Poenale sanctie (pidana sanksi) adalah sebuah sanksi hukuman pukulan dan kurungan badan yang dijalankan oleh kolonial Belanda yang berlaku di Suriname dan Hindia Belanda.

Hindia Belanda

sunting

Poenale sanctie menjadi bagian dari Koelie Ordonnantie ('Ordonansi Kuli') tahun 1880 kemudian diperbaharui pada tahun 1889.[1] aturan ini menetapkan bahwa para tuan tanah pemilik perkebunan boleh menghukum kuli nya dengan cara yang dianggap pantas, termasuk memberikan denda. Aturan ini membuat para pemilik perkebunan seakan menempati dua posisi yakni sebagai polisi dan hakim. Berbagai alasan menjadi sebab bagi penghukuman para kuli, berupa sifat malas, sombong atau kuli yang mencoba melarikan diri dari perkebunan. Karena aturan ini saksi hukuman cambuk menjadi sangat biasa dilakukan oleh para pemilik perkebunan di Hindia Belanda. Pemilik beranggapan bahwa tanpa hukuman cambuk tersebut, para kuli mereka adalah orang-orang bodoh dan malas yang tidak akan pernah melakukan pekerjaan mereka dengan baik dan benar.

Para kuli perempuan juga diperlakukan secara tidak manusiawi. Sebagaimana dalam laporan seorang pengacara Belanda di Medan berjudul Millioenen uit Deli (tahun 1902)[2] yang memaparkan peristiwa kesewenang-wenangan hukuman yang diterima seorang gadis kuli Jawa berusia antara 15-16 tahun yang disalib dengan tubuh telanjang selama berjam-jam dibawah panas matahari. Guna mencegah gadis terhukum itu pingsan pada kemaluannya dioleskan gilingan cabai. Kekejaman ini dianggap wajar oleh pemilik perkebunan dengan alasan bahwa kuli perempuan yang dihukum ini telah menolak melayani hubungan asmara dari tuannya yang berkulit putih dan lebih menerima hubungan asmara lelaki lain dari kalangan pribumi.[3] Laporan yang dipublikasi oleh sebuah majalah di Belanda ini telah memicu protes meluas di negeri Belanda. Meskipun banyak menuai kritik dari sejak awal tahun 1900an, sanksi ini akhirnya baru dihapuskan pada tahun 1931.

Suriname

sunting

Setelah penghapusan perbudakan di Suriname pada tahun 1863, para petugas kolonial diwajibkan merekrut para kuli dari Hindia Belanda dan dari India. Para kuli ini tunduk pada poenale sanctie karena kontrak mereka. Yang berarti bahwa dalam setiap kasus pelanggaran kontrak oleh para kuli tidak akan dikenakan hukum perdata, namun hukum pidana. Seorang pemilik perkebunan dan kaki tangannya diizinkan mengenakan hukuman yang sewenang-wenang bagi para kulinya selama mereka masih terikat kontrak. Poenale sanctie di Suriname secara resmi dihapuskan di Suriname pada 1 Januari 1948.

Pranala luar

sunting
  • Prof. dr. J.C. Breman: Koelies, Planters en Koloniale Politiek, Leiden 1987, KITLV Uitgeverij

Referensi

sunting
  1. ^ Sejarah Nasional Indonesia V, (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto), hal 106.
  2. ^ Sejarah Nasional Indonesia V, (Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto), hal 106.
  3. ^ Seorang jaksa kolonial yang ditugaskan guna menanggapi laporan pengacara ini diturunkan untuk memeriksa pelanggaran tersebut. Meskipun seluruh dakwaan tersebut bisa dikonfirmasi tetapi disebutkan tidak memiliki bukti. Breman (p. 8)