Portal:Surakarta/Biografi pilihan/23
Kho Tjien Tiong, atau dikenal dengan Teguh Slamet Rahardjo (Teguh Srimulat) (lahir di Klaten, Jawa Tengah, 8 Agustus 1926 – meninggal di Solo, Jawa Tengah, 22 September 1996 pada umur 70 tahun) adalah seorang seniman Indonesia. Teguh lahir dari keluarga miskin di Bareng, Klaten, Jawa Tengah, dari pasangan Ginem dan Go Bok Kwie. Teguh menyelesaikan pendidikan dasarnya di Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) Purwoningratan, Solo.
Pada tahun 1942, Teguh mulai membantu ayahnya bekerja di percetakan. Ia bersahabat akrab dengan seorang pembuat gitar bernama Wiro Kingkong. Bersama temannya, Tan Tiang Ping, ia kemudian membentuk grup keroncong Asli di Kampung Perawit. Lalu bergabunglah Lie Tjong Yan, Liem Swie Hok, Liew Houw Wan, The Kit Liong, Kho Djien Tik dan Yo Thio Im. Di sini, Teguh mulai belajar bermain gitar dan biola. Bersama Supardi, ia menjadi anggota grup musik di Gedung Kakio Sokai, Purwoningratan. Di sinilah ia berpentas musik untuk umum untuk pertama kalinya.
Pada tahun 1943, ia terlibat dalam pesta para pembesar tentara Jepang di Gedung Gajah, Solo. Teguh lalu menerima tawaran dari Thio Tek Djien-Miss Ribut untuk bergabung dalam rombongan sandiwara Miss Ribut’s Orion yang setiap malam menggelar pertunjukan di Gedung Shonan, Pasar Pon, Solo. Dua bulan kemudian, grup ini bubar. Pada tahun 1946, ia menerima tawaran R. Supomo untuk bergabung dengan Orkes Keroncong Bunga Mawar. Di grup ini ia bersama Gesang, Hendroyadi, Hardiman dan Ndoro Griwo. Orkes ini sering pentas ke berbagai kota di Jawa Tengah dan lagu-lagunya disiarkan RRI Solo.
Dalam pementasan Orkes Keroncong Bunga Mawar di Purwodadi, Teguh berjumpa dengan Raden Ayu Srimulat. Inilah titik awal kebersamaan mereka di rombongan Orkes Bintang Timur pimpinan Djamaluddin Malik serta dalam Orkes Keroncong Bintang Tionghwa yang dipimpin oleh Kho Tjay Yan. Tahun 1949, R.A. Srimulat mendirikan Orkes Keroncong Avond dengan Teguh sebagai pendukung utama. Setahun kemudian, tanggal 8 Agustus 1950, mereka menikah dan mendirikan Gema Malam Srimulat. Teguh sendiri menjadi pimpinan Srimulat sejak 1957 hingga 1985. Teguh menikah lagi dengan Jujuk Juariah, primadona kelompok Srimulat, pada tahun 1970, 2 tahun setelah RA Srimulat meninggal. Teguh meninggal dunia pada tanggal 22 September 1996.
Selama memimpin Srimulat, Teguh menggunakan corak kepemimpinan kharismatik. Pengaruhnya bersifat personal dan mendapat pengakuan luas dari pengikutnya. Hal ini terjadi karena sifat Srimulat yang masih kekeluargaan dan bersifat komunal. Pendidikan anggota yang umumnya rendah juga membuat kepemimpinan bersifat paternalistik. Seluruh mekanisme ide lawakan, manajemen keuangan, penyusunan cerita, sampai keputusan untuk mengembangkan usaha diserahkan pada Teguh.
Pola kepemimpinan seperti inilah yang kemudian menghasilkan berbagai persoalan di internal Srimulat. Ini dikarenakan kepemimpinan paternalisitik tidak bisa dijadikan landasan untuk memecahkan masalah secara rasional-modern, tidak adanya pembagian kekuasaan, otoritas terpusat pada satu orang, tidak adanya merit system/sistem reward yang jelas, dan persoalan suksesi dan munculnya hegemoni di pelawak senior.
Faktor-faktor inilah yang menjadi sebab utama runtuhnya Srimulat pada tahun 1989. Selama Teguh berkuasa sebagai pemimpin Srimulat, seluruh persoalan di atas diselesaikan di tangannya, terutama soal regenerasi dan kaderisasi, tetapi setelah Srimulat bubar dan tidak adanya sistem pendukung, maka runtuhlah bangunan Srimulat sebagai sebuah organisasi/lembaga. Meski dari segi nilai, Srimulat telah melampau hakekatnya sendiri.
- Joko Widodo
- Joko Widodo
- Wiranto
- Siti Hartinah
- Amien Rais
- Amien Rais
- Maria Farida Indrati
- Albertus Soegijapranata
- Salim Segaf Al-Jufri
- Maria Farida Indrati
- Suryo Agung Wibowo
- Rudy Gunawan
- Rio Haryanto
- Suryo Agung Wibowo
- Rudy Gunawan
- W.S. Rendra
- Poerbatjaraka
- Rangga Warsita
- Arswendo Atmowiloto
- Anand Krishna
- Gesang
- Basuki Abdullah
- Teguh Srimulat
- Ki Manteb Soedharsono
- Farida Oetoyo