Pustaka: Jakarta.
  2. ^ FAO Fisheries and Aquaculture Department: Surrounding nets.
  3. ^ a b FAO Fisheries and Aquaculture Department: Lampara nets.
  4. ^ http://www.greenpeace.org.uk/blog/oceans/purse-seining-when-fishing-methods-go-bad-20100518
  5. ^ "Sri Lanka fisheries authorities and navy to act against local fishermen using illegal fishing methods". Colombopage. 21 Oct 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-01. Diakses tanggal 2014-01-19. 
  6. ^ FAO Fisheries and Aquaculture Department: Boat seines.
  7. ^ FAO Fisheries and Aquaculture Department: Danish seining.
  8. ^ FAO Fisheries and Aquaculture Department: Beach seines.
  9. ^ FAO Fisheries and Aquaculture Department: Midwater trawls Diarsipkan 2014-02-02 di Wayback Machine..
  10. ^ FAO Fisheries and Aquaculture Department: Bottom trawls.
  11. ^ Liggins, G.W., Kennelly, S.J., 1996. By-catch from prawn trawling in the Clarence River estuary, New South Wales, Australia. Fish. Res. 25, 347-367.
  12. ^ Alverson D L, Freeberg M K, Murawski S A and Pope J G. (1994) A global assessment of fisheries bycatch and discards. FAO Fisheries Technical Paper No 339 Rome, FAO 1994.

Pranala luar

sunting